Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Momentum World Water Forum, Walhi Bali Desak Pemerintah Stop Proyek yang Merusak Subak dan Rakus Air

Di sela agenda World Water Forum ke-10, Walhi Bali menyuarakan protes terhadap proyek infrastruktur yang mengikis ketahanan air.

21 Mei 2024 | 17.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menyatakan sejumlah proyek infrastruktur air yang dicetuskan pemerintah justru mengancam keamanan dan kemakmuran air di Pulau Dewata. Pendapat itu merupakan respons Walhi terhadap agenda World Water Forum ke-10 yang diadakan di Nusa Dua, Bali, pada 18-25 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur WALHI Bali, Made Krisna Dinata, mengatakan banyak pembangunan infrastruktur yang mengikis dan menghilangkan subak, sebutan untuk sistem irigasi tradisional air di Bali. Pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi sepanjang 96,21 kilometer, sebagai contoj, akan menerabas 480,54 hektare sawah produktif dan 98 subak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Berdampak pada peruntukan pertanian tanaman pangan hingga degradasi budaya," kata Krisna melalui keterangan tertulis, Selasa, 21 Mei 2024.

Menurut dia, subak merupakan salah tampungan alami bagi air. Setiap hektare subak mampu menampung 3.000 ton air, dengan ketinggian genangan berkisar 7 sentimeter. Berkurangnya subak membuat Bali lebih rentan bencana, terutama banjir.

Walhi Bali juga memprotes proyek pelabuhan terintegrasi Sangsit di Bali Utara yang berpotensi menerabas sawah 26.193 meter persegi dan empat area subak. Pembangunan Pusat Kebudayaan Bali di Bali Timur juga mengorbankan 9,38 hektare sawah dan mengganggu fungsi subak Gunaksa.

Krisna juga menyoroti masifnya alih fungsi lahan akibat proyek akomodasi pariwisata, terutama hotel yang meningkat hingga tiga kali lipat. Data Badan Pusat Statistik menunjukan jumlah hotel bintang yang pada 2000 mencapai 113 hotel meningkat jadi 541 hotel pada 2023. Pada periode yang sama, jumlah ketersediaan kamarnya naik drastis dari 19.529 menjadi 54.184.

Kegiatan operasional selama pembangunan proyek-proyek tersebut dianggap banyak mengkonsumsi air. Akomodasi pelesiran juga memakai air bawah tanah (ABT). Peruntukan kawasan hijau juga belum memenuhi kriteria sebanyak 30 persen dari luas wilayah.

"Beberapa pakar menyebutkan Bali telah overtourism bahkan overbuild,” tutur Krisna.  

Krisna, mengutip sejumlah penelitian, menyebut akomodasi paraiwisata sebagai industri yang rakus air. Sebagai gambaran, satu kamar hotel membutuhkan 800 liter air per hari. “Sangat jauh lebih banyak ketimbang kebutuhan rumah tangga,” ucap dia.

Dengan semua temuan itu, Krisna meneruskan, Walhi Bali mendesak pemerintah menghentikan segala bentuk pembangunan yang ekstraktif dan memperparah keadaan lingkungan. “Yang mengancam ketersediaan air dan Subak di Bali.”

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus