MESKI sudah mendekati Desember hujan masih enggan turun
--setidaknya di Jakarta. Musim kemarau agaknya berkepanjangan,
tentu saja semakin banyak keluhan. Antara lain para ibu rumah
tangga mengeluh karena suplai air semakin berkurang, terkadang
bahkan habis. Semula kemarau yang disesalkan. Belakangan ini
para pemakai jet-pump pula yang dipergunjingkan.
"Sejak tetangga sampirig dan depan rumah memakai jet-pump, air
yang keluar dari pompa saya sedikit sekali," ujar seorang nyonya
di kompleks wartawan, Cipinang Muara, Jak-Tim. Dua pekan lalu
tetangganya itu memasang jetpump. "Daya sedotnya lebih besar
dari pada pompa biasa," ucap istri waruwan itu. "Akibatnya
sumber air di rumah kami tersedot ke rumah samping dan depan."
Di kawasan Rawamangun, Ny. Salimin juga mengeluh karena sejak 4
bulan lalu air yang keluar dari pompanya berkurang. Ia pun sudah
tahu sebabnya, katanya, "karena tetangga saya menggunakan
jetpump." Tapi Ny. Salimin juga mengakui bahwa debit air dari
pompa bukan jetpump di Rawamangun umumnya memang sedikit sekali
harihari ini.
Menurut Siregar, anggota staf Subdit P2G (Pengeboran,
Perbengkelan dan Geofisika), Direktorat Geologi Tata Lingkungan
di Bandung, jet-pump itu bukan saingan pompa biasa, listrik
maupun tangan. "Jetump-kan umumnya dipakai untuk menyedot air
dari kedalaman lebih 25 meter," ujarnya.
Biaya jet-pump sampai terpasang dan air muncrat bisa mencapai Rp
800 ribu. Ini termasuk mesin dan pipanya, ongkos ngebor
sumurnya, dan menara dengan reservoirnya. Harga pompa jet itu
berkisar antara Rp 220 ribu dan Rp 275 ribu, menurut tipenya.
Menurut A Siu di toko "Sinar Mas", penjual berbagai macam pompa
listrik dan tangan di Pasar Kenari, merk Sanyo yang paling laris
menghilang dari pasaran. "Kalau orang mau beli, harus booking
dulu," ujar A Siu serius.
Juga A Siu mendengar bahwa jetpump sering dituding seakan-akan
menyedot sumber air tetangga. Tapi itu tidak betul," ujarnya
"Mesin itu kan dipasang pada sumur yang dalam dan ada mata
airnya tersendiri." Sanyo tipe PCA 255D, misalnya bisa mengambil
air dari kedalaman 21 m dengan kecepatan 10 liter per menit.
Bila air hanya 6 m dari permukaan tanah, kapasitasnya sampai 30
liter per menit.
Pemakainya cenderung boros dengan airnya. Seperti keluarga Harun
Setiawan, yang juga tinggal di kompleks PWI, Cipinang Muara.
Keluarga itu terdiri dari 6 orang. "Rata-rata tiap hari kami
menggunakan air 1.000 liter," ujar Ny. Setiawan pemakai merk
Hitachi 255. Selain untuk masak, mandi dan cuci, air itu juga
dipergunakan untuk menyiram tanaman di halaman rumah. "Setiap
hari, pagi dan sore, kalau tidak hujan, kami harus menyiramnya,"
ujar Ny. Setiawan.
Di kawasan pemukiman Putri Mutiara. Jak-Sel. Ny. Widya L.
Sirgear merasa tertolong benar oleh jetump. Karena juga
membuka salon kecantikan di rumahnya, "kami perlu banyak air
untuk cuci rambut, sedang langganan saya banyak juga," ujar Ny.
Siregar. Di samping untuk salon dan rumahtangga, airnya juga
dipakai untuk menyiram tanaman. Di halaman yang luas itu juga
terdapat kolam ikan hias. "Airnya harus serin diganti," ujar
Ny. Siregar.
Tetangganya, Ny. Bambang Permadi, ternyata tidak kesulitan air,
meski dengan pompa listrik biasa. "Air tetap memancar keluar,
walaupun musim kering," ujarnya pekan lalu.
Banyak orang mengira bahwa jetpump bisa menyedot air dari
kedalaman puluhan meter. Ini tidak benar. Secara teoretis sebuah
pompa mampu menyedot setinggi 10 m saja. Dalam praktek ternyata
hanya 7-8 m. Juga jet-pump itu. Soalnya belum ada pompa yang
mampu membuat vakum sempurna. Ini ditambah berat jenis air yang
biasanya melebihi satu dan gesekan air pada dinding pipa,
membuat kemampuan yang terbatas itu.
Kelebihan jet-pump bukan pada kemampuan sedotnya, tapi pada
peralatan bantu yang disebut sistern jet-pump. Dalam sistem itu
sebagian air, yang keluar dari mulut pompa, diarahkan kembali ke
sumber airnya yang mungkin berada puluhan meter di bawah tanah.
Untuk ini digunakan pipa kecil yang ujungnya melengkung kembali
ke atas dan menyempit. Terbentuklah arus air berkecepaun tinggi
yang disebut jet.
Arus ini terarahkan ke dalam ruang pipa di bagian bawah. Ruang
ini dindingnya mengecil. Karena arusnya deras, terjadi
penurunan tekanan di ruang ini, menyebabkan air dari sumbernya
ikut terangkat bersama arus itu. Air ini memasuki ruang pipa
yang dindingnya melebar atau ruang venturi. Di sini arus deras
tadi berkurang kecepatannya dan berubah menjadi tekanan tinggi.
Tekanan inilah yang selanjutnya mendorong air ke arus, melampaui
batas daya sedot pompa antara 7-8 m di bawah permukaan tanah.
Pada hakekatnya ini tidak berbeda dengan akal orang yang
meletakkan pompa listrik atau silinder pompa tangan jauh di
bawah tanah. Maksudnya mendekatkan batas daya sedot pompa -pada
sumber air. Pada jetpump prosesnya dibalik. Sistem jet mampu
mendekatkan sumber airnya pada batas daya sedot pompa.
Lalu kalau daya sedot itu memang terbatas, mengapa pula ada
pompa biasa yang pipanya ditanam sampai belasan meter? Seorang
pejabat di Subdit Hidrologi, Direktorat Geologi Tata Lingkungan
menjelaskan hal itu kepada TEMPO pekan lalu. Semakin dalam,
semakin besar tekanan air tanah itu, melebihi tekanan udara yang
rata-rata 1 atmosfir. Bila sumber air ini terkena pipa bor,
tekanan ini mendorong air ke atas dalam pipa. Selisih permukaan
air dalam pipa itu dengan permukaan tanah disebut para ahli SWL
(static water level).
JIKA melebihi permukaan tanah - seperti halnya pada sumur
artetis-SWL itu dinyatakan dengan angka posltif, misalnya SWL
+3 m. Tapi pada kebanyakan sumur, SWL-nya negatif, misalnya SWL
-4 m. "Nah, bila permukaan air tanah turun hingga SWL lebih dari
-8 m, pompa biasa tak sanggup lagi menyedot air," tutur pejabat
Subdit Hidrologi itu. Tapi jet pump, meski SWL-nya -24 m
misalnya, masih mengeluarkan air. Sistem jet pada pompa jenis
ini mendorong air dari SWL -24 m sampai mencapai SWL -7 atau -6
m. Selanjutnya sampai air keluar dari mulut pompa, disedot
secara biasa.
Apa pemakaian jeturnp merugikan pemakai air tanah sekitarnya?
Itu masih diragukan oleh pejabat tadi. "Lebih banyak tidak
benarnya daripada benarnya," ujarnya. Ini juga sangat tergantung
dari kondisi geologis setempat dan pada besarnya debit air yang
diambil. Bila sumber air dari dua pompa terletak pada lapisan
akifer yang berbeda, maka keduanya tak akan saling mempengaruhi.
"Sekalipun letak kedua pompa itu sangat berdekatan seperti 1,5
meter," tandas pejabat Subdit Hidrologi itu.
Sangat kecil .kemungkinan bahwa kedua pompa itu menyedot air
dari akifer yang sama. "Tebal lapisan yang mengandung air hanya
antara 40 --60 cm," kata Ir. Sismayanto Sadaryoen, direktur
Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasional-- LIPI, Bandung,
kepada TEMPO.
Menurut Sismayanto, secara umum ada 3 jenis sifat tanah. Yang
kedap air, setengah kedap air, dan yang tembus air. Yang
terakhir inilah yang disebut akifer. Berbagai jenis tanah itu
tumpang tindih seperti halnya kue lapis.
Air tanah berada dalam berbagai lapisan akifer yang diselingi
lapisan kedap air. Tapi air tanah yang terdapat di akifer
teratas -- antara lapisan kedap air teratas dan permukaan
tanah--sering disebut air permu kaan atau air bebas. Inilah
sumber air utama bagi kebanyakan penduduk melalui pompa dangkal
dan sumur timba. Sumber ini sangat tergantung dari hujan
setempat dan di musim kemarau permukaan air cenderung turun,
apalagi waktu kemarau berkepanjangan.
SEBALIKNYA air tanah dalam akifer yang terhimpit lapisan kedap
air, tidak tergantung dari curah hujan setempat. Penampang
berbagai lapisan itu biasanya muncul puluhan kilometer ke arah
hulu. Dari sekitar Bogor-Puncak, misalnya, air hujan memasuki
berbagai akifer itu dan lambat sekali merambat--0,3 m sehari
--menuju arah laut.
Meski kecil sekali kemungkinan tersentuh akifer yang sama oleh
duapemakai pompa, menurut Siregar dari P2G, bisa saja terjadi
kebocoran, jika lapisan kedap air terdiri dari tufa dan
pengeborannya sembrono. Tapi jika lapisan kedap air itu tanah
liat, kerusakan jarang terjadi.
Menurut Ir. Bambang Suranto, kepala Bagian Sumur Dalam PAM DKI
Jaya, biasanya rumahtangga orang asing yang banyak mempakai
jetpump. Tapi juga ada konsumen air PAM yang memasang jetpump
pada instalasi PAM. Hal ini jelas merugikan konsumen lainnya di
daerah itu. Bila kedapatan, "konsumen itu akan dikenakan
sanksi," ujar Susanto.
Walaupun PAM belum mengeluarkan peraturannya, para pemakai jet
pump bisa dituntut. Soalnya AWR (algemene Water Regelement) No.
489 tahun 1936, masih berlaku. Berdasarkan AWR ini, air tanah
pada kedalaman melebihi 15 m adalah milik negara dan
pengambilannya harus seizin gubernur. Jika peraturan ini
dilanggar, dendanya FI 500 (sekarang Rp 122.500).
Tapi saat ini sedang diolah peraturan pelaksanaan PP No. 22
tahun 1982, yang menggantikan AWR tadi. Kelihatannya kriteria
kedalaman 15 m itu tak terpakai lagi. "Kami akan melihatnya dari
sudut tujuan pengeboran," ujar sumber TEMPO yang terlibat
menyusun PP itu. Artinya, mungkin hanya pengeboran air untuk
tujuan komersial bakal dikenakan kewajiban minta izin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini