Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPEKAN sudah Suwardi seperti habis sunat. Ia cuma sarungan sepanjang hari. Kalau berjalan, kakinya direntangkan. Ia menjaga baik-baik alat vitalnya agar tidak terbentur. "Tersentuh saja sakit sekali," ujar pria 33 tahun itu kepada Tempo pertengahan pekan lalu.
Ada luka melepuh di kemaluannya. Ruam juga muncul di dahi, leher, dan bokong penjual bakso keliling tersebut. Istrinya, Suprihatin, 29 tahun, mendapat luka serupa di lengan dan perut. Iritasi juga muncul di bawah mata anak tunggal mereka, Faridatul Fitriah, 6 tahun.
Awalnya, warga Kampung Baru, Wonorejo, Surabaya, itu tidak ambil pusing. Tapi makin hari gatalnya kian menjadi. Bentol yang pecah mengeluarkan air. Tubuh meriang tak berkesudahan. Dokter Puskesmas Wonorejo mengatakan mereka kena kutu. Tapi, meskipun sudah diberi salep, penyakit itu tidak kunjung menyingkir. Baru setelah media massa memberitakan wabah tomcat di kotanya pada pekan lalu, mereka sadar telah menjadi korban serangga itu.
Heboh tomcat bermula pada 13 Maret lalu, setelah Ida Yanti, 42 tahun, pengasuh bayi di Apartemen Eastcoast, Laguna Indah, Kenjeran, menjadi korban racun serangga imut ini. Setelah itu laporan terus bermunculan dari berbagai daerah. Mulai Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Tulungagung, Sampang, Situbondo, hingga Jember. Sampai pertengahan pekan lalu, di Surabaya saja tercatat 162 orang menjadi korban tomcat. Pasien dengan gejala serupa juga muncul di Yogyakarta dan Bali.
Guru besar entomologi Institut Pertanian Bogor, Aunu Rauf, mengatakan tomcat (Paederus fuscipes) merupakan sejenis kumbang yang hidup di sawah, ladang, dan perkebunan. "Mereka teman petani, memakan hama-hama padi dan jagung," ujarnya kepada Tempo.
Tomcat doyan jalan-jalan, maka ada yang menyebutnya rove beetle (kumbang penjelajah). Siang hari, laron geni—nama lain serangga ini—berkeliling mencari weÂreng cokelat, salah satu hama utama padi. Pada malam hari, persis laron, tomcat gampang terpikat cahaya lampu. Nama tomcat mengacu pada kegemarannya menegakkan ekor. Saat itu ekornya akan terlihat bercabang dua, seperti ekor ganda pesawat F-14 Tomcat buatan pabrik Grumman, Amerika Serikat.
Warna tubuhnya yang mencolok seperti semacam peringatan bahwa hewan ini berbahaya. "Di sekujur tubuhnya itu, kecuali di sayap, terletak kelenjar racun dengan kekuatan 15 kali bisa ular kobra," ujar Aunu.
Untungnya, tomcat tidak menggigit seperti ular sendok, sehingga racun tidak masuk ke aliran darah. Tubuh tomcat mengeluarkan racun jika terancam atau tergencet. Racun yang disebut paederin menimbulkan iritasi kulit seperti yang dialami keluarga Suwardi. Racunnya tinggal cukup lama di benda-benda seperti handuk atau pakaian, sehingga benda-benda itu harus dicuci sebelum digunakan kembali.
Bagi yang telanjur kena racun tomcat, Kementerian Kesehatan meminta masyarakat tidak panik. "Tidak mengakibatkan kematian," ujar Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tjandra Yoga.
Jika muncul lesi, ujar Yoga, lesi itu dikompres dengan antiseptik yang bersifat dingin, seperti kalium permaganat. Kalau sampai pecah, oleskan antibiotik yang mengandung steroid ringan. Teorinya, luka akibat racun laron geni bisa sembuh dalam satu pekan jika diobati dengan benar.
Mochammad Yunus, peneliti di Departemen Parasitologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, mengatakan laron geni hijrah ke permukiman karena habitat alamiahnya tergerus. Di sisi utara Laguna Indah, Surabaya, misalnya, tambak tempat tomcat hidup sedang diuruk untuk dijadikan jalan tembus. "Sehingga mereka mulai menyesuaikan diri dengan perubahan tempat hidupnya," katanya.
Tidak seperti jet tempur F-14 Tomcat yang bisa terbang jauh, tomcat yang satu ini cuma bisa terbang sejauh batu dilempar. Jadi, kemunculannya di berbagai kota pada waktu yang nyaris bersamaan adalah akibat perubahan dari musim hujan ke kemarau, yang membuat udara semakin lembap—kondisi kesukaan tomcat. Perubahan cuaca ini berbarengan dengan masa tanam padi, saat wereng yang menjadi makanan tomcat berlimpah.
Menurut Aunu, tomcat betina bisa bertelur 15 kali, seratus butir sekali waktu. Proses hidup serangga itu dimulai dari telur selama empat hari, larva sembilan hari, lalu pupa lima hari. Selama masa itu, tomcat menghabiskan waktu di bawah tanah. "Probabilitas telur yang berhasil jadi kumbang antara 3 dan 20 dari 100 telur," ujarnya.
"Saat dewasa, serangga berukuran 0,7-1 sentimeter itu merupakan mangsa cicak dan tokek," ujar Aunu. Baik Yunus maupun Aunu yakin populasi tomcat akan turun secara alamiah pada musim kemarau dan ketika mangsanya mulai menyusut, seperti serangan tomcat sebelumnya.
Dinas Kesehatan Jawa Timur mencatat wabah tomcat pernah muncul di Tulungagung pada 2004. Korbannya 320 orang. Lalu di Gresik, pada 2008, dengan 50 korban. Tomcat di Surabaya juga pernah membuat 20 orang di Kenjeran masuk rumah sakit pada tahun lalu.
Di luar negeri, serangan tomcat terjadi di Okinawa, Jepang, pada 1966; Iran (2001); Sri Lanka (2002); Pulau Penang, Malaysia (2004 dan 2007); serta Irak (2008). Dahulu kala tomcat diyakini sebagai serangga yang membawa wabah lesi kulit di negeri Firaun. Ini wabah keenam dari 10 wabah yang diturunkan Tuhan pada zaman Nabi Musa.
Kemampuan tomcat bertahan hidup berkat sifatnya yang kosmopolit dan bisa tinggal hampir di mana saja. Selain di sawah dan kebun, tempat tinggal favorit kumbang sahabat petani ini adalah tambak yang memiliki semak. Tapi, seperti rayap, tomcat juga sanggup tinggal di sela ubin keramik. Lingkungan rumah Suwardi terkategori rumah ideal untuk tomcat.
Kontrakan 3 x 4 meter di permukiman padat tersebut berdiri di sebelah tambak yang mangkrak. Tempo dengan mudah menemukan kawanan tomcat di bawah kasur Suwardi. Tak mengherankan pula, lima keluarga tetangga Suwardi tidak luput dari serangan hewan ini. Barangkali, pada malam hari, hewan-hewan ini naik ke atas kasur, menyusup ke balik celana, dan mengeluarkan racunnya ketika tergencet. Itulah awal derita Suwardi.
Reza Maulana, Dini Mawuntyas dan Kukuh Wibowo (Surabaya), Arihta Surbakti (Bogor), Dimas Siregar (Jakarta)
Dari Surabaya, yogya, hingga Bali
Korban tomcat (Paederus fuscipes) sudah berjatuhan di empat provinsi, sejak kasusnya menggegerkan Kenjeran, Surabaya, dua pekan lalu. Tomcat yang menyerang Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Bali itu bukan berasal dari Surabaya, karena serangga ini, "Cuma bisa terbang sejauh sepelemparan batu," ujar guru besar entomologi Institut Pertanian Bogor, Aunu Rauf.
Aunu menduga populasi tomcat di tempat-tempat itu meledak akibat udara lembap berkepanjangan dan berteÂpatan dengan musim panen padi di sekitar permukiman.
Penyebaran Tomcat
- 13 Maret: Kenjeran, Surabaya
- 16 Maret: Ngagel Rejo, Semampir, Surabaya
- 17 Maret: Dawuhan, Situbondo, Jawa Timur
- 20 Maret: Bangsalsari, Jember, Jawa Timur
- 21 Maret: Umbulharjo, Yogyakarta
- 22 Maret: Bali
Siklus Hidup
Seperti kebanyakan serangga, siklus hidup tomcat terdiri atas empat fase.
1. Tomcat
- Hidup selama 2-3 bulan
- Memakan wereng dan hama padi lainnya, dimakan cicak dan tokek
- Betina dewasa bertelur sepekan sekali, telur dikubur di dalam tanah
- Sekali bertelur 100-200 butir
2. Telur
- Menetas setelah empat hari
- Dari tiap lima telur, satu menjadi larva
3. Larva
- Berkembang selama sembilan hari
- Memakan serangga seperti tomcat dewasa
4. Pupa
- Berkembang selama lima hari
- Fase bertapa, tidak makan [Kembali ke siklus pertama sebagai tomcat]
RML, Arihta (Bogor), Kukuh dan Dini (Surabaya), Ika (Situbondo), Mahbub (Jember), Anang (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo