Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita Ibu Kota Negara (IKN), Myrna Asnawati Safitri, menyebutkan berdasarkan regulasi mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) IKN, luas kawasan hutan memiliki target mencapai 65 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Salah satu komitmen penting dalam membangun kota hutan adalah memastikan terdapat wilayah yang terlindungi sebagai tempat kita ingin mewujudkan kejayaan hutan tropis Kalimantan. Wilayah itu sudah disebutkan dalam rencana tata ruang IKN dalam luasan sekitar 65 persen dari seluruh wilayah," ujar Myrna dalam konferensi pers secara daring, Senin, 25 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Myrna mengatakan kondisi hutan di IKN yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung itu masih jauh dari kondisi ideal, karena terjadi konversi besar-besaran selama puluhan tahun sebelum pembangunan IKN. "Apakah untuk kepentingan pembangunan hutan tanaman industri yang bersifat monokultur, pembangunan perkebunan sawit, kegiatan pertambangan dan berbagai kegiatan lain," ungkapnya.
Untuk menjaga keanekaragaman hayati di IKN, menurut Myrna, pihaknya akan segera meluncurkan Nusantara Biodiversity Management Master Plan atau rencana induk keanekaragaman hayati (Kehati) IKN Nusantara.
Direktur Pengembangan Pemanfaatan Kehutanan dan Sumber Daya Air Otorita IKN, Pungky Widiaryanto menambahkan, kawasan hutan lindung IKN dialokasikan sekitar 65 persen atau setara 177 ribu hektare. Namun, saat ini kawasan yang tertutup hutan hanya 16 persen karena tingkat deforestasi yang tinggi sekitar 4.000 hektare per tahun.
"Kawasan lindung IKN itu sekitar 65 persen atau setara dengan 177 ribu hektare. Saat ini yang tertutup hutan hanya 16 persen dan tingkat deforestasi cukup besar sekitar 4.000 hektare per tahun, ini sebelum ada IKN," ungkapnya.
Nantinya, rencana pengembangan kawasan hutan di IKN sebesar 177 ribu hektare tersebut akan mencakup 40 ribu hutan sekunder, 55 ribu hektare berupa tanaman industri yang monokultur, 80 ribu hektare berupa agrikultur, perkebunan sawit, dan pertambangan, serta 2 ribu hektare kawasan mangrove primer.
Menurut Pungky, sebelum pembangunan IKN dimulai, ada beberapa ancaman terhadap keanekaragaman hayati di wilayah tersebut. "Ada beberapa penyebabnya seperti illegal logging, kebakaran hutan, illegal mining, encroachment, dan juga ekspansi dari palm oil dan hutan tanaman," katanya.