Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Siaga Satu di Jalan Sudirman- Thamrin

Pelebaran jalan memperburuk kualitas lingkungan Jakarta.

27 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap jam makan siang, Esra Simatupang lebih suka di kantor saja. Karyawati perusahaan retail jam tangan di bilangan Jalan Jenderal Sudirman ini mengaku sudah sebulan terakhir malas makan siang di luar kantor karena ”di luar nggak bisa napas”.

Penyebabnya adalah pelebaran jalur cepat di ruas jalan Sudirman-Thamrin yang dilakukan dengan mengupas pembatas antara jalur cepat dan jalur lambat. Proyek senilai Rp 30 miliar yang dimulai awal November itu membuat kemacetan di jalan protokol tersebut menjadi-jadi dan udara makin pekat oleh polutan.

Namun, inilah cara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengurai kemacetan di Sudirman-Thamrin setelah adanya busway. Ketika proyek ini selesai pada akhir Desember, jalur cepat di jalan itu bakal terdiri atas tiga lajur.

Gubernur Sutiyoso yakin betul dengan solusi ini, tetapi para aktivis lingkungan tidak merasa yakin. ”Sudirman-Thamrin siaga satu,” ujar Nirwono Joga, Ketua Kelompok Studi Arsitektur Lansekap Indonesia.

Galau oleh dampak buruk pelebaran jalan itu, para aktivis lingkungan hidup yang tergabung dalam Kaukus Lingkungan Hidup mengadukan Gubernur Sutiyoso ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Tuduhan mereka serius: Gubernur melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup dan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta.

Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Jakarta, Slamet Daryoni, pelebaran Sudirman-Thamrin kontradiktif dengan tujuan mengurangi kemacetan dan pencemaran udara di Jakarta. ”Di satu sisi ingin mengurangi pencemaran, tapi malah mengurangi ruang terbuka hijau,” ujar Slamet, anggota kaukus itu.

Proyek itu memang menciutkan ruang terbuka hijau Jakarta secara signifikan. Sungguhpun lebar pembatas yang dikupas tak lebih dari satu meter, untuk setiap kilometer berarti 1.000 meter persegi lahan terbuka yang berubah jadi jalan aspal. Untuk Jakarta, angka itu besar karena ruang terbuka hijau tinggal sembilan persen dari luas total 650 kilometer persegi.

Dampaknya, kian sedikit air hujan yang bisa diserap tanah. Padahal, sebelum pelebaran pun, dari setiap satu liter air hujan yang jatuh di Jakarta, cuma 0,1 liter yang terserap. Sisanya jadi banjir.

Fungsi ruang terbuka hijau bukan cuma menyesap air hujan. Setiap daun, setiap dahan, setiap akar sangat berarti. Dan proyek itu menghilangkan sekitar 30-an pohon beringin di jalan protokol itu. Padahal kehadiran pohon itu, kata Slamet, ”Tak tergantikan.”

Untuk mengetahui nilai 30 batang pohon itu, mari simak keterangan Nirwono. Menurut dia, kehilangan pohon di sebuah ruas jalan akan ”menurunkan kualitas lanskap jalan dan kualitas lingkungan kota”.

Kualitas lingkungan berkurang karena tak ada lagi pohon yang berperan menyerap polutan, menjadi pabrik oksigen alami, meneduhkan iklim mikro kota, menahan angin, dan menjadi jalur terbang burung-burung. Ini dari sisi ekologi.

Dari sisi lanskap, setiap pohon merepresentasikan kenyamanan kota. Kenyamanan itu memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan. Sebaliknya, ”jalan yang gersang dan panas gampang memicu stres dan menerbitkan sikap agresif serta anarkistis,” ujar Nirwono.

Ahli lingkungan perkotaan itu berpikir, optimalisasi ruas jalan Jenderal Sudirman-Thamrin menunjukkan bahwa jalan di Jakarta memang hanya untuk kendaraan, bukan untuk manusia serta lingkungan. ”Pengembangan kota berkelanjutan hanya jargon belaka,” cetus Nirwono.

Tapi, Kepala Dinas Pertamanan DKI Jakarta, Sarwo Handayani, berkilah, proyek ini tidak menggunakan ruang terbuka hijau. ”Tak ada ruang terbuka hijau yang hilang,” ujarnya. Pemerintah provinsi, menurut dia, menggunakan ruang terbuka yang dicadangkan untuk perluasan jalan. Dalam bahasa Sarwo, area itu disebut ”ruang manfaat jalan”. Dan kini tiba saatnya ruang itu menjadi bagian dari ruas jalan utama.

Sarwo menjamin tak ada pohon di ruang manfaat jalan yang bakal ditebang. Sekitar 30 pohon beringin yang terpaksa digusur di dekat Bundaran Hotel Indonesia, ujarnya, akan dipindahkan. ”Pemindahannya menggunakan teknik khusus” (lihat infografik).

Sementara itu, sebagian besar pohon di ruas Sudirman-Thamrin tetap aman di tempatnya. Soalnya, menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, Wishnu Subagyo Yusuf, ”Setelah pelebaran, masih ada sekitar 3-4 meter ruang terbuka untuk tempat tumbuhnya pohon itu.”

”Fungsi saluran air pun tetap dipertahankan,” Wishnu menambahkan. Jadi, tak ada alasan untuk menuding proyek itu bakal memicu banjir. Tapi, menyelesaikan kemacetan?

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia, Bambang Susantono, tak yakin lalu lintas di jalan itu bakal lebih lancar. ”Pelebaran jalan bukan solusi untuk mengurangi kemacetan,” ujarnya.

Setelah ruas jalan ditambah, ujar Bambang, pengguna akan berlomba mengisi lajur baru itu. Macet pun kembali terjadi. Khusus untuk proyek pelebaran Sudirman-Thamrin, ia khawatir masyarakat juga akan berpaling dari transportasi umum. Padahal, ”Program busway yang digalakkan Gubernur Sutiyoso justru bertujuan sebaliknya,” kata Bambang.

Nirwono memberikan nasihat lain untuk mengurai kemacetan di ruas ini. ”Prioritaskan fungsi ekologis dan ekonomi,” ujar master lulusan Australian National University itu. Misalnya dengan mengembangkan kawasan pejalan kaki dan pengendara sepeda di kedua sisi jalan. Dengan cara itu, pengguna mobil pribadi yang berkantor di sekitar Sudirman-Thamrin akan terbujuk menggunakan transportasi umum, karena halte dan jalur untuk pejalan kaki sudah nyaman.

DA Candraningrum

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus