Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGGUNAAN rumpon dasar dari ban bekas di perairan Indonesia dimulai pada 1985. Namun baru pada 2003 pemakaiannya dikenal luas oleh nelayan di laut Jawa. Ini disebabkan minimnya hasil tangkapan mereka akibat rusaknya tempat-tempat berlindung ikan di dasar laut. Kerusakan tersebut dipicu oleh penggunaan mini-trawl atau jaring arad yang menyapu dasar perairan.
Sejak pertama kali diperkenalkan, bentuk rumpon dari ban bekas itu mengalami beberapa kali perubahan. Awalnya, rumpon dibangun dengan menggunakan ban bekas yang masih utuh. Lalu pada 2003, hanya rangka kawat yang terbungkus dengan ban yang digunakan. Selanjutnya hanya ringnya yang dipakai untuk membentuk rumpon, sehingga ruang gerak ikan dalam rumpon makin besar.
Bingkai ban bekas tersebut disusun dan dirangkai dengan senar. Agar tahan guncangan gelombang, pada bagian dasar rumpon disertakan beberapa ban bekas utuh yang di dalamnya diisi beton. Rumpon adalah alat bantu pengumpul ikan yang hidup di dasar perairan (demersal) seperti udang, cumi, dan ikan kecil lainnya. Karena itu disebut rumpon dasar.
Rumpon juga berfungsi sebagai tempat pemijahan ikan dan udang yang sudah dewasa serta perlindungan bagi telur dan larva (anak udang). Dengan adanya rumpon dasar tersebut, ikan, udang, dan cumi akan tertarik dan berkumpul di sekitar maupun di dalam rumpon, sehingga nelayan akan mempunyai tujuan yang pasti dalam menangkap ikan.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat satu modul rumpon ban bekas sekitar Rp 1,5 juta.
Firman Atmakusuma, Sohirin (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo