Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Nah, ketemu lagi ...

Tim lawalata ipb menemukan bunga rafflesia rochussenii di gunung salak,jawa barat. bunga tersebut dikatakan menghilang 50 tahun silam. m.meijer,ahli rafflesia dari as menyambut baik penemuan tersebut.

14 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUNGA Rafflesia rochussenii sudah 50 tahun lenyap. Dan tanpa disengaja, kembang langka ini dijumpai kembali oleh tiga anggota pecinta alam Lawalata Institut Pertanian Bogor (IPB) di lereng tenggara Gunung Salak, Jawa Barat, pertengahan Mei lalu. Ketika mereka menyusuri hutan, terlihat bakal bunga selebar 10 sentimeter itu menyembul sekitar dua sentimeter di atas tanah. Tim Lawalata yang terdiri dari Farid, Hapsoro, dan Lulu itu lalu memotretnya. "Tunasnya mirip kuncup Rafflesia yang pernah mereka lihat di Taman Nasional Jember," kata Heru Pamudji, wakil ketua Lawalata. Tim yang mengadakan orientasi untuk mempersiapkan kegiatan Pendataan Potensi Wisata dan Jalur Pendakian Gunung Salak itu kemudian menyerahkan foto tersebut kepada Lawalata. Berita ini mengundang sukacita. Apalagi setelah pada 5 dan 6 Juni silam tim senior Lawalata (terdiri dari Mia Siscawati, Heru Pamudji, Saeful Bachri, dan Hartono Adi Prabowo) kembali lagi ke lokasi semula. Mereka menjumpai 6 bunga Rafflesia pada radius 0,25 meter dalam berbagai bentuk. Sejak itu mereka kerja keras, sehingga mendapat data morfologi dan data ekologi tentang bunga tersebut. Bunga-bunga itu muncul di ketebalan humus 3-5 sentimeter, pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Sekuntum bunga berwarna merah tua tampak sedang mekar sempurna berdiameter 18 sampai 20 sentimeter, lalu berubah menjadi ungu tua kalau layu. Tajuk perhiasan bunganya rata-rata 8 sentimeter dengan garis tengah diafragma sepanjang 5,7 sampai 6,7 sentimeter. Perlu pula dicatat: di permukaan luar perhiasan bunga bintil-bintil kecil, mirip kutil, berwarna merah padam. Dan poros bunga (discus columnae) tampak landai dengan bagian atas meninggi, berwarna kuning keputihan. Lapisan poros bunga tersebut mengkilap. Lalu, sebuah tonjolan melebar mirip puting berada di tengahnya setinggi 3-4 mm, kemerahan. Di sisi bagian dalam tabung perhiasan bunga (tubus perigonii) banyak tonjolan serupa kelenjar berbentuk paku, berkepala abu-abu atau cokelat gelap. Sedangkan daging tabung perhiasan bunga berwarna putih atau kuning keputihan. Menurut Heru, bau busuk bunga hampir tak tercium, kecuali bila dari jarak 5 sentimeter. Karena ada bau tersebut, lalat hijau tertarik untuk menikmatinya. Berdasar ciri-ciri yang teramati, penyebaran, dan morfologis jenis-jenis Rafflesia yang ada di Indonesia, maka bunga tersebut diidentifikasi sebagai Rafflesia rochussenii. Ketika Prof. W. Meijer, ahli Rafflesia dari University of Kentucky, Amerika Serikat, mengikuti seminar di Singapura, kesempatan mengundang dia dilayangkan. Meijer diminta melongok Rafflesia rochussenii. Tawaran ini diterima. Pada 3 Juli lalu Meijer bersama tim senior Lawalata menuju tempat lokasi bunga. Alhamdulillah, wajah Meijer kontan berseri-seri. Bunga langka yang sudah 50 tahun "lenyap" dilihatnya muncul lagi di Gunung Salak. Dari catatan yang ada, pada 1941 bunga serupa ditemukan di daerah Garut, Jawa Barat. "Bunga ini berjenis Rafflesia rochussenii betina," kata Meijer. Rafflesia memang tanaman berumah dua. Artinya, tanaman jantan dan betina tidak berada dalam satu inang, atau liana. Di dunia, suku Rafflesia terdiri dari 8 genera, atau sekitar 50 spesies. Sedangkan 17 spesies sudah diidentifikasi, dan 12 di antaranya ada di Indonesia. Ia hidup di hutan tropis pada ketinggian 700-1.400 meter. Tumbuhan ini tergolong unik. Hidup sebagai parasit sejati (holoparasit) pada liana tetrastigma -- tanaman merambat yang hidup di atas tanah. Dari cara hidupnya, agaknya bunga itu sulit diangkat dari Gunung Salak dan dialihkan ke Kebun Raya Bogor, misalnya. Sebab, kalau ingin mengangkat, harus dengan inangnya. Sedangkan si inang tidak diketahui tempat tumbuhnya. Tapi bukan berarti pengembangannya terhenti. Guna membiakkannya, Prof. Meijer melirik Rafflesia rochussenii untuk diambil bintil-bintil pada discus columnae. WY dan Ida Farida (Biro Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus