NASIB Ook Mudjoko mungkin bisa jadi contoh bagi buruh di
Indonesia kini. Ia, yang kini jadi sopir taxi, semula adalah
karyawan Hotel Horison, yang bertaraf internasional dan terletak
bagus di pantai Jakarta itu.
Orangnya agak bulat dan sederhana. Bicaranya tidak berapi-api,
bahkan agak tersendat-sendat. Tetapi ialah yang mempelopori
pendirian Basis Buruh Parawisata Hotel Horison. Oktober 1977
lahirlah basis buruh itu.
Tapi Maret 1978, Ook dimutasikan, dari hotel Horison ke
kafetaria Copacabana. Ook menolak pemutasian tersebut.
Alasannya: dengan pemindahan itu, berarti "ia dikucilkan dari
hasrat untuk memperjuangkan kesejahteraan karyawan." Penolakan
Ook dijawab pengusaha hotel dengan penskorsan terhitung
semenjak tanggal 22 Maret 1978.
Ook mengajukan masalahnya ke P4D, Jakarta. Dalam sidang P4D yang
diketuai drs. JM Situmorang, Ook dinyatakan menang. Pengusaha
hotel Horison diwajibkan mempekerjakan Ook kembali. Pengusaha
hotel naik banding ke P4P. Sekali lagi Ook dinyatakan menang.
Kali ini bahkan, pengusaha hotel diwajibkan membayar penuh gaji
Ook selama diskors, Rp 98 1.430.
Keputusan itu lalu diajukan Ook Mudjoko ke Pengadilan Negeri
Jakarta Utara untuk dapat dilaksanakan. Hakim Darwin Lubis SH
yang memeriksa permohonan itu, mengabulkannya. Keputusan P4P
mempunyai kekuatan hukum yang dapat dilaksanakan, menurut Hakim
Darwin Lubis.
Ternyata kemenangan yang telah di tangan Ook tersebut mentah
lagi. Pengusaha hotel Horison tanpa ramai-ramai menggugat P4P
dan Ook Mujoko ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.N. Subagdja
Prawarta, Presiden Direktur hotel Horison dalam gugatannya,
menuduh P4P telah melakukan perbuatan melawan hukum dari
penguasa. Alasannya, P4P memutuskan sesuatu yang tidak dituntut
oleh buruh Ook Mudjoko, yaitu pembayaran gaji penuh selama 14
bulan diskors. Selain itu pemutasian Ook Mudjoko menurut
penggugat merupakan wewenangnya, dan tidak bisa dimasalahkan
P4P.
Proses perkara ini telah berjalan sampai ke tingkat kesimpulan,
tanpa sepengetahuan Ook. Kata Ook surat panggilan untuknya tidak
pernah sampai, walau di tangan Hakim ada paraf telah diterima
Ny. Ook Mudjoko.
Ditunda
Sementara gugatan terhadap putusan P4P sedang diproses di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pihak hotel Horison memohon
pembatalan putusan untuk eksekusi kepada Hakim Darwin Lubis SH.
Alasan Horison: perkara yang dinyatakan sudah bisa dieksekusi
itu, tengah disengketakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Atas permohonan ini, pihak Pengadilan Negeri Jakarta Utara
setuju. Putusan P4P yang memenangkan Ook ditunda pelaksanaannya.
Penundaan ini terjadi 5 September 1979, dengan alasan,
"Bagaimana kalau nanti ternyata Ook kalah di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat," seperti kata A. Samad SH Wakil Ketua Pengadilan
Negeri Jakarta Utara.
Ternyata benar. Hakim Tunggal J.Z Loudoe SH 2 Oktober 1979 yang
lalu, memutuskan kemenangan buat pihak hotel Horison. Perkara
hotel Horison melawan Ook Mudjoko menurut Loudoe bukanlah
masalah perburuhan, melainkan perkara perdata biasa saja.
"Karena itu perbuatan P4P memutus perkara tersebut merupakan
perbuatan melawan hukum," kata J.Z. Loudoe dalam putusannya.
Tidakkah ada kesan bahwa keputusan Pengadilan Negeri Jakarta
Utara dimentahkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat? Hakim
Darwin Lubis dari Jakarta Utara yang sebelumnya telah
mengukuhkan putusan P4P, ternyata kalem saja. "Saya hanya
menetapkan apa yang telah diputuskan P4P dan tidak mempelajari
perkaranya," katanya.
Semrawut
Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Hakim J.Z. Loudoe juga tidak
merasa ganjil mengadili perkara yang telah diputuskan oleh P4P
dan dikukuhkan Pengadilan lainnya. "Bagaimana bisa dikatakan
sama, subyek dan obyek, hukumnya yang saya adili lain dari yang
diputuskan oleh P4P," kata J.Z. Loudoe. Masalah yang diajukan,
ditandaskannya sekali lagi, bukan masalah perburuhan, tetapi
perbuatan melawan hukum yang dilakukan P4P.
Tapi benarkah P4P telah berbuat melawan hukum dalam kasus
Mudjoko? Pihak P4P sendiri sayangnya tidak mau menanggapi hal
ini. Hanya dari kalangan ini ada juga rasa dongkol. Lembaga P4P
lebih baik "dibubarkan saia," dan "undang-undang yang menyatakan
bahwa keputusan P4P bisa dijalankan dicabut saja," komentar
seorang pejabat yang duduk di P4P.
Undang-undang yang dimaksud adalah UU no 22/1957. Pasal 13-nya
memang merumuskan: "Putusan panitia pusat bersifat mengikat dan
dapat dilaksanakan, bila dalam waktu 14 hari setelah putusan itu
diambil, Menteri perburuhan tidak membatalkan atau menunda
putusan itu." Dan dalam kasus Mudjoko, Menteri Tenaga Kerja
tidak pernah membatalkan atau menunda putusan tersebut. Bahkan
permohonan untuk penundaan pun tidak pernah ada dari pihak
Horison. Tetapi ternyata toh putusan P4P tersebut tidak dapat
dijalankan.
Pengacara Ook Mudjoko. Azhar Achmad SH, menyatakan banding atas
putusan J.Z. Loudoe tersebut. Katanya: "Kalau ingin tahu kasus
perburuhan yang semrawut, ini dia."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini