Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Trend Asia, lembaga sipil bidang bidang transformasi energi, menilai Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Purwakarta, Jawa Barat, berpotensi mengusik biota perairan. Direktur Eksekutif Trend Asia, Yuyun Indradi, mengatakan panel surya terapung bisa mempengaruh isi waduk Ciratai yang sebetulnya merupakan ekosistem akuatik darat. “Penempatan floating solar panel menghalangi cahaya ke air dan mengganggu proses alami yang terjadi di waduk,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan luas lebih dari 200 hektare, kapasitas PLTS Terapung Cirata menembus 193 megawatt (MW). Saking besarnya, sampai meliputi tiga wilayah, yaitu Purwakarta, Cianjur, dan Bandung Barat, proyek ini dirancang untuk memasok listrik ke Pulau Jawa dan Bali. Saat disahkan pada November 2023, pemerintah mengklaim proyek panel solar di Waduk Cirata sebagai sebagai PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara.
Menurut Yuyun, besarnya panel surya terapung bisa menghalangi fotosintesis fitoplankton yang seharusnya menghasilkan oksigen. Hal itu bisa menembulkan efek domino penurunan kandungan oksigen di Waduk Cirata. Kalau berlangsung lama dan meluas, sekumpulan organisme perairan yang membutuhkan paparan matahari langsung akan mati dan meningkatkan kandungan nitrogen di air.
Senada, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Hadi Priyanto, pun menyebut soal risiko gangguan biota karena tertutupnya sinar matahari. Belum ada potensi limbah dari komponen panel, asalkan pemerintah bisa menjamin kualitas teknologi tersebut. Menurut Hadi, logam pada bingkai panel PLTS Terapung Cirata harus didesain tahan karat. Logam itu seharusnya tahan hingga 20-30 tahun, terutama karena dipasang di danau air tawar, bukan air laut yang lebih beresiko korosif. “Asalkan tidak terjadi kerusakan, seperti kaca yang pecah.”
PLTS Terapung Cirata sedang menjadi salah satu proyek energi baru terbarukan (EBT) yang utama. Dalam salah satu sesi debat Pemilihan Presiden pada 21 Januari lalu, PLTS Cirata diungkit calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, sebagai contoh transisi energi hijau yang layak dicontoh. “Kita tidak boleh lagi (ada) ketergantungan pada energi fosil,” ucapnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, sebelumnya mengatakan kapasitas PLTS Terapung Cirata bisa berkembang hingga 1,2 gigawatt peak (GWp), jika memanfaatkan 20 persen dari luas total Waduk Cirata. Proyek itu diklaim akan berkontribusi terhadap net zero emission atau target emisi bersih sebesar 245 gigawatt jam (GWh) per tahun, serta mengurangi emisi sebesar 214 ribu ton karbondioksida per tahun.
"PLTS Terapung Cirata akan menjadi etalase percepatan transisi energi dalam mendukung pencapaian menuju net zero emission (NZE)," kata Arifin Tasrif melalui keterangan pers, Kamis, 9 November 2023.
Baca ulasan yang lebih mendalam mengenai potensi limbah PLTS dalam Laporan Premium Tempo