Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Donggala - Yayasan Konservasi Indonesia dan Jala meresmikan proyek Climate Smart Shrimp Farming (CSSF) di Desa Lalombi, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Rabu 19 Februari 2025. Proyek dengan konsep tambak udang yang tak hanya produktif tapi juga berkelanjutan ini diklaim sebagai yang pertama di Asia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Climate Smart Shrimp Farming menggabungkan antara sistem pengelolaan tambak dengan ekosistem kunci seperti mangrove sebagai bagian yang tidak terpisahkan," kata Ocean Program Director Konservasi Indonesia Budiati Prasetiamartati di Desa Lalombi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Budiati, pendekatan CSSF memberikan penekanan terhadap seberapa luas tambak yang dipakai, seberapa luas area mangrove yang dilindungi, dan bagaimana konektivitas serta jasa lingkungan bisa terbentuk. Proyek di Desa Lalombi itu membuat budidaya tambak di areal seluas 6,5 hektare berdampingan dengan 3,5 hektare mangrove.
Area tambak udang dan mangrove dalam Proyek Climate Smart Shrimp Farming di Desa Lalombi, Sulawesi Tengah, 19 Februari 2025. Dok. Konservasi Indonesia/Hanggar Prasetio
Menurut desain yang dibuat, air intake dari laut dipompa untuk mengisi kolam-kolam tambak yang ada. Usai sekali siklus budidaya, air akan dibuang kembali ke laut melalui instalasi pengolahan air limbah dan area mangrove terlebih dulu untuk memperkuat proses netralisasi.
Harapannya, kata Budiati, "dapat membantu menjaga peningkatan dan atau stabilitas produksi udang secara berkelanjutan." Selain juga membantu memupuk proses restorasi mangrove itu sendiri dari luasan saat ini yang seluas 0,24 hektare.
Penelitian akan dilakukan paralel untuk lebih memastikan dampak-dampak tersebut. Proyeksi sementara oleh Konservasi Indonesia, jika penanaman seluas 3,5 hektare berhasil, total karbon yang dapat diserap oleh mangrove mencapai 14 kali lipat dari kondisi eksisting.
Dalam penjelasannya, Chairman Jala Aryo Wiryawan menyatakan, dari 6,5 hektare areal tambak yang akan dibangun, hanya 3,2 hektare yang berupa kolam berisi udang. Sisanya dialokasikan untuk pembangunan kolam labirin dan juga kolam IPAL sebagai pengolahan air masuk dan ke luar.
Proyek pilot CSSF ini seluruhnya berdiri di atas lahan seluas 12 hektare dengan total investasi yang ditanamkan Jala senilai 1,2 juta dolar. Menurut Aryo, CSSF berbeda dari tambak intensif pada umumnya yang hanya memaksimalkan kolam. "Apa yang kami lakukan adalah juga alokasi sebagian lahan untuk mendapatkan daya dukung lingkungan," katanya sambil menambahkan, "Kalau berhasil, ini akan menjadi percontohan tambak yang berkelanjutan."
Aryo mengharap dukungan dari masyarakat agar proyek berjalan aman dan lancar. Hari ini, saat peresmian dilakukan, disertai penanaman di lokasi restorasi mangrove. Sebanyak 4 dari 7 kolam tambak yang sudah dibangun telah terisi benur. "Total kami akan tebar 3,5 juta untuk siklus pertama," kata Aryo.