Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Persahabatan Itu Pun Retak

Tiga ekor gajah ditembak mati di desa Sukabumi, Solok, Sumatera Barat. Kawanan gajah itu mengobrak-abrik desa dan merusak tanaman penduduk. Diduga akibat habitatnya semakin dirusak.

17 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDUDUK Desa Sukabumi di Kabupaten Solok, Sum-Bar, sejak lama bergaul akrab dengan gajah. Bila hewan itu melewati desa mereka, penduduk beramai-ramai keluar rumah sekedar melihat dan, meski tak diucapkan, menyampaikan "selamat datang." Bahkan biasanya penduduk memberi makanan, ungkap Sutresna Wartapura, Wakil Kepala Sub Balai PPA Sum-Bar. Menurut Kepala Desa Sukabumi M. Sarjan, persahabatan begitu sudah kental "sejak desa ini dihuni". Tapi tiba-tiba persahabatan itu reak. Pertengahan bulan lalu, 14 ekor gajah memasuki desa itu dan menghancurkan 8 rumah penduduk. Bahkan menjelang akhir September, berulang kali kawanan gajah itu kembali mengamuk kampung di Nagari Lubuk Gadang, Kecamatan Sangir itu. Akibatnya 64 rumah hancur dan tanaman di kebun dan ladang rusak berantakan hingga kerugian ditaksir mencapai Rp 20 juta. Seorang penduduk bernama Jumini tewas diinjak gajah itu. Sebetulnya Jumini, perempuan dng berusia 42 tahun itu, dikenal penduduk kampung itu sebagai kurang waras. Ketika gajah sedang mengamuk, 20 September lalu, Jumini tidak iri bersama penduduk lainnya. Ia bahkan menghampiri kawanan gajah itu dan memukulnya dengan sepotong kayu. Langsung saja tubuhnya dililit belalai binatang mengamuk itu dan dihempaskan ke tanah. Kemudian tubuh wanita yang malang itu diinjak sampai mati. Dua Pemburu warga kampung itu pun panik. Apalagi setelah segala cara tradisional, seperti memukul kentongan dan menyalakan obor, tak berdaya menghalau gajah itu. Akhirnya terpaksa penduduk Desa Sukabumi itu diungsikan ke mess PU di Sikijang, sekitar 10 km dari desa itu. Amukan binatang itu diduga akibat rusaknya habitat, tempat satwa yang dilindingi itu hidup. Sehingga menurut Ir. Purba, Kepala Bagian Pembinaan dari Dinas Kehutanan Provinsi Sum-Bar, gajah itu merasa rute tetap perjalanannya telah "dirampas". Hewan-hewan itu lebih marah lagi setelah mengetahui Lubuk Gajah, tempat mereka biasa santai berkubang, sesuai dengan namanya, telah dirusak pula. Kawanan gajah itu berasal dari kawasan Gunung Patah Sembilan, 20-30 km di barat Sukabumi. Menurut Purba, daerah itu masih termasuk Cagar Alam Indrapura, yang hutannya memanjang di perbatasan Provinsi Sum-Bar dengan Provinsi Jambi. Tiap tahun kawanan gajah itu lewat dekat Desa Sukabumi dalam perjalanan mereka menuju kawasan hutan sekitar Gunung Tujuh di arah selatan dan timur. Long March gajah itu menjangkau jarak sepanjang 40 km. "Jalur perjalanan itusudah tetap," ujar Purba. "Secara naluri itulah yang selalu ditempuh mereka." Dalam perjalanan itu, kawanan gajah biasanya singgah di Kubangan Gajah atau Lubuk Gajah, sekitar 5 km di selatan Desa Sukabumi. Tempat itu sekarang mulai didiami para pendatang, transmigran lokal yang merambah hutan seluas 200 ha untuk peladangan. Sampai pertengahan uhun ini, sudah 60 KK, berasal dari Jawa dan Tapanuli, menghuni tempat itu. Desa Sukabumi sendiri terletak di pinggir hutan Suaka Margasatwa Gunung Indrapura. Dari Solok, ibukota kabupaten itu, jaraknya sekitar 60 km. Penduduk desa yang berjumlah sekiur 3000 jiwa itu, umumnya petani miskin dan sebagian besar menempati bangunan darurat berupa pendangauan. Kawasan hutan suaka margasatwa itu yang tadinya seluas 60 ribu ha, belakangan sudah diperluas berdasarkan SK Dirjen Kehutanan, menjadi 221 ribu ha -- hingga menjadi perbatasan persis dengan Desa Sukabumi. Sebab lain yang merusakkan habitat gajah itu dikemukakan Ir. Pramoe Wasono, Kepala Dinas Kehuunan SumBar. "Pembukaan hutan produksi oleh Inkappa di selatan, juga mungkin jadi sebab," ujarnya kepada TEMPo awal bulan ini. Sekitar 10-15 km di selatan Sukabumi terdapat bagian hutan produksi yang dikuasai PT Inkappa, seluas 6s ribu ha. Meski kawasan Inkappa itu tidak melanggar kawasan hutan Margasatwa Indrapura, tak mustahil rute gajah melintasi juga kawasan hutan produksi tadi. Maklum jangkauan gajah sampai puluhan kilometer, tanpa mengindahkan batas teritorial buatan manusia. Mendengar tentang kemelut gajah di Desa Sukabumi ini, Bupati Solok Drs. Hasan Basri pun turun ke lapangan. Bersama Muspida, Tripida dan staf lainnya, ia mengunjungi desa yang dirundung malang itu. Semula direncanakan mengerahkan pawang. Namun ketika para pejabat Kabupaten Solok Jumat malarn berunding lagi di Desa Sukabumi ini, gajah pun menyerang. Rapat terpaksa dibubarkan dan pesertanya lari cerai-berai. Karuan saja, bupati naik pitam dan memutuskan menembak gajah itu bila mengganggu lagi. KepuNsan itu juga dilaporkan kepada Gubernur Azwar Anas. Dua penembak, Abdulmanan dan Abdullah, keduanya pensiunan polisi disiapkan. Keduanya mengaku sudah menembak 5 ekor gajah dan 150 ekor harimau sejak tahun 50-an. Kedua pemburu profesional itu pun mulai mencari Si Patah Gading, yang diduga menjadi kepala gerombolan gajah ini. Si perusuh itu tak sulit ditemukan. Ketika ia sedang merusak sebuah rumah, langsung saja kedua pemburu ulung itu menembaknya -- dan Si Patah Gading rubuh. Tapi kekuatannya pun ajaib. Tak lama kemudian ia bangun lagi dan sempat melarikan diri. Terpaksa Abdul Manan dan Abdullah mengejarnya. Dalam pengejaran itu gajah lain yang kebetulan dijumpai, tak terhindar dari amukan kedua pemburu itu. Berturut-turut dua ekor gajah dewasa rubuh, ditembak dengan prinsip, "apa yang tampak gajah, minta mati". Bahkan seekor anak gajah yang mencari induknya, ditembak kedua pemburu bengis itu pula. Kematian gajah itu memang disambut gembira sebagian penduduk yang mengikuti dari belakang. Ramai-ramai mereka membongkar bangkai gajah itu. Ada yang mengambil dagingnya untuk umpan meracun babi hutan, ada yang mengambil tulangnya dan tentu saa ada pula yang mengejar gadingnya. Tapi tak sedikit pula penduduk yang merasa cemas. Sebab tak mustahil, justru karena pembantaian itu, kawanan gajah akan semakin mengamuk. Itu pernah terbukti ketika beberapa waktu lalu seekor gajah tertembak di Lampung Tengah. Akibatnya, rekanrekan hewan itu bertambah mengannuk. Rurnah dan ladang penduduk sekitar menjadi sasaran. Pekan lalu kembali sekawanan gajah merusak ladang penduduk di Kampung Raja sasa Lama, Lampung Tengah itu. Kampung itu terletak sekitar 7 km dari perbatasan kawasan- hutan Suaka Margasatwa Way Kambas. Menurut Rohadi, Kepala Kampung Raja sasa Lama, hampir 40 ha ladang rakyat hancur dan satu rumah habis terbakar. Ketika gajah datang dan menghancurkan rumah itu, kebetulan ada lampu tempel yang masih menyala di dalamnya. Kawanan gajah itu diperkirakan berasal dari hutan Suaka Margasatwa Way Kambas. Diduga mereka juga merasa tersingkir akibat semakin rusaknya habitat mereka karena desakan manusia. Hutan itu dihuni berbagai jenis satwa, termasuk sekitar 53 ekor gajah. sahkan dikandung rencana meningkatkan Kawasan Pelestarian Alam itu menjadi Taman Nasional. "Tapi kalau penduduk yang kini menduduki hutan Suaka Margasatwa Way Kambas itu tak segera dipindahkan, rencana pemerintah itu sulit tercapai," ujar Ir. Syarif Bastaman, Kepala Sub Balai Kawasan Pelestarian Alam Way Kambas. Sejak 1962 di lokasi hutan itu bermukim sekitar 850 KK, mencakup lebih 3000 jiwa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus