Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Modus Penyelundupan dan Perdagangan Satwa Endemis Papua-Maluku

Marak penyelundupan satwa endemis Papua dan Maluku. Makassar menjadi pasar gelap perdagangan satwa liar yang dilindungi.

2 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERBEKAL informasi dari masyarakat tentang penyelundupan satwa endemis Papua yang akan mendarat di Pelabuhan Murhum, Kota Baubau, petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara bergerak. Begitu Kapal Motor (KM) Nggapulu milik PT Pelni yang selanjutnya menuju Makassar, Sulawesi Selatan, bersandar di dermaga pada Jumat malam, 19 April 2024, belasan personel BKSDA Sulawesi Tenggara bergegas naik ke kapal untuk mencari satwa lindung itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah menggeledah beberapa ruangan, petugas akhirnya menemukan tiga ekor kanguru pohon (Dendrolagus inustus) dan empat ekor cenderawasih kuning besar (Paradisaea apoda). Semua satwa liar yang dilindungi itu dikurung dalam kandang besi dan kardus besar yang dikemas rapi. “Kami temukan di samping kamar mesin,” kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sulawesi Tenggara Laode Kaida melalui sambungan telepon, Kamis, 30 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Kaida, KM Nggapulu kerap menjadi pilihan pelaku penyelundupan satwa liar dari Maluku dan Papua untuk masuk ke Makassar. Kapal ini memiliki rute pulang-pergi Jakarta-Surabaya-Makassar-Baubau-Ambon-Banda-Tual-Dobo-Kaimana-Fakfak. Berdasarkan data BKSDA Sulawesi Tenggara, pada Oktober 2023-April 2024, ada 150 satwa lindung yang diamankan dari empat kasus penyelundupan di KM Nggapulu.
 
Cenderawasih kuning besar digandrungi pasar burung lantaran keindahannya. Burung ini memiliki bulu ekor yang panjang dan berwarna kuning keemasan sehingga dijuluki burung surga besar. Cenderawasih merupakan jenis yang terancam akibat perburuan. Padahal Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES) telah memasukkan semua spesies dari famili Paradisaeidae ini ke Apendiks II.

Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) juga menempatkan cenderawasih kuning besar ke Daftar Merah Spesies Terancam dengan status risiko rendah (LC) dengan tren populasi menurun. Adapun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menetapkan semua jenis cenderawasih sebagai satwa yang dilindungi. Namun pelbagai upaya pelindungan itu nyaris tak berguna lantaran penyelundupan terus berlangsung.

Makassar menjadi kota pengepul dalam perdagangan satwa liar ilegal ini. Jalur perdagangannya biasanya dimulai dari daerah-daerah yang memiliki satwa liar endemis. Dari Makassar, satwa selundupan itu dikirim ke Surabaya sebagai pelabuhan ekspor. Satwa ilegal itu lantas diperdagangkan ke luar negeri, seperti Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Cina.

Selain lewat Surabaya, satwa diselundupkan ke luar negeri melalui Manado, Sulawesi Utara. Dari sana kemudian satwa dibawa ke Pulau Sangihe, lalu masuk ke Filipina dan diperdagangkan ke tujuan akhir di Vietnam dan Cina. “Kalau ekspor ilegal di Sulawesi tempatnya di Manado dan itu pakai kapal besar,” ujar pedagang satwa liar yang menggunakan nama samaran Randi ketika ditemui di Makassar, Jumat, 17 Mei 2024. 

Bekas kurir perdagangan satwa liar yang mengaku bernama Andre bercerita, penjualan secara ilegal acap kali melibatkan aparat penegak hukum. Asal satwa yang diperjualbelikan itu adalah Papua dan Maluku. “Penjual dan pembeli melakukan transaksi lebih dulu, lalu barang diantarkan,” ucap Andre, 32 tahun, yang ditemui di sebuah warung kopi di Makassar, 23 November 2023.

Menurut Andre, banyak penjual yang menyelundupkan satwa ke Makassar. Misalnya Mahendra, yang memasok biawak Papua dan ular beludak Australia (death adder). Pemain lain, kata dia, bernama Andi Fadhil, yang menyelundupkan kakatua jambul kuning dan burung paruh bengkok lain serta walabi. Ketika tim kolaborasi liputan ini meminta konfirmasi melalui akun Facebook dan WhatsApp milik Mahendra dan Andi Fadhil, keduanya menampik. Mereka mengatakan tim salah sambung. 

Saat masih menjadi kurir, dua tahun lalu, Andre mengaku pernah mendatangi tempat penyimpanan satwa liar di Makassar. Di situ terdapat 40 ekor biawak asal Papua yang bisa berdiri itu. Satwa tersebut diperdagangkan Rp 300 ribu per ekor. “Diperebutkan itu. Saya pernah ambil sepuluh ekor Varanus salvadori (biawak Papua) dan kakatua,” tutur Andre.

Menurut Darmawan, pencinta satwa yang ditemui Tempo, perdagangan satwa ilegal di Makassar sulit dihentikan karena banyak yang terlibat, tak terkecuali polisi dan tentara. Mereka menyelundupkan satwa endemis dari kawasan timur Indonesia, kemudian memperdagangkannya ke luar negeri. “Saya kasihan lihat satwanya,” kata Darmawan, warga Kecamatan Manggala, Kota Makassar, yang menyebut perlakuan pedagang satwa liar itu sangat tak ramah binatang. 

•••

PENYELUNDUPAN satwa liar bermula dari pemburu di daerah satwa endemis seperti Maluku dan Papua. Satwa buruan kemudian dikirim kepada penjual di Makassar lewat jalur laut. Untuk sampai di Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar, penjual bekerja sama dengan anak buah kapal. Setiba di Makassar, satwa liar itu langsung disambut kurir.

Satwa yang diselundupkan ini sudah dikemas rapi dalam kardus dan paralon. Adapun mamalia kecil dimasukkan ke keranjang plastik buah. Jika satwa hendak dikirim ke luar negeri, si pedagang akan berkomunikasi melalui perantara di Pulau Jawa. Mereka bekerja sama dengan sopir truk yang ada di dalam palka kapal laut.

Satwa yang telah dikemas dalam kardus itu diletakkan di samping sopir, kemudian ditutupi kain. Hal itu bertujuan memudahkan sopir memberi makan satwa selundupan selama perjalanan menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Selanjutnya, sopir akan berkomunikasi dengan penjual melalui telepon. Agar truk yang membawa satwa itu diketahui, sopir diminta memberikan nomor pelat kendaraannya.

Cara lain mengekspor satwa liar selundupan adalah lewat Manado. Seperti yang dilakukan Melvin Bulatag alias Jimmy, 61 tahun. Warga yang beralamat di Aertembaga Satu, Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung, Sulawesi Utara, ini adalah terduga pelaku penyelundupan burung paruh bengkok ke Filipina. Ia sempat ditahan di Kepolisian Resor Sangihe, Sulawesi Utara. 

Saat tim kolaborasi mendatangi rumah Jimmy, ada perempuan bernama Vivi Rorong. “Begitu dapat kabar Jimmy ditahan polisi, saya langsung cari tahu keberadaannya. Dan sekarang sudah bebas,” ujar Vivi di teras rumahnya, 22 Oktober 2023. Vivi mengatakan Jimmy dan hewan sitaan telah dilepas karena ia berhasil melobi petinggi di Kepolisian Daerah Sulawesi Utara. Apalagi Vivi mengklaim memiliki dokumen dari tempat karantina. 

Kepala Kepolisian Resor Sangihe Ajun Komisaris Besar Dhana Syahputra menyatakan Jimmy dibebaskan karena statusnya masih saksi. “Sudah dilepas. Kami sudah komunikasi juga dengan Konsulat Filipina,” tutur Dhana, 22 Oktober 2023.

Penyelundup satwa ke Filipina lainnya adalah Bagas. Ia spesialis pelintas batas. Bagas menceritakan pengalamannya yang sering membawa burung dilindungi masuk ke Filipina secara ilegal. Beberapa di antaranya kakatua jambul kuning dan nuri.

Burung kakatua yang diselundupkan dari Maluku lewat jalur laut, di Makassar, Sulawesi Selatan, Desember 2023. Istimewa

Bagas bertugas menjemput satwa selundupan itu di Pelabuhan Tahuna, lalu membawanya ke Pulau Tinakareng, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Selanjutnya, ia bertolak ke Filipina menggunakan perahu katir atau pump boat. “Enam bulan lalu saya bawa burung ke Filipina,” ucap Bagas saat ditemui di Pelabuhan Petta, Kecamatan Tabukan Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe. 

Ia menyadari bahwa menyelundupkan satwa ilegal berisiko tinggi, lantaran harus berhadapan dengan militer dan penegak hukum serta ancaman gelombang laut. Terlebih para pelintas batas ini harus menempuh perjalanan selama 12 jam menggunakan perahu katir saat membawa satwa masuk ke wilayah Mutiara Laut—julukan Filipina. Acap kali mereka berharap datang cuaca buruk agar petugas tidak berpatroli. 

•••

GRUP WhatsApp bernama “Pasar Hewan Sulawesi” merupakan wadah perdagangan satwa liar yang paling marak. Pelbagai jenis satwa ditawarkan di grup tersebut. Para penjual hanya perlu mengunggah foto satwa yang hendak diperdagangkan. Bila ada orang yang berminat, jual-beli pun terjadi.

Pembeli biasanya wajib mengirim uang ke rekening bersama. Rekening bersama itu bernama Laila Raden. Pemilik rekening bertindak sebagai pihak ketiga dan bertugas mengabari pemilik satwa agar mengirim pesanan jika uang telah ditransfer. Pembeli diberi kesempatan mengecek ketika hewan yang dipesan tiba.

Bila pembeli sepakat atas satwa ilegal yang didapat, pemilik rekening akan menyetorkan uang kepada penjual. “Rekening bersama ini berfungsi bila transaksinya lintas pulau untuk mencegah penipuan,” kata seorang bekas penjual satwa ilegal yang tidak mau mengungkap identitasnya. Pembeli yang sudah menjadi pelanggan—tergabung dalam jaringan besar perdagangan satwa dilindungi—dapat melakukan transaksi secara langsung dengan penjual.

Para pedagang biasanya memakai kode untuk membangun komunikasi dengan pembeli di media sosial. Tujuannya adalah menghindari tindakan pemblokiran dari otoritas media sosial. Misalnya frasa “jual” diganti “JU4L”. Juga mengubah nilai mata uang dengan huruf, misalnya Rp 100 ribu diganti A, Rp 50 ribu menjadi B, dan Rp 25 ribu menjadi C. “Sehingga A5 itu berarti Rp 500 ribu,” ujar salah satu penjual.

Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi serta Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan tidak pernah melirik Makassar sebagai target operasi. Padahal tempat itu menjadi salah satu koridor terbesar perdagangan satwa ilegal selama bertahun-tahun. Bahkan di sana didapati banyak pembeli dan kolektor.

Kolektor acap kali menyaru dengan membentuk komunitas pencinta satwa. Tujuannya agar tidak terendus penegak hukum. Komunitas ini dibangun untuk merawat jaringan sekaligus tempat mencari pelanggan. Modusnya, mereka kerap membuat kontes satwa legal yang dibuka untuk publik. Kegiatan itu digelar dengan menggandeng pemerintah setempat.

Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun, mengklaim sudah berusaha memburu pelaku perdagangan satwa liar ilegal. Pada 2023, enam kasus disidik dan perkaranya telah dilimpahkan ke kejaksaan. Ia mengaku belum mengetahui bahwa Makassar menjadi pusat perdagangan satwa dilindungi. “Beri tahu kami bila ada perdagangan satwa liar,” tuturnya pada 23 Februari 2024.

Aswin tak memungkiri jika Makassar disebut menjadi tempat transit penyelundupan satwa liar, khususnya beberapa jenis burung langka yang berasal dari wilayah timur Indonesia. Satwa yang ditangkap dikirim ke Pulau Jawa dan beberapa tempat lain. Misalnya, pada Februari 2024, tim Aswin menangkap dua pelaku perdagangan satwa di Kota Makassar.

Dua pelaku yang dimaksud Aswin berinisial SJ, 47 tahun, dan FN, 22 tahun, yang kini berstatus tersangka. Dari tangan mereka ditemukan 56 ekor burung dari pelbagai jenis. Satwa ini berasal dari Kabupaten Tojo Una Una, Sulawesi Tengah. Hewan dikirim menggunakan mobil milik SJ menuju Makassar. Rencananya burung-burung yang dilindungi ini bakal dijual di Facebook.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan Jusman mengakui masalah perdagangan satwa ilegal menjadi tak terbendung. Kata dia, pelbagai jenis satwa yang diselundupkan berasal dari garis Wallace dan Papua. “Makanya kami lakukan sosialisasi bersama stakeholder, termasuk Polisi Militer Angkatan Laut pada Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut VI Makassar,” ucap Jusman pada 9 Maret 2024.

Jusman mengaku sejumlah informasi yang diterima mengindikasikan seolah-olah ada banyak orang yang terlibat. Namun, untuk mengusutnya, dia tetap berpatokan pada mekanisme prosedur yang berlaku terkait dengan kecukupan alat bukti. Dia berharap masyarakat ikut membantu dengan melapor kepadanya bila mendapati perdagangan ilegal satwa dilindungi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Liputan ini bagian dari kolaborasi Tempo bersama Mongabay Indonesia, Jaring.id, Zonautaracom, Kalesang.id, dan Garda Animalia melalui program Bela Satwa Project. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Makassar Pasar Gelap Satwa Lindung"

Didit Hariyadi

Didit Hariyadi

Kontributor Tempo di Makassar, Sulawesi Selatan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus