SEBUAH kisah tentang pembunuhan bayi yang sempat menggegerkan
seluruh Australia kini sedang diperebutkan oleh empat pengarang
di negeri itu. Bahkan sebuah perusahaan film telah siap
mengangkatnya ke layar perak. Buku atau filmnya yang
diperkirakan akan sangat laris itu mengisahkan Azaria, seorang
bayi perempuan yang terbunuh 17 Agustus 1980 pada usia 9
minggu. Si pembunuhnya, ibu kandung bayi itu, baru-baru ini
divonis hukuman seumur hidup ditambah kerja berat. Meskipun
akhirnya sang ibu, dengan jaminan, dibebaskan kembali akhir
November 1982.
Ada dua versi pembunuhan bayi itu. Pertama, menurut orang tuanya
sendiri, "Azaria dimakan seekor dingo." Namun menurut pengadilan
tinggi di Darwin: "dibunuh sendiri oleh orang tuanya."
Pengadilan tinggi Northern Territory Darwin akhir Oktober lalu
memutuskan Alice Lynne, 34 tahun, ibu bayi tersebut, bersalah
dan dihukum.
Sedangkan ayah sang bayi, Michael Chamberlain, 38 tahun,
seorang pendeta gereja Advent Hari Ketujuh, diputuskan ikut
bersalah. Namun pendeta ini tidak dihukum penjara karena harus
memelihara dua putra, Aidan (8 tahun) dan Reagan (6 tahun). Ia
dikenakan denda A$ 500 plus masa percobaan 3 tahun.
Tanggungan Michael kini malah sudah bertambah satu lagi, karena
istrinya yang sempat hamil semasa pengusutan kasus mereka dalam
dua tahun terakhir, telah melahirkan seorang putri lagi di
penjara Berrimah 11 November lalu .
Kasus hilangnya Azaria itu begitu besar sensasinya sehingga
menjadi berita bersambung di koran-koran Australia sejak 1980
sampai sekarang.
Awal kisah, keluarga Chamberlain meninggalkan kota tambang
Queensland dengan sedan Torana ke bumi perkemahan murah, Ayers
Rock, 16 Agustus 1980. Keesokan malamnya terjadilah peristiwa
itu. Malam Minggu itu, menurut kesaksian Ny Alice Lynne
Chamberlain di pengadilan, Azaria tertidur di pangkuannya. Ia
kemudian membawa putrinya, diikuti Aidan ke tenda. Karena Aidan
(waktu itu 6 tahun) merasa lapar, putra dan ibu itu kemudian
sambil bercanda lari ke pediangan di luar kemah untuk mengambil
makanan. Di situ ada suaminya yang mengatakan seperti baru saja
mendengar Azaria menangis. Dia menyuruh Lynne menengok bayinya.
Setengah jalan ke tenda, katanya, Lynne melihat seekor dingo
(jenis anjing liar di Australia). Yang terlihat cuma bagian
punggung sampai bagian ekor karena moncong hewan itu tersuruk ke
dalam tenda dan tampak sedang merenggut-renggut sesuatu.
Binatang itu kemudian lari setelah Lynne berteriak. Segera
wanita itu masuk ke tenda dan menemukan selimut Azaria
berantakan, sedangkan bayinya yang ditidurkan dalam keranjang
tak ada lagi. Karena jeritannya, suaminya dan orang-orang yang
berkemah dekat situ segera datang.
Orang-orang itu, begitu pula polisi yang dihubungi kemudian,
segera melakukan pencarian.
Sekitar 300 orang membentuk pagar betis menyeberangi bukit-bukit
pasir dalam kegelapan yang dingin itu. Tapi pencarian mereka,
hingga pukul 3 dini hari berakhir, tak menemukan tanda
tanda bahwa Azaria dilarikan dingo. Minggu pagi, sementara
orang-orang di 'Benua Selatan' itu membaca berita ini, pencarian
dilakukan sampai ke padang pasir. Tujuh hari kemudian seorang
turis dari Victoria, Wallace Goodwin, kesandung pada sehelai
pakaian bertitik-titik darah, sebuah kaus singlet dan sepasang
sepatu kecil di dasar karang kira-kira 4 km dari tempat
hilangnya Azaria.
Dari sini mulai timbul beberapa spekulasi dan teori tentang
hilangnya bayi itu. Kesaksian pengusut Denis Barrit disiarkan
lewat televisi 20 Februari 1981. Pada siaran langsung selama 45
menit dari ruang sidang pengadilan itu, Barrit menyimpulkan
hasil penemuannya, bahwa Azaria meninggal diserang dingo buas
sementara tidur di tenda. Namun, tambah Barrit, mayat bayi itu
kemudian diambil dari penguasaan dingo entah oleh apa atau oleh
siapa. Maka kasus itu pun makin berkembang.
Bulan Juni 1981, Dr..Brown, seorang pengikut Advent Hari
Ketujuh, secara kebetulan diidang ke konperensi internasional
di Norwegia. ia minum pada komisaris polisi North Territory,
Peter McAulay, supaya baju yang dikenakan Azaria pada alam
kejadian itu dibawa ke London. Permintaan itu dikabulkan,
sehingga baju itu diperiksa oleh tim ahli forensik terkemuka di
London, antara lain Profesor Dr. James Cameron, ahli odontologi
forensik Bernard Simsy dan kepala pemotretan medis, Ray Ruddick.
Hasil pemeriksaan itu dilaporkan ke Australia. Atas permintaan
Menteri Kepala North Territory Australia, polisi dan ahli hukum
kemudian mulai mempersiapkan pengusutan kembali terhadap
keluarga Chamberlain yang kini menetap d rumah baru di Avondale
College Kooranbong.
Di sidang pengadilan 14 Desember 1981, Prof. Cameron-yng
sengaja didatangkan dari Londn, memberi kesaksian bahwa bayi
Azaria meninggal karena lehernya dipotong dan ada satu tangan
orang dewasa yang kecil memegangnya sementara darah memancar.
Cameron yakin pakaian bayi itu kemudian dipotong dengan gunting
setelah darahnya mengalir, kemudian dikuburkan masih dengan
pakaian itu.
Kesaksian lain dari ahli biologi forensik Komisi Kesehatan New
South Wales, Ny. Joy Kuhl, mengatakan bahwa ia telah menemukan
darah foetal (bayi) pada 8 tempat di mobil keluarga Chamberlain,
antara lain pada dashboard. Sidang pun mulai ramai lagi. Tak
kurang dari 45 saksi dipanggil oleh penuntut umum Ian Barker.
Sedangkan terdakwa yang dibela John Phillips, dari Melbourne
dan Bantuan Hukum Australia, memajukan 28 saksi.
Ny. Alice Lynne Chamberlain tetap memperuhankan keterangannya,
bahwa putrinya dilarikan dingo. Namun penuntut umum Ian Barker
menyusun versi lain dari kisah Lynne tenung hilangnya Azaria
itu. Menurut Barker, malam itu Ny. Chamberlain meletakkan
putranya, Reagan (waktu itu 4 tahun) dalam keranjang tidur dalam
tenda. Kemudian ia menggendong Azaria ke pediangan dan ngobrol
dengan keluarga Lowe dari rasmania yang berkemah dekat situ. Ini
terakhir kalinya bayi itu dilihat orang lain bersama ibunya.
Ny. Chamberlain, kata Barker, kemudian meninggalkan keluarga
Lowe sambil menggendong Azaria, menuju mobil keluarga, diikuti
Aidan. Ia kemudian duduk di kursi depan dan memotong leher
bayinya sendiri di sini, tak ada yang tahu pukul berapa
tepatnya. Darah Azaria muncrat antara lain ke kaca mohil.
Setelah membunuh bayinya, Ny. Chamberlain pergi ke tenda,
sehingga bercak-bercak darah yang menempel di badannya juga
mengenai beberapa benda dalam tenda.
Ny. Chamberlain dan Aidan, cerita penuntut umum, kemudian
menemui suaminya di pediangan. Tepatnya di mana bayi itu ditaruh
waktu itu, tak dapat dibuktikan, hanya diduga ditaruh dalam tas
kamera Chamberlain di mobil. Adapun sang suami, kemungkinan
telah mendengar suara tangisan bayi dari arah tenda. Istrinya
kemudian kembali ke tenda dan di sini ia mulai berteriak
menyatakan bayinya hilang dilarikan dingo.
Paling tidak, menurut sang penuntut itu, sementara 300 orang
mencari-cari Azaria, mayat bayi itu masih ada dalam mobil.
Tengah malam keluarga Chamberlain dibantu polisi dan seorang
perawat pindah penginapan ke motel, 5 menit perjalanan dengan
mobil dari perkemahan. Mayat bayi kemudian dikuburkan diam-diam
masih lengkap berpakaian. Kuburan kemudian digali lagi, pakaian
bayi diambil, digunting bagian lengannya untuk memberi kesan
disobek-sobek cakar dingo, kemudian diletakkan 4 km dari Ayers
Rock.
Michael Chamberlain dinyatakan ikut bersalah, karena, menurut
Ian Barker paling tidak pendeta itu sudah mendengar pembunuhan
bayi itu, sehingga ia tidak bernapsu lagi mengikuti pencarian
bayi sampai berlarut-larut.
Pembela pasangan Chamberlain, John Phillips, dalam pidato
penutupan menyaukan "pihak penuntut sama sekali tidak mengajukan
motivasi Ny. Chamberlain untuk membunuh bayinva." Tapi pidato
penutupan penuntut, Ian Barker, menyatakan bahwa ia bermaksud
membuktikan sebuah pembunuhan telah dilakukan dan bukan untuk
membuktikan motivasi pembunuhan. Karena itu motif pembunuhan itu
pun tidak terungkap.
Ny. Chamberlain, yang tetap berdandan setiap muncul di
pengadilan hingga tampak sebagai bintang film, tulis Sidney
Mornig Herald, memberi kesan bahwa ia adalah seorang ibu penuh
kasih sayang .
"Kasus ini adalah yang paling sensasional dalam sejarah," kata
Hakim Muirhead kepada dewan juri sehari sebelum vonis
dijatuhkan, 30 Oktober. Banyak di antara yang hadir, termasuk
anggota juri, sempat ikut meneteskan air mata melihat penampilan
wanita yang disidangkan dalam keadaan hamil itu.
Namun bukti-bukti ilmiah yang kuat antara lain dari Profesor
Cameron, lebih berat dari suasana yang hendak diciptakan Ny.
Chamberlain. Karena itu akhirnya juri yang terdiri dari sembilan
anggota lelaki dan tiga anggota wanita, bersepakat: pasangan itu
bersalah, sesuai dengan pendapat Hakim Muirhead yang segera
menjatuhkan hukuman.
Terhukum, pasangan Chamberlain, dan pembela mereka diberi waktu
28 hari untuk mengajukan permintaan banding. Hal itu sudah
dilakukan oleh pembela yang sekaligus meminta pembebasan
Chamberlain dengan jaminan. Pengadilan telah mengabulkan
permintaan itu dan Ny. Chamberlain dibebaskan dengan jaminan
akhir November lalu. Berarti kisah Azaria yang sudah siap
dibukukan masih akan bersambung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini