Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia atau Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2025-2045, menyebutkan Indonesia merupakan rumah bagi 1.883 spesies burung atau setara dengan 18,6 persen dari total seluruh spesies burung yang ada di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam dokumen tersebut juga menyebutkan keanekaragaman jenis ekosistem tersebut dapat menyediakan habitat, sumber pakan alami, sumber air, pohon tidur, dan pohon bersarang bagi fauna burung. Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor penting untuk kelangsungan hidup berbagai jenis burung, baik bagi burung penetap maupun burung migran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu wilayah di Pulau Sumatra yang menjadi habitat penting bagi kelangsungan hidup burung liar adalah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB), Provinsi Riau. Hasil kompilasi dari beberapa studi yang dilakukan sejak 2011 oleh para peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, paling sedikit terdapat 199 spesies fauna burung yang hidup di bentang alam yang ditetapkan sebagai salah satu cagar biosfer di Indonesia oleh UNESCO pada 2009 ini.
Di dalam zona inti Cagar Biosfer GSK-BB terdapat Stasiun Penelitian Humus sebagai sebuah laboratorium yang dikelola secara bersama oleh Belantara Foundation dan APP Group. Kawasan hutan rawa gambut sekunder yang luasnya sekitar 2.000 hektar ini memang diperuntukan bagi para peneliti dan akademisi yang berminat melakukan kajian tentang ekosistem dan keanekaragaman hayati hutan rawa gambut.
Pada 7-14 Februari 2025 lalu tim peneliti dari Belantara Foundation berkolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Pakuan, dan Universitas Andalas, melakukan sebuah kajian keanekaragaman fauna burung di areal batas antara hutan alam dan hutan tanaman di Stasiun Penelitian Humus Cagar Biosfer GSK-BB ini.
Salah satu anggota tim peneliti, Dolly Priatna mengatakan, selain untuk melihat efek tepi dan hubungan antara habitat hutan alam dan hutan tanaman bagi komunitas fauna burung, kegiatan ini juga bertujuan untuk pemutakhiran data jenis burung di Cagar Biosfer GSK-BB, khususnya di Stasiun Penelitian Humus.
“Fauna burung memiliki peran yang amat penting bagi kelangsungan sebuah ekosistem karena mereka dapat membantu dalam pemencaran biji (seeds dispersal) dari berbagai jenis pohon hutan, serta berfungsi sebagai pengendali hama tanaman pertanian (biological control)”, ujar Dolly, yang juga Direktur Eksekutif Belantara Foundation, melalui keterangan tertulis, Ahad, 23 Maret 2025. “Selain itu, burung bisa menjadi indikator baik atau tidaknya kualitas suatu lingkungan (bioindicator),” kata dia.
Peneliti burung senior dari Universitas Andalas, Wilson Novarino menyebutkan, hasil inventarisasi jenis burung di zona hutan alam (HA), zona hutan tanaman (HT), dan zona transisi antara HA dan HT menggunakan metode titik hitung (Point Count) dan jaring kabut (mist net), dijumpai 87 jenis burung.
Berdasarkan status konservasinya, terdapat 14 jenis burung yang masuk ke dalam kategori jenis burung dilindungi pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri LHK No.106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Jenis burungnya masing-masing: cangak laut (Ardea sumatrana); alap-alap capung (Microchierax fringilarius); betet ekor panjang (Psittacula longicauda); serindit melayu (Loriculus galgulus); julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus); rangkong badak (Buceros rhinoceros); kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus); takur ampis sumatra (Calorhamphus hayii); kipasan belang (Rhipidura javanica); tiong emas (Gracula religiosa); luntur putri (Harpactes orrhophaeus); burung madu sepah raja (Aethopyga siparaja); enggang klihingan (Anorrhinus galeritus); dan elang brontok (Nissaetus cirrhatus).
Berdasarkan status keterancaman, menurut Wilson, terdapat satu jenis burung, yaitu julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus). Burung ini berstatus terancam punah atau Endangered (EN) berdasarkan daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).
"Terdapat enam jenis burung, yaitu betet ekor panjang (Psittacula longicauda), cekakak tiongkok (Halcyon pileata), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), luntur putri (Harpactes orrhophaeus), dan kacamata biasa (Zosterops melanurus), yang berstatus rentan terhadap kepunahan atau Vulnerable (VU)," kata Wilson.
Selain itu, kata Wilson, terdapat enam jenis burung yang masuk kategori hampir terancam punah atau Near Threatened (NT), yaitu alap-alap capung (Microchierax fringilarius), perenjak jawa (Prinia familiaris), cipoh jantung (Aegithina viridissima), enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), ciung air pongpong (Mabronous ptilosus), dan sempur hujan darat (Eurylaimus ochromalus).
Berdasarkan status perdagangan internasional CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), terdapat sembilan jenis burung masuk ke dalam Appendix II. Ini adalah kategori daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi akan terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Jenis-jenis burung yang masuk Apendix II ini masing-masing: alap-alap capung (Microchierax fringilarius); betet ekor panjang (Psittacula longicauda); serindit melayu (Loriculus galgulus); julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus); rangkong badak (Buceros rhinoceros); kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus); tiong emas (Gracula religiosa); enggang klihingan (Anorrhinus galeritus); dan elang brontok (Nissaetus cirrhatus).
Wilson menambahkan, terdapat lima jenis burung migran yang berhasil diidentifikasi, yaitu burung kirik-kirik laut (Merops philippinus), bentet loreng (Lanius tigrinus), baza hitam (Aviceda leuphotes), cekakak tiongkok (Halcyon pileata), dan sikatan bubik (Muscicapa dauurica). “Cagar Biosfer GSK-BB merupakan sebuah bentang alam penting sebagai persinggahan, sebagai tempat mencari makan dan istirahat berbagai jenis burung migran, di saat musim dingin di belahan bumi bagian utara,” ujarnya.
Peneliti ekologi senior dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Adi Susilo, mengatakan, sangat penting menjaga keutuhan blok-blok hutan alam di dalam areal hutan tanaman, karena dapat berfungsi sebagai stepping stone bagi jenis-jenis burung yang memiliki jelajah luas. “Blok-blok hutan alam di dalam hutan tanaman ini juga sangat berpotensi dalam meningkatkan keanekaragaman fauna burung di wilayah tersebut,” ujarnya.
Pilihan Editor: BMKG Prakirakan Sejumlah Kota Hari Ini Hujan Disertai Petir