PEKERJAAN mengembala lebah telah menjadikan Tarno seorang pengembara. Selama lima tahun belakangan, dia berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pelosok-pelosok Jawa, Madura, dan Bali telah dia jelajahi. "Padahal, dulunya saya orang kampung yang tak pernah pergi-pergi," ujarnya. Pengembaraan itu tak cuma membuat dia paham betul perilaku lebah, dia pun mengenal musim bunga. Dia tahu, misalnya, bahwa musim jagung berbunga di daerah Wonosobo atau Temanggung jatuh di akhir musim penghujan antara Maret dan April. Lantas kembang-kembang randu di Pati akan mudah ditemui pada bulan Mei-Juli, seperti halnya bunga kopi. Bak manajer bank atau wartawan, Tarno yang hanya tamatan SD itu pun laku pula menjadi incaran "pembajakan". Setahun lalu, misalnya, dia tergiur oleh ajakan "Grup" Aminah. Upah yang dia terima di "grup" barunya dianggap lebih baik, Rp 70 ribu plus uang makan Rp 30 ribu per bulan -- hampir 50% lebih tinggi dari sebelumnya. "Lebaran ini saya dapat bonus dua kali gaji," tuturnya. Penghasilan pria ber-KTP Desa Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah, itu tak seberapa untuk ukuran orang kota. Tapi, dengan rezeki itu, dia bisa menabung Rp 30 ribu sebulan. "Untuk sekolah anak-anak," ujarnya. Dia ingin keempat anaknya bisa sekolah tinggi, hingga tak perlu mengembala lebah seperti bapaknya. Sebagai pengembala lebah, pekerjaan Tarno macam-macam. Usai membuka tutup kotak sekitar pukul 5 pagi, dia mengeluarkan sarang-sarang lebah dan mengumpulkan serbuk sari yang dibawa oleh lebah pekerja. Lantas, dengan kuas gambar dia memindahkan madu dari sela-sela sarang ke dalam sebuah tempayan. Pekerjaan itu bisa berlangsung sampai pukul 12.00 siang. Sesudah itu, pekerjaan masih berlanjut: merawat ulat calon lebah dengan memasukkannya ke dalam cawan-cawan kecil berisi madu, memberi makanan tambahan bagi lebah ratu. Sekali-sekali Tarno ikut pula "mempromosikan" lebah belia menjadi lebah ratu dengan memberikan madu dan serbuk sari dalam jumlah yang cukup. Selama mengembara di Papohan itu, Tarno dan ketiga kawannya menyewa sebuah kamar tanpa jendela berukuran 4 x 4 meter. Meraka tidur beralaskan tikar. Biaya indekos di situ Rp 30 ribu/bulan, sudah termasuk makan tiga kali sehari. Kalau sakit, "Biaya pengobatan ditanggung juragan," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini