Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Selamatkan oki-no-torishima

Pulau oki-no-torishima yang terdiri dari dua buah batu terancam tenggelam. jepang berusaha menyelamatkannya dengan membangun sabuk pengaman. kedua batu bungkus dengan semen. memakan dana 30 milyar yen.

12 Desember 1987 | 00.00 WIB

Selamatkan oki-no-torishima
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PEMERINTAH Jepang cemas. Oki-No Torishima (Pulau Burung yang Jauh dari Pantai), yang terletak dua ribu kilometer selatan Tokyo, terancam tenggelam dan musnah. Akibatnya, Jepang bisa kehilangan wilayah teritorialnya sepanjang 200 mil di seputar pulau itu. Tidak hanya itu. Wilayah laut perikanan Jepang sekitar pulau itu -- seluas 400 ribu km2 -- serta hak penambangan mineral di kawasan itu bisa lenyap pula. Oki-No-Torishima, meski disebut pulau, sebetulnya cuma berupa dua buah batu yang berada di atas sebuah atol yang luasnya 4,5 x 1,7km. Masing-masing berukuran lebar 4,6 meter dengan tinggi 1,6 meter serta 2,7 .003 1,3 meter. Di waktu pasang naik, kedua batu itu hanya muncul 30 sampai 50 cm di atas permukaan laut. Jarak kedua batu itu sekitar satu kilometer. Ini hasil penelitian Badan Keamanan Maritim Jepang (Kaijo Hoancho) September silam. Padahal, lima tahun yang lalu, penelitian serupa menunjukkan masih ada empat batu di atas atol tersebut. Rupanya, gempuran ombak Samudra Pasifik yang terkadang mencapai tinggi 20 meter telah mengikis dan menghancurkan dua dari empat batu tadi. Maka, pemerintah Jepang pun sibuk. Sebuah operasi penyelamatan yang memakan biaya 30 milyar yen (sekitar Rp 380 milyar) disiapkan untuk membangun semacam sabuk pengaman di sekeliling kedua batu tersebut. Sabuk pengaman dianggap penting, mengingat kedua batu alam itu menjadi batas daerah teritorial Jepang paling selatan. Menurut perjanjian batas laut teritorial internasional, syarat suatu pulau adalah tidak tenggelam pada waktu laut pasang. Apabila kedua batu itu nanti tenggelam, tak dapat lagi Oki-No-Torishima disebut sebagai pulau. Kini, meski kedua batu itu kian terkikis oleh laut, dan cuma beberapa puluh senti nongol di atas laut, Jepang masih dapat memproklamasikan wilayah laut perikanan di sekitarnya yang seluas 400 ribu kilometer persegi sebagai haknya. Bagi Jepang, yang rakyatnya suka makan ikan dan tanahnya miskin akan sumber alam, kehilangan wilayah seluas itu dengan cara apa pun harus dihindarkan. Untuk mengamankan wilayah itulah operasi penyelamatan itu dilakukan. Secara administratif, Pulau Burung itu termasuk dalam wilayah Desa Ogasawara di bawah Ibu Kota Tokyo. Rencana memperkuat pulau ini sebenarnya sudah lama dipikirkan. Pada 1939 pemerintah pernah mengirimkan bahan bangunan senilai lima juta yen dengan kapal laut untuk pembangunan fondasi sekeliling pulau itu. Pembangunan itu rampung pada 1941. Tapi pecahnya Perang Dunia II membuat pembangunan seterusnya terbengkalai. Meski beberapa puluh tahun telah berlalu, fondasi itu rupanya masih cukup kuat. Kata seorang kolonel dari Lembaga Penelitian Pertahanan Jepang (Boeicho) pada TEMPO, "Beberapa tahun lalu, fondasi beton berbentuk salib di sekitar pulau itu masih tampak bila dilihat dari atas pesawat terbang." Pasukan Bela Diri Jepang (Kaijo Jieitai) secara rutin memang menerbangkan pesawat patrolinya di seputar pulau itu. Ini dilakukan dalam rangka pengamatan terhadap kapal-kapal Soviet yang biasa berkeliaran di situ. Untuk menyelamatkan ratusan ribu kilometer wilayahnya, pemerintah Jepang agaknya tidah setengah-setengah. Sabuk pengaman itu akan dibangun oleh Departemen Konstruksi Jepang (Kensetsu-sho) Pembangunannya akan dimulai awal 1988, dan diperkirakan selesai dalam tiga tahun. Cara pengamanan ini unik, dan konon belum pernah dilakukan di belahan dunia mana pun. Menurut rencana, kedua batu itu akan dibungkus dengan semen istimewa. Langkah pertama adalah melingkungi masing-masing batu dengan blok antiombak, terbuat dari besi, dengan diameter 50 meter. Kemudian sebelah dalam lingkaran blok besi itu diisi dengan beton istimewa khusus untuk konstruksi dalam laut. Semakin dekat pada batu yang terletak di tengah, bagian beton itu kian tinggi. Di tempat seputar batu itu tingginya sekitar satu meter dari permukaan laut. Membangun sabuk pengaman di tengah deru dan hantaman Samudra Pasifik yang ganas tentu saja sulit. "Kami belum berpengalaman membangun suatu konstruksi dalam keadaan alam yang begitu hebat," ujar seorang pejabat dari Departemen Konstruksi di Jepang. Ia belum dapat membayangkan akan mengalami kesulitan macam apa nantinya. Ia juga belum dapat mengetahui secara pasti jumlah tenaga kerja yang akan dimobilisas dalam usaha penyelamatan kedua pulau itu, serta jumlah kapal yang harus dikerahkan. "Karena begitu jauhnya dari daratan Jepang, tentu para pekerja itu harus menginap di atas kapal selama pembangunan berlangsung," katanya. Seberapa jauh kekuatan sabuk pelindung batu itu dari tamparan gelombang Samudra Pasifik? "Kami sebenarnya tidak tahu berapa Iama pelindung itu tahan gelombang. Namun, kami menggunakan teknologi dari konstruksi secara maksimum. Tentu saja kami ingin agar pengaman itu akan tahan selamanya," kata pejabat tadi. Buat Jepang, pembangunan itu dianggap tak akan sia-sia. "Mana mungkin wilayah seluas 400 ribu kilometer persegi dibeli dengan biaya 30 milyar yen ? Itu 'kan murah sekali," kata pejabat tersebut. Agus Basri (Jakarta) dan Seiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus