Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Terganggu Oleh Jet-Pump

Pompa sistem jet tetap kuat menyedot, walau dalam musim kemarau, umumnya dipakai untuk menyedot air dari kedalaman lebih 25 meter, dituding seakan-akan menyedot sumber air tetangga. (ling)

4 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKI sudah mendekati Desember hujan masih enggan turun --setidaknya di Jakarta. Musim kemarau agaknya berkepanjangan, tentu saja semakin banyak keluhan. Antara lain para ibu rumah tangga mengeluh karena suplai air semakin berkurang, terkadang bahkan habis. Semula kemarau yang disesalkan. Belakangan ini para pemakai jet-pump pula yang dipergunjingkan. "Sejak tetangga sampirig dan depan rumah memakai jet-pump, air yang keluar dari pompa saya sedikit sekali," ujar seorang nyonya di kompleks wartawan, Cipinang Muara, Jak-Tim. Dua pekan lalu tetangganya itu memasang jetpump. "Daya sedotnya lebih besar dari pada pompa biasa," ucap istri waruwan itu. "Akibatnya sumber air di rumah kami tersedot ke rumah samping dan depan." Di kawasan Rawamangun, Ny. Salimin juga mengeluh karena sejak 4 bulan lalu air yang keluar dari pompanya berkurang. Ia pun sudah tahu sebabnya, katanya, "karena tetangga saya menggunakan jetpump." Tapi Ny. Salimin juga mengakui bahwa debit air dari pompa bukan jetpump di Rawamangun umumnya memang sedikit sekali harihari ini. Menurut Siregar, anggota staf Subdit P2G (Pengeboran, Perbengkelan dan Geofisika), Direktorat Geologi Tata Lingkungan di Bandung, jet-pump itu bukan saingan pompa biasa, listrik maupun tangan. "Jetump-kan umumnya dipakai untuk menyedot air dari kedalaman lebih 25 meter," ujarnya. Biaya jet-pump sampai terpasang dan air muncrat bisa mencapai Rp 800 ribu. Ini termasuk mesin dan pipanya, ongkos ngebor sumurnya, dan menara dengan reservoirnya. Harga pompa jet itu berkisar antara Rp 220 ribu dan Rp 275 ribu, menurut tipenya. Menurut A Siu di toko "Sinar Mas", penjual berbagai macam pompa listrik dan tangan di Pasar Kenari, merk Sanyo yang paling laris menghilang dari pasaran. "Kalau orang mau beli, harus booking dulu," ujar A Siu serius. Juga A Siu mendengar bahwa jetpump sering dituding seakan-akan menyedot sumber air tetangga. Tapi itu tidak betul," ujarnya "Mesin itu kan dipasang pada sumur yang dalam dan ada mata airnya tersendiri." Sanyo tipe PCA 255D, misalnya bisa mengambil air dari kedalaman 21 m dengan kecepatan 10 liter per menit. Bila air hanya 6 m dari permukaan tanah, kapasitasnya sampai 30 liter per menit. Pemakainya cenderung boros dengan airnya. Seperti keluarga Harun Setiawan, yang juga tinggal di kompleks PWI, Cipinang Muara. Keluarga itu terdiri dari 6 orang. "Rata-rata tiap hari kami menggunakan air 1.000 liter," ujar Ny. Setiawan pemakai merk Hitachi 255. Selain untuk masak, mandi dan cuci, air itu juga dipergunakan untuk menyiram tanaman di halaman rumah. "Setiap hari, pagi dan sore, kalau tidak hujan, kami harus menyiramnya," ujar Ny. Setiawan. Di kawasan pemukiman Putri Mutiara. Jak-Sel. Ny. Widya L. Sirgear merasa tertolong benar oleh jetump. Karena juga membuka salon kecantikan di rumahnya, "kami perlu banyak air untuk cuci rambut, sedang langganan saya banyak juga," ujar Ny. Siregar. Di samping untuk salon dan rumahtangga, airnya juga dipakai untuk menyiram tanaman. Di halaman yang luas itu juga terdapat kolam ikan hias. "Airnya harus serin diganti," ujar Ny. Siregar. Tetangganya, Ny. Bambang Permadi, ternyata tidak kesulitan air, meski dengan pompa listrik biasa. "Air tetap memancar keluar, walaupun musim kering," ujarnya pekan lalu. Banyak orang mengira bahwa jetpump bisa menyedot air dari kedalaman puluhan meter. Ini tidak benar. Secara teoretis sebuah pompa mampu menyedot setinggi 10 m saja. Dalam praktek ternyata hanya 7-8 m. Juga jet-pump itu. Soalnya belum ada pompa yang mampu membuat vakum sempurna. Ini ditambah berat jenis air yang biasanya melebihi satu dan gesekan air pada dinding pipa, membuat kemampuan yang terbatas itu. Kelebihan jet-pump bukan pada kemampuan sedotnya, tapi pada peralatan bantu yang disebut sistern jet-pump. Dalam sistem itu sebagian air, yang keluar dari mulut pompa, diarahkan kembali ke sumber airnya yang mungkin berada puluhan meter di bawah tanah. Untuk ini digunakan pipa kecil yang ujungnya melengkung kembali ke atas dan menyempit. Terbentuklah arus air berkecepaun tinggi yang disebut jet. Arus ini terarahkan ke dalam ruang pipa di bagian bawah. Ruang ini dindingnya mengecil. Karena arusnya deras, terjadi penurunan tekanan di ruang ini, menyebabkan air dari sumbernya ikut terangkat bersama arus itu. Air ini memasuki ruang pipa yang dindingnya melebar atau ruang venturi. Di sini arus deras tadi berkurang kecepatannya dan berubah menjadi tekanan tinggi. Tekanan inilah yang selanjutnya mendorong air ke arus, melampaui batas daya sedot pompa antara 7-8 m di bawah permukaan tanah. Pada hakekatnya ini tidak berbeda dengan akal orang yang meletakkan pompa listrik atau silinder pompa tangan jauh di bawah tanah. Maksudnya mendekatkan batas daya sedot pompa -pada sumber air. Pada jetpump prosesnya dibalik. Sistem jet mampu mendekatkan sumber airnya pada batas daya sedot pompa. Lalu kalau daya sedot itu memang terbatas, mengapa pula ada pompa biasa yang pipanya ditanam sampai belasan meter? Seorang pejabat di Subdit Hidrologi, Direktorat Geologi Tata Lingkungan menjelaskan hal itu kepada TEMPO pekan lalu. Semakin dalam, semakin besar tekanan air tanah itu, melebihi tekanan udara yang rata-rata 1 atmosfir. Bila sumber air ini terkena pipa bor, tekanan ini mendorong air ke atas dalam pipa. Selisih permukaan air dalam pipa itu dengan permukaan tanah disebut para ahli SWL (static water level). JIKA melebihi permukaan tanah - seperti halnya pada sumur artetis-SWL itu dinyatakan dengan angka posltif, misalnya SWL +3 m. Tapi pada kebanyakan sumur, SWL-nya negatif, misalnya SWL -4 m. "Nah, bila permukaan air tanah turun hingga SWL lebih dari -8 m, pompa biasa tak sanggup lagi menyedot air," tutur pejabat Subdit Hidrologi itu. Tapi jet pump, meski SWL-nya -24 m misalnya, masih mengeluarkan air. Sistem jet pada pompa jenis ini mendorong air dari SWL -24 m sampai mencapai SWL -7 atau -6 m. Selanjutnya sampai air keluar dari mulut pompa, disedot secara biasa. Apa pemakaian jeturnp merugikan pemakai air tanah sekitarnya? Itu masih diragukan oleh pejabat tadi. "Lebih banyak tidak benarnya daripada benarnya," ujarnya. Ini juga sangat tergantung dari kondisi geologis setempat dan pada besarnya debit air yang diambil. Bila sumber air dari dua pompa terletak pada lapisan akifer yang berbeda, maka keduanya tak akan saling mempengaruhi. "Sekalipun letak kedua pompa itu sangat berdekatan seperti 1,5 meter," tandas pejabat Subdit Hidrologi itu. Sangat kecil .kemungkinan bahwa kedua pompa itu menyedot air dari akifer yang sama. "Tebal lapisan yang mengandung air hanya antara 40 --60 cm," kata Ir. Sismayanto Sadaryoen, direktur Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasional-- LIPI, Bandung, kepada TEMPO. Menurut Sismayanto, secara umum ada 3 jenis sifat tanah. Yang kedap air, setengah kedap air, dan yang tembus air. Yang terakhir inilah yang disebut akifer. Berbagai jenis tanah itu tumpang tindih seperti halnya kue lapis. Air tanah berada dalam berbagai lapisan akifer yang diselingi lapisan kedap air. Tapi air tanah yang terdapat di akifer teratas -- antara lapisan kedap air teratas dan permukaan tanah--sering disebut air permu kaan atau air bebas. Inilah sumber air utama bagi kebanyakan penduduk melalui pompa dangkal dan sumur timba. Sumber ini sangat tergantung dari hujan setempat dan di musim kemarau permukaan air cenderung turun, apalagi waktu kemarau berkepanjangan. SEBALIKNYA air tanah dalam akifer yang terhimpit lapisan kedap air, tidak tergantung dari curah hujan setempat. Penampang berbagai lapisan itu biasanya muncul puluhan kilometer ke arah hulu. Dari sekitar Bogor-Puncak, misalnya, air hujan memasuki berbagai akifer itu dan lambat sekali merambat--0,3 m sehari --menuju arah laut. Meski kecil sekali kemungkinan tersentuh akifer yang sama oleh duapemakai pompa, menurut Siregar dari P2G, bisa saja terjadi kebocoran, jika lapisan kedap air terdiri dari tufa dan pengeborannya sembrono. Tapi jika lapisan kedap air itu tanah liat, kerusakan jarang terjadi. Menurut Ir. Bambang Suranto, kepala Bagian Sumur Dalam PAM DKI Jaya, biasanya rumahtangga orang asing yang banyak mempakai jetpump. Tapi juga ada konsumen air PAM yang memasang jetpump pada instalasi PAM. Hal ini jelas merugikan konsumen lainnya di daerah itu. Bila kedapatan, "konsumen itu akan dikenakan sanksi," ujar Susanto. Walaupun PAM belum mengeluarkan peraturannya, para pemakai jet pump bisa dituntut. Soalnya AWR (algemene Water Regelement) No. 489 tahun 1936, masih berlaku. Berdasarkan AWR ini, air tanah pada kedalaman melebihi 15 m adalah milik negara dan pengambilannya harus seizin gubernur. Jika peraturan ini dilanggar, dendanya FI 500 (sekarang Rp 122.500). Tapi saat ini sedang diolah peraturan pelaksanaan PP No. 22 tahun 1982, yang menggantikan AWR tadi. Kelihatannya kriteria kedalaman 15 m itu tak terpakai lagi. "Kami akan melihatnya dari sudut tujuan pengeboran," ujar sumber TEMPO yang terlibat menyusun PP itu. Artinya, mungkin hanya pengeboran air untuk tujuan komersial bakal dikenakan kewajiban minta izin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus