Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Tantangan pak akri

Dinas pertanian ja-bar tak berdaya membasmi penyakit yang menyerang pohon jeruk. diduga 4,8 juta, atau lebih 25% dari 16 juta pohon jeruk di ja-bar terserang. (ling)

24 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH dua instruksi gubernur (tahun 1974 dan 1981) pada bupati di seluruh Ja-Bar Pohon jeruk yang terkena penyakit supaya ditebang saja. Penyakit itu diduga menular ke sedikitnya 4,8 juta, atau lebih 25% dari semua 16 juta pohon jeruk di provinsi itu. Dinas Pertanian Ja-Bar hampir tak berdaya membasminya, sementara rencana iradikasi (penebangan) tersendat-sendat. Ketika dinas itu (akhir 1980) merencanakan iradikasi terhadap lebih 3,5 juta pohon, misalnya, tak sampai 10% yang terlaksana kemudian. Yang paling parah terkena penyakit ialah kebun jeruk di Kabupaten Garut. Rencana penebangan terutama diarahkan ke situ. Berkali-kali hampir terjadi bentrokan ketika Hansip mendatangi kebun jeruk milik penduduk. Hansip biasanya membawa ingub (instruksi gubernur), tapi adakalanya kebun jeruk yang hendak dibabat belum tentu berpenyakit. Petani Akri, misalnya, menantang (lihat Pohon Jeruk Seperti Anak). Perintah penebangan itu berdasarkan pendapat bahwa pohon jeruk antara lain terkena virus CVPD yang menular. CVPD (Citrus Vein P1loem Degeneration), yang belum diketahui asal mulanya, ditemui oleh Prof. Dr. Soelaiman Tirtawidjaja dalam tahun 1960-an di beberapa tempat di Jawa. Gurubesar dari Unpad itu menduga CVPD sudah berjangkit di Garut sejak 1962. Ciri-cirinya ialah daun menguning, dan melinting. Ada yang tinggal ranting saja tanpa daun. Dan dari beberapa bagian batang pohon tampak keluar cairan yang agak kental. Penyebaran bakteri CVPD terjadi melalui serangga yang hinggap di cairan itu. Dan Dinas Pertanian Ja-Bar rupanya yakin bahwa 54% dari semua 4,8 juta pohon jeruk yang ada di Kabupaten Garut saja terserang oleh virus CVPD. Kepala dinas itu, Ir. R. Sutama Wr, mengatakan cara membasminya yang paling efektif ialah dengan memusnahkan tanaman di daerah endemis, terkena penyakit, dan tanahnya tidak boleh ditanami pohon jeruk lagi selama dua tahun. Kalau bukan cara iradikasi, menurut Dr. Soelaiman, pembasmian penyakit bisa juga dengan menggunakan infus oxytetracycline, terutama bila ternyata penyakit itu mengandung bakteri yang sangat kecil. Dengan infus itu diduga bakteri akan tidak aktif, walaupun belum pasti mati semua. Harga satu infus Rp 5.000 -- terlalu mahal bagi sebagian besar petani. Dan tidak praktis. Infus mungkin bisa digunakan, kata seorang petani, untuk beberapa pohon di halaman. Jadi iradikasi mungkin tak bisa dihindari. Persoalan ialah kebun jeruk cukup menguntungkan petani. Satu hektar kebun jeruk waktu berbuah ketiga kali saja, menurut taksiran Ir. Sutama, sudah menghasilkan Rp 10 juta sampai Rp 14 juta. Untuk penanaman kembali, Dinas Pertanian menyediakan benih jeruk secara cuma-cuma untuk petani. Dinas itu, misalnya, punya kebun bibit di Desa Sadang, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Kebetulan desa itu termasuk dalam daerah endemis, tempat penduduk tidak boleh menyebarkan benih jeruk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus