Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tanggul raksasa itu sebetulnya dibangun pemerintah untuk mencegah rob yang saban tahun merendam Kota Semarang.
Rob yang muncul berasal dari rembesan bawah tanah karena tanggul tak sepenuhnya dapat menahan laju air.
Masyarakat menduga rembesan air laut itu terjadi karena ada kekeliruan dalam proses konstruksi pembangunan tanggul pada tahap I.
ALUNAN tembang dangdut menemani kesibukan Miskan, 50 tahun, saat memperbaiki perahunya di bantaran tanggul laut dan jalan tol Semarang-Demak pada Selasa, 18 Juni 2024. Lokasi tanggul laut itu tepat di depan rumahnya, yang berada di Rukun Warga 15, Kampung Nelayan Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Mas, Kota Semarang, Jawa Tengah. Seharian itu ia menghabiskan waktu untuk tambal sulam perahu kayu jenis jukung yang mulai rusak dimakan usia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain memasang paku di sana-sini, Miskan mengecat ulang perahunya dengan warna biru. Pada lunas perahu diberi kelir cokelat. Karena kesibukan itu, ia mondar-mandir ke dalam rumah yang berjarak sepelempar batu, tepat di tepi tanggul yang kini menjelma dermaga kapal nelayan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggul raksasa itu sebetulnya dibangun pemerintah untuk mencegah rob yang saban tahun merendam Kota Semarang. Pada 2022, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalokasikan anggaran senilai Rp 386 miliar untuk memasang dinding penahan (sheet pile) sepanjang 3,6 kilometer. Lokasinya mengelilingi Kelurahan Tanjung Mas yang dibagi dalam enam proyek untuk tahap II.
Presiden Joko Widodo sempat meninjau progres pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) itu pada 17 Juni 2024. Ketika itu, Jokowi menjamin tanggul akan menahan banjir rob hingga 30 tahun ke depan. Namun efektivitas tanggul belum terlihat karena pembangunan belum sepenuhnya rampung. “Nanti selesai Agustus ini,” kata Jokowi kala itu.
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, dan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu saat meninjau proyek tanggul laut (Sheet Pile) tahap II di kampung Tambaklorok, Semarang, Jawa Tengah, 17 Juni 2024. ANTARA/Makna Zaezar
Kelurahan Tanjung Mas dipilih karena hampir seluruh wilayahnya terancam tenggelam. Tinggi muka tanah jauh lebih rendah ketimbang ketinggian permukaan air laut. Pemerintah sebelumnya pada tahap I yang berlangsung pada 2016-2018 telah menyelesaikan tanggul setinggi dua meter dari permukaan laut yang berjarak 10 meter dari rumah Miskan. “Tapi air laut masih rembes dan banjir masih terjadi,” katanya ketika ditemui pada Selasa, 18 Juni 2024.
Pemerintah lantas menambah tanggul pada sisi terluar laut dengan ketinggian empat meter di atas permukaan laut. Proyek ini dimulai dari pembangunan rumah pompa dengan kapasitas 1.500 liter per detik untuk menyedot air laut dari dalam kampung. Kemudian disusul pembangunan rumah pompa sisi timur dengan kapasitas yang sama. Tahap ketiga yakni pembangunan kolam retensi sisi barat, lalu tanggul sisi barat, tanggul sisi timur, hingga dok kapal bagi nelayan.
Miskan sebetulnya semringah dengan penambahan tinggi tanggul laut itu. Hal itu karena Kampung Tambaklorok sudah menjadi langganan rob. Bahkan separuh rumahnya sudah hilang tenggelam. Tak bisa diselamatkan lantaran Miskan sudah tidak mampu meninggikan rumahnya. “Sudah diuruk berkali-kali gara-gara terendam air. Fondasi rumah yang awalnya 1,5 meter kini sudah ditinggikan menjadi 2 meter,” ucapnya.
Sialnya, air laut terus merembes merendam daratan yang lebih rendah, termasuk rumah Miskan. Saban tahun dia harus mengeluarkan uang untuk terus menimbun tanah setinggi-tingginya. Sebenarnya ada cara lain menyelamatkan rumah dari rob, yaitu meninggikan dinding serta atap rumahnya agar lebih tinggi dari tanggul laut. Sayangnya Miskan sudah tidak punya uang.
Dari pantauan Tempo, ketinggian rumah warga di Kampung Nelayan Tambaklorok bervariasi. Ada yang menjulang ke atas dengan desain dua lantai. Lainnya hanya diuruk tanah sehingga rumah tampak rendah dibanding tanggul. Sisanya, banyak ditemukan rumah yang tidak terselamatkan terendam air laut karena tak diuruk. Air terus menggenang meski pompa air menyala selama 24 jam tanpa henti.
Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah pompa dalam proyek tanggul laut (Sheet Pile) tahap II di kampung Tambaklorok, Semarang, Jawa Tengah, 17 Juni 2024. ANTARA/Makna Zaezar
Ketua Rukun Warga 16 Kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Slamet Riyadi, merasa bersyukur ada pembangunan tanggul. Meski itu tak sepenuhnya menjawab masalah rob yang mereka hadapi. Setidaknya rob di kampungnya tak lagi separah dulu. “Sebelumnya kami bisa menguruk rumah setinggi satu meter tiap tahun. Sekarang paling tidak hanya 50 sentimeter,” ucap Slamet.
Rob yang muncul berasal dari rembesan bawah tanah karena tanggul tak sepenuhnya dapat menahan laju air. Dia berharap pemerintah tak sekadar membantu membangun tanggul, tapi juga membantu warga meninggikan kampung sepadan dengan ketinggian tanggul. Juga memperbaiki saluran air agar tak mampet merendam kampung.
Tempo menyaksikan bagaimana air rembesan itu menggenang dengan cepat. Pada pukul 11.20 WIB, air laut muncul di beberapa bagian jalan Kampung Tambakrejo. Kurang dari dua jam kemudian, jalan kampung berubah menjadi banjir setinggi betis orang dewasa. Banjir itu timbul-tenggelam mengikuti pasang-surut air laut.
Slamet menduga rembesan air laut itu terjadi karena ada kekeliruan dalam proses konstruksi pembangunan tanggul pada tahap I. Ia berujar lantai atau dasar tanggul dibangun tanpa diuruk lebih dulu sebelum membangun sheet pile. “Kenapa bocor? Karena di lantai tidak ada tanah. Tahap pertama itu sheet pile dulu, baru diisi lumpur,” kata dia.
Menteri PUPR Basoeki Hadimoeljono mengatakan rembesan air terjadi karena pembangunan tanggul laut Semarang belum selesai. “Itu masih ada bagian terbuka karena kami masih bangun pompa. Nanti Agustus selesai full, enggak ada lagi rembesnya,” kata Basuki ketika dimintai konfirmasi pada Jumat, 21 Juni 2024.
Manajer Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah, Iqbal Alghofani, menyebutkan tanggul laut memang tidak efektif untuk mengatasi rob dan abrasi di pesisir Jawa Tengah, khususnya di Semarang. Hal ini karena masalah utama yang dihadapi Semarang adalah penurunan permukaan tanah alias tanah ambles.
“Menurut saya, malah sangat kontradiktif. Beban yang dihasilkan dari tanggul ini sangat besar, sehingga potensi tanah ambles juga besar,” ujar Iqbal. Semestinya pemerintah mengembalikan ekosistem mangrove yang efektif sebagai benteng alami wilayah pesisir Semarang. Bukan justru memperbanyak membangun tanggul hingga dua lapis.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Johan Risandi, menyebutkan bahwa penurunan permukaan tanah di Semarang sangat cepat. Menurut dia, penurunan bisa mencapai belasan sentimeter per tahun. “Faktor penurunan bermacam-macam, dari faktor alam seperti kondisi tanah Semarang yang aluvial, sehingga mengalami kompaksi,” kata Johan.
Tanah di Semarang juga menghadapi ancaman akibat pengambilan air tanah secara berlebihan. Kemudian ditambah beban bangunan di wilayah pesisir. Sehingga pembangunan tanggul laut disebut bukan sebagai solusi. Dia menuturkan, semestinya pemerintah menciptakan regulasi penggunaan air tanah, pembangunan gedung, dan rencana reklamasi.
Kementerian Koordinator Perekonomian menyebutkan pembangunan tanggul laut di Semarang merupakan bagian dari rencana jangka panjang pemerintah dalam membangun tanggul hingga Kabupaten Demak. Total panjangnya mencapai 27 kilometer. Proyek dibagi menjadi dua bagian, yakni seksi I meliputi Semarang-Sayung sepanjang 10,69 kilometer dan seksi II yakni Sayung-Demak dengan panjang 16,31 kilometer.
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Perekonomian, Wahyu Utomo, tak memungkiri adanya penurunan permukaan tanah di Semarang dan di beberapa kabupaten sekitarnya. Tanah ambles terjadi akibat sedimen yang berasal dari Pegunungan Serayu Utara bagian selatan. “Penelitian menunjukkan penurunan tanah lebih cepat karena beban bangunan di atasnya,” tulis Wahyu dalam keterangannya pada Maret 2024.
Karena alasan ini, pemerintah menyiapkan tanggul laut. Sekaligus rencana pembangunan jalan tol dengan nilai investasi Rp 5,44 triliun yang akan menghubungkan Semarang ke Demak. Proyek ini telah dirintis sejak 2019 dan diperkirakan rampung pada 2025. Selain itu, pemerintah memperkuat tanggul laut dengan dilengkapi kolam retensi yang berfungsi menampung rob yang terjadi di sepanjang Pantai Utara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Avit Hidayat dari Tempo berkontribusi dalam penulisan berita ini.