Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Peneliti: Fenomena El Nino dan IOD Positif Bikin Indonesia Lebih Kering, Bisa Menunda Musim Hujan

Peneliti BRIN Didi Satiadi memperingatkan masyarakat dan pemerintah untuk meningkatkan kewaspadaan di masa sekarang.

20 Desember 2023 | 07.56 WIB

Cuaca panas/Canva
Perbesar
Cuaca panas/Canva

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta -- Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Satiadi mengatakan fenomena perubahan iklim meningkatkan intensitas siklus hidrologi dan ekstremitas. Hal tersebut berimbas kepada munculnya bencana banjir, longsor, angin kencang hingga hujan es di beberapa wilayah di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Selain perubahan iklim, Didi menilai bahwa gangguan atmosfer dan lautan juga terjadi di beberapa waktu belakang. Kondisi ini membuat sebagian wilayah Indonesia mengalami fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole atau IOD positif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kondisi ini juga membuat Indonesia lebih kering dari biasanya, bahkan bila berlangsung lama akan berimbas pada pancaroba dan menunda musim penghujan masuk di wilayah Indonesia. "Dampak pemanasan global juga makin terasa, peningkatan rata-rata suhu di daratan, lautan juga atmosfer," kata Didi kepada Tempo, Selasa 19 Desember 2023.

Didi menuturkan, masyarakat dan pemerintah harus meningkatkan kewaspadaan di masa sekarang, sebab perubahan iklim tidak hanya mengarah para suhu dan cuaca saja, tapi semuanya juga bisa bermuara pada bencana alam.

"Kemungkinan terjadinya gangguan atmosfer dapat memicu kejadian ekstrem di Indonesia, misalnya fenomena seruak dingin, borneo vortex, madden julian oscillation dan siklon tropis," kata Didi.

Selain siklus hidrologi dan ekstremitas, perubahan iklim juga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia meningkat hingga target maksimum. Dilansir dari laman resmi BMKG, suhu maksimum di Indonesia tertinggi saat ini mencapai 37.2 derajat celcius.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut cuaca panas yang dialami Indonesia juga menyerang banyak tempat di seluruh belahan dunia. Bahkan, kata dia, tahun 2023 menjadi tahun penuh rekor temperatur.

“Tahun ini adalah tahun penuh rekor temperatur. Kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, di mana heatwave (gelombang panas) terjadi di banyak tempat secara bersamaan. Juli 2023 lalu, heat wave yang melanda Amerika Barat bahkan mencapai 53 derajat Celcius,” ungkap Dwikorita dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan Yayasan Perspektif Baru baru-baru ini.

Dwikorita mengungkapkan Juni hingga Agustus merupakan tiga bulan terpanas sepanjang sejarah dan bulan Juli 2023 menjadi bulan paling panas. Realitas evolusi iklim tersebut, menjadikan tahun 2023 berpeluang menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim, mengalahkan tahun 2016. 

Menurut Dwikorita, situasi ini terjadi merupakan dampak dari perubahan iklim yang juga memberi tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah langka dan menghasilkan apa yang dikenal dengan water hotspot.

Kondisi tersebut, juga semakin meningkatkan kerentanan terhadap stok pangan dunia. FAO atau Organisasi Pangan dan Pertanian, kata Dwikorita, bahkan memprediksi jika hal ini terus terjadi maka di tahun 2050 mendatang bencana kelaparan akan terjadi akibat krisis pangan.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus