RUMAH berpagar besi di Jalan Laksamana Martadinata No. 39
Malang, Jawa Timur, itu, sehari-harinya menjadi kantor PT Podo
Joyo Masyhur dan perwakilan CV Atimah Perkasa. Di situ juga
tinggal keluarga Teguh, pemilik rumah merangkap pemilik
perusahaan.
Mendadak rumah di daerah pertokoan yang cukup ramai itu menjadi
perhatian warga Kota Malang. Sabtu dua pekan lalu (10 Juli 1982)
petugas intel Laksusda Jawa Timur dari Surabaya, menggerebek
kegiatan judi di bagian belakang rumah itu. Dua puluh satu
penjudi, beberapa di antaranya penjudi kelas kakap yang cukup
dikenal di Malang, ditangkap. Seorang penjudi asal Kalimantan
Selatan yang mengidap penyakit jantung, pingsan ketika
penggerebekan berlangsung.
Selain para penjudi, juga diamankan sebelas orang yang ikut
terlibat dalam kegiatan perjudian. Termasuk di dalamnya dua
oknum ABRI -- seorang Kopral AD, seorang sersan Polri -- dan
seorang purnawirawan, yang menjaga tempat judi gelap itu.
Menurut Mayjen Moergito, Pangdam VIII/Brawijaya, dalam
penggerebekan itu selain uang tunai sebesar Rp 1,8 juta lebih
juga ditemui barang bukti berupa sebuah cek bernilai Rp 11,2
juta serta giro bilyet Rp 8,2 juta. Empat buah cek yang rupanya
dijadikan taruhan, sudah ditandatangani pemiliknya meski belum
dicantumkan berapa nilainya. Tigabelas sepeda motor, 2 mobil
pick-up 2 sedan dan sebuah kolt ikut disita.
Diperkirakan, judi gelap yang sudah berlangsung sekitar satu
bulan itu mencapai omzet Rp 100 juta semalam. Tapi sumber TEMPO
di Kodam Brawijaya menyatakan, "sulit untuk menentukan besarnya
omzet." Sebab, perjudian itu tak melulu bertaruhkan uang.
Koin-koin atau tanda-tanda taruhan lain, sering digunakan dan
itu sulit diketahui nilainya.
Menurut Moergito, penggerebekan itu dilakukan karena ada laporan
dari masyarakat beberapa hari sebelumnya. Sore harinya, petugas
intel dari Laksusda Jawa Timur mengamati rumah di Jalan
Martadinata itu. Ternyata beberapa mobil dan sepeda motor
berdatangan ke sana. Penumpangnya langsung menuju bagian
belakang melewati jalan samping.
Seorang petugas menyamar sebagai abang becak. Penjaga yang
nongkrong di pintu masuk tak menaruh curiga. Sampai-sampai, si
'abang becak' itu disuruh membelikan nasi bungkus.
Mereka yang lagi sibuk di dalam, tampaknya memang merasa aman.
Menurut sumber TEMPO, ada orang-orang tertentu yang menjaga
sehingga mereka merasa tak perlu takut.
Informasi adanya kegiatan judi gelap di rumah Teguh, kata sumber
itu, sebenarnya sudah cukup lama. Setidaknya, tiga kali pihak
Laksusda Jawa Timur di Surabaya pernah memerintahkan
penggerebekan. "Semuanya mental, tak ada yang berhasil," tutur
sumber TEMPO di Kodam VIII Brawijaya. Penggerebekan pertama dan
kedua, mundur karena digertak bahwa judi gelap itu diheking
"orang kuat". Penggerebekan ke tiga, gagal karena, katanya,
petugas kena sogok.
SEBAB itu, Mayjen Moergito penasaran. Ia lalu memerintahkan anak
buahnya langsung dari Surabaya untuk melakukan penggerebekan,
dan berhasil.
Penggerebekan tampaknya memang berlangsung mulus.
Sampai-sampai Nyonya Teguh, tak tahu ada keributan di rumahnya
bagian belakang yang letaknya terpisah dengan yang ditempatinya.
"Saya lagi nonton teve," ujarnya. Menurut nyonya itu, bangunan
bagian belakang itu, sejak beberapa lama dikontrakkan. Berita
adanya judi gelap itu, katanya, "membuat perusahaan saya jadi
cemar dan semua pegawai resah."
Namun, di malam penggerebekan itu, suaminya, Teguh, terdapat di
antara para penjudi. Teman-teman bermainnya kebanyakan
pengusaha, baik dari Kota Malang sendiri maupun dari kota-kota
lain di Jawa Timur.
Terbongkarnya kasus perjudian gelap di Malang itu memang cukup
mengejutkan. Terhitung sejak 1 April tahun lalu, Presiden
Soeharto telah mengeluarkan larangan adanya perjudian dalam
bentuk apa pun. Maka rumah-rumah judi seperti NIAC, Copa Cabana
dan P-IX diharuskan tutup.
Namun judi liar agaknya tetap berlangsung di berbagai tempat.
Laporan masyarakat sekitarnya kepadapihak berwajib sering kandas
karena judi seperti itu selalu memakai beking -- uang maupun
orang.
Mayjen Moergito nampaknya tetap berpegang teguh pada keputusan
Presiden itu. Maka, meski ada usaha-usaha dari pihak tertentu
yang menghendaki "keringanan" bagi para penjudi yang berhasil
ditangkap, pihak Laksusda Jawa Timur tak menggubris. Bahkan
Moergito nampaknya jengkel. Pada pertemuan dengan para wartawan,
ia mengundang pula crew TVRI Surabaya. Esok harinya, wajah para
penjudi itu pun muncul dalam siaran regional Jawa Timur. Mereka
menunduk malu, bahkan ada yang mencoba melindungi wajah dengan
tangannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini