BANJIR sudah biasa bagi wilayah Tulungagung, Jawa Timur. Hampir
sepertiga wilayah itu jadi langganan air bah pada setiap musim
hujan. Namun bencana seperti yang terjadi tiga tahun lalu di
sana demikian luar biasa hingga diusutlah penyebabnya. Bahkan
mereka yang dituduh menjadi biang-keladinya sudah diseret ke
pengadilan setempat yang kemudian menjatuhkan hukuman luar biasa
pula beratnya.
"Saya terkejut," ujar Supratikno Suryowinoto (d/h Tan Hau Tik)
yang dijatuhi hukuman 5 tahun 6 bulan. Supratikno, Direktur PT
Menthol, bersama pembantunya, Lie Tiang Lok, kelihatan lesu
seusai sidang pengadilan 20 September itu. Lie sendiri dapat
hukuman 3 tahun.
Soemarno P. Wiryanto, pembela terkenal yang mendampingi mereka,
juga kaget. Sudah sering koran memberitakan hal banjir, katanya
pada Latief Soenaryo dari TEMPO, "baru sekarang ini ada yang
harus mempertanggungjawabkannya secara hukum."
Banjir yang berakibat hukum tadi terjadi 13 Nopember 1976.
Sedikitnya 10 desa di kecamatan Kauman tergenang air yang
menewaskan 16 orang dan melukai lebih 500 lainnya. Kerugian
rumah, ternak dan tanaman ditaksir mencapai hampir Rp 450 juta.
Hujan ketika itu memang deras tapi curahannya, menurut fakta
yang disampaikan ke pengadilan, "hanya 50%" dari yang pernah
tertinggi selama periode 1955-68, atau hanya menempati ranking
ke-12' dari urutan curah hujan yang paling hebat dalam kurun
waktu itu.
Pengadilan Tulungagung itu menarik kesimpulan bahwa adalah
penebangan hutan secara liar terutama sekali yang menyebabkan
banjir besar tadi. PT Menthol dalam hal ini dinyatakannya
terbukti bersalah.
Tuding-menuding
PT Menthol semula rupanya menyewa suatu areal hutan seluas 300
hektar dalam suatu perjanjian kerjasama dengan PT Mojopahit
Kencana. Ada rencana mereka untuk menanam pohon menthol di sana.
Karena mengira semua sudah sip, maka direksi PT Menthol tahun
1976 itu mulai membabat hutan Besowo. Ternyata penebangan itu
tanpa izin Perhutani, bahkan sudah merembes ke hutan lindungan
yang menjadi wewenang Perhutani. Mengetahui hal ini, ketika ada
pejabat dari Surabaya melakukan inspeksi di tempat, Perhutani
bertindak. Tapi penebangan sudah terlanjur mencakup 56,2 hektar.
Antara PT Menthol dan PT Mojopahit Kencana sementara itu terjadi
tuding-menuding mengenai kealpaan meminta iin resmi. Kebetulan
sudah dikenal di Tulungagung bahwa "orang-orang dalam" Perhutani
berada dalam PT Mojopahit itu. Sedang Dir-Ut Soetadji dari PT
Mojopahit juga menjabat komisaris PT Menthol. Adalah Soetadji
yang menyetujui pembukaan hutan Besowo itu.
Namun pihak PT Menthol saja yang baru diperkarakan. Karena PT
Menthol yang jelas terbukti mengerahkan orang menebang hutan
itu. Akibatnya, lereng pegunungan Wilis menjadi gundul.
Pohon-pohon yang di lereng itu sudah tidak bisa lagi menghambat
air ketika hujan deras tiba.
Penduduk desa selama ini sudah sering membabat hutan yang
kemudian mengakibatkan banjir. Tidak ada perkara untuk mereka.
Tapi penebangan liar oleh suatu perusahaan ternyata mulai
dianggap serius soalnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini