Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Meluruskan rel penyidikan

Mahkamah agung mengeluarkan fatwa : hasil penyidik an penyidik pegawai negeri sipil (ppns) agar tak lagi langsung dilimpahkan ke kejaksaan. tapi, harus diserahkan dulu ke polri.polri meneruskan ke jaksa

12 Mei 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LADANG kerja jaksa kini bagaikan dipersempit. Sebaliknya, tugas polisi bakal menumpuk. Musababnya, Mahkamah Agung (MA) belum lama ini mengeluarkan fatwa pertama dalam dua tahun ini, yang menyatakan bahwa hasil penyidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) agar tak lagi "di-by-pass" langsung (dilimpahkan) ke kejaksaan. Tapi, begitu pendirian MA, harus diserahkan dulu ke Polri, untuk kemudian polisi yang melimpahkannya ke jaksa. Ketua Muda MA Bidang Pidana Umum, Adi Andojo Soetjipto, membenarkan lahirnya fatwa itu akibat terjadinya kesimpangsiuran praktek hukum acara pidana (KUHAP). Hal ini menyangkut perkara "buah tangan" PPNS, di lingkungan perpajakan, bea cukai, kehutanan, tenaga kerja, kasus-kasus pelanggaran perda, dan lainnya. Sebagian dari instansi yang memiliki PPNS itu ada yang menyerahkan hasil penyidikan mereka ke polisi dulu. Tapi ada pula yang langsung mengirim ke jaksa. Hal itu, kata Adi Andojo, disebabkan perbedaan pendapat tentang prosedur kerja PPNS -- khususnya penafsiran kata-kata "melalui Polri" dalam pasal 107 (2) KUHAP. Sebagian instansi penegak hukum beranggapan bahwa kata-kata itu berarti Polri hanya mendapatkan "tembusan" hasil penyidikan PPNS saja, sedangkan berkas perkara dan berita acara pemeriksaannya bisa langsung dikirim ke kejaksaan. Sebagian lainnya menilai bagaimanapun berkas perkara itu harus ke Polri dulu. Padahal, menurut pendirian MA, "Kata-kata melalui Polri itu harus diartikan 'nyata-nyata' diserahkan kepada penyidik Polri," kata Adi Andojo. Dengan begitu, PPNS harus melimpahkan hasil penyidikannya -- meliputi tindak pidana umum dan khusus -- ke polisi dulu. Setelah diproses polisi, barulah berkas perkara itu diserahkan ke jaksa. Pendapat ini, kata Adi Andojo, sesuai dengan asas Polri sebagai penyidik tunggal dan pengawas sekaligus koordinator PPNS, yang diatur KUHAP. Selain itu juga selaras dengan Keputusan Menteri Kehakiman tertanggal 27 September 1984 tentang PPNS. "Jadi, fatwa ini mengembalikan permasalahan itu pada proporsinya, sesuai dengan KUHAP," ujar Adi Andojo, tanpa menyebutkan kasus yang menjadi musabab lahirnya fatwa tersebut. Diduga kuat, sikap "tegas" MA itu tak lain gara-gara kasus perpajakan, yang diperiksa PPNS di lingkungan Departemen Keuangan. Menurut Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan, Bacelius Ruru, belakangan ini berbagai kasus penyelundupan pajak dan ekspor maupun pemalsuan formulirnya semakin meningkat. Nah, selama ini rupanya PPNS di lingkungan Departemen Keuangan selalu menyerahkan hasil penyidikannya langsung ke kejaksaan. Pedomannya? "Ya, karena berbagai tindak pidana yang ditemukan itu tidak diatur oleh KUHP," tutur Ruru. Artinya, kejahatan yang disidik itu diatur undang-undang khusus sehingga dianggap tak termasuk tindak pidana umum, yang penyidikannya wewenang polisi. Hatta, pada 28 April 1986, Menteri Keuangan J.B. Sumarlin menanyakan kepada Menteri Kehakiman Ismail Saleh: apakah hasil penyidikan PPNS perpajakan harus melalui Polri atau bisa langsung ke kejaksaan. Pertanyaan itu, pada 15 Juli 1986, dijawab Ismail Saleh: bisa langsung diserahkan ke kejaksaan, dengan tindasan kepada Polri. Kapolri Jenderal M. Sanoesi, yang memperoleh tembusan korespondensi itu, tentu saja bereaksi keras karena merasa hasil penyidikan PNPS wewenang instansinya. Karena itu, pada 29 September 1986, Kapolri pun meminta fatwa ke MA. Baru dua setengah tahun kemudian, fatwa yang dinanti-nanti itu muncul. Dengan adanya fatwa tersebut, kata Adi Andojo, diharapkan tak akan ada lagi kesimpangsiuran prosedur. Adi Andojo membantah anggapan bahwa fatwa itu "memotong" wewenang jaksa. "Fatwa ini hanya menyangkut prosedur penyerahan hasil penyidikan PPNS. Soal wewenang Polri maupun kejaksaan sama sekali tak diutik-utik," katanya. Ternyata, banyak pihak mendukung fatwa itu. "Karena fatwa ini dari instansi yang berwenang, kami perlu mengikutinya," kata Ruru. Ia menambahkan bahwa seyogianya "pelurusan" MA itu dijabarkan lebih lanjut ke dalam rapat koordinasi antar-instansi yang terkait. Ahli hukum pidana, Prof. Oemar Seno Adji, menilai fatwa itu sesuai dengan kehendak KUHAP, sewaktu dilahirkan lebih dari delapan tahun lalu. "Menurut sistem yang kita anut dalam KUHAP, polisi memang centrum penyidikan. PPNS itu hanya pembantu polisi," kata bekas Ketua MA dan menteri kehakiman itu. Hanya saja, kata Seno Adji, KUHAP masih memberikan wewenang bagi kejaksaan untuk menyidik pidana khusus seperi kasus korupsi, subversi, dan penyelundupan. Soalnya, "KUHAP 'ngambil separo dari sistem Inggris (polisi sepenuhnya memegang wewenang penyidikan) dan separo sistem Kontinental (sebagian penyidikan ditangani jaksa)," ujar guru besar FHUI yang kini menggeluti dunia advokat itu. Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono, ternyata, tak keberatan kendati soal fatwa itu sempat "diributkan" bawahannya. "Buat kejaksaan, tidak ada masalah, kok. Memang begitu yang diatur KUHAP," kata Sukarton. Ia juga menandaskan bahwa fatwa itu tak ada kaitannya dengan gerak kerja jaksa. "Jangan mempertajam soal-soal begitu. Kan pemerintah itu satu, yang tanggung jawab juga satu. Kita-kita ini hanya membantu saja," tambahnya. Happy Sulistyadi, Bambang Aji, dan G. Sugrahetty D.K. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus