Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

TN Komodo Pakai Reservasi Online dan Biaya Konservasi per Agustus

Reservasi menghitung biaya konservasi bagian dari rencana penguatan fungsi di TN Komodo. Tak perlu komunikasi dengan Unesco.

29 Juni 2022 | 23.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wisatawan mancanegara mengambil gambar kawanan Komodo (Varanus komodoensis) di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur, 3 Mei 2017. Nama komodo meluas setelah tahun 1912, ketika Pieter Antonie Ouwens, direktur Museum Zoologi di Buitenzorg (kini Bogor), menerbitkan jurnal tentang komodo setelah menerima foto dan kulit reptil itu. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Taman Nasional Komodo rencananya akan mulai memberlakukan sistem reservasi online per 1 Agustus 2022. Sistem yang akan disertai komponen biaya untuk konservasi ini menindaklanjuti hasil kajian tim ahli yang telah merumuskan pembatasan kunjungan mengikuti daya dukung daya tampung taman nasional itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Besar biaya konservasi itu, yang direkomendasikan oleh tim ahli, berkisar Rp. 2.943.730 sampai Rp. 5.887.459 per pengunjung per tahun, dengan jumlah pengunjung ideal sebanyak 219 ribu per tahun. Atau maksimum 292 ribu per tahun, sebelum populasi komodo mulai tertekan oleh dampak perubahan nilai jasa ekosistem yang disebabkan oleh kunjungan para wisatawannya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami masih hitung komponen-komponennya, tapi kemungkinan sebesar Rp 3.750.000 per orang per tahun yang akan diterapkan secara kolektif tersistem per 4 orang per tahun (Rp. 15.000.000)," kata Carolina Noge, Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi di Taman Nasional Komodo.

Carolina mengungkap itu dalam jumpa pers di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Senin, 27 Juni 2022. Saat itu dituturkan kajian dilakukan sebatas di Pulau Komodo, Pulau Padar, dan kawasan perairan di sekitarnya. Belum jelas kenapa kajian tak mencakup pula Pulau Rinca--kawasan taman nasional yang juga termasuk destinasi pariwisata super-prioritas Labuan Bajo.

Sejumlah langkah untuk sistem manajemen kunjungan yang terintegrasi berbasis reservasi online dan biaya konservasi itu telah disiapkan Carolina dan timnya yang mewakili Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perempuan asal Kupang, NTT, itu menyebut antara lain penguatan lembaga terdiri dari kajian-kajian ilmiah dan peningkatan kapasitas SDM. 

Lainnya adalah perlindungan dan pengamanan. Di dalamnya, antara lain, penyegaran polisi hutan atau ranger dan patroli-patroli serta optimalisasi kapal, radio tower dan drone. Yang ketiga adalah pemberdayaan masyarakat dan, keempat, pengembangan wisata alam berbasis jasa ekosistem. Untuk yang terakhir itu mencakup pula rencana penyusunan panduan wisata konservasi dan digitalisasi manajemen kunjungan.

"Karena Taman Nasional Komodo itu bukan soal komodo-nya saja, tapi ada ekosistem di dalamnya. Bukan hanya daratan, tapi juga bawah lautnya. Nah, ini yang harus menjadi agenda kita bersama menjaga tata kelolanya," kata Carolina.

Carolina Noge, Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi di Taman Nasional Komodo, saat jumpa pers di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Senin 27 Juni 2022. (ISTIMEWA)

Dia merujuk berbagai isu dan permasalahan yang terjadi di Taman Nasional Komodo. Mulai dari sampah, perburuan liar terhadap rusa yang menjadi salah satu mangsa alami komodo, pencurian terumbu karang dan ilegal fishing, sampai dampak perubahan iklim. Termasuk pula kenyamanan dan keselamatan para wisatawan. 

Menurut Carolina, kasus penipuan oleh agen perjalanan fiktif, wisatawan yang tak puas terhadap standar layanan perjalanan yang didapat, dan bahkan kasus kapal karam, terbakar atau tenggelam di tengah perairan tak sekali dua kali terjadi. "Masalah pariwisata, banyak berita viral yang mungkin sudah diketahui," katanya sambil menambahkan penanganan seluruhnya harus melibatkan berbagai instansi dan terintegrasi, bukan hanya Balai Taman Nasional Komodo.

Tim SAR Gabungan mengevakuasi wisatawan korban kapal wisata tenggelam di Perairan Pulau Kambing, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Selasa 28 Juni 2022. (ANTARA/Fransiska Mariana Nuka)


Ingin meniru Galapagos

Dalam jumpa pers yang sama, Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi mengungkap keinginannya kalau Taman Nasional Komodo bisa meniru pengelolaan Kepulauan Galapagos di Ekuador. Di kepulauan di Samudera Pasifik itu, menurut dia, telah berlaku kunjungan yang sangat selektif demi menjaga lingkungan kepulauan yang dikenal dengan gunung api dan kura-kura raksasanya itu. 

"Pembatasan bukan agar orang tidak datang,  tapi untuk konservasi lingkungan," katanya sambil meminta tim ahli meneliti mendalam untuk hasilnya digunakan bersama-sama untuk kebijakan melestarikan komodo. "Karena kalau tidak, kami yakin satu saat nanti komodo akan punah."


Tak perlu bilang Unesco

Wakil Menteri LHK, Alue Dohong, setuju rencana penguatan fungsi di Taman Nasional Komodo dengan mengatur jumlah kunjungan maksimum untuk meminimalisir dampak negatif wisata alam. Namun dia berpesan pentingnya sosialisasi dan proses ujicoba. "Dan yang terpenting penerapan kuota lewat digitalisasi tak akan mengurangi akses ataupun pendapatan masyarakat setempat di dalam kawasan Taman Nasional Komodo," katanya.

Meski begitu dia menilai tak perlu dijalin komunikasi dengan World Heritage Committe di UNESCO untuk kajian yang sudah berjalan dan rencana-rencana yang telah dirancang di Taman Nasional Komodo tersebut. Dia menyatakan ini saat diingatkan perihal teguran dan permintaan dari badan PBB tersebut untuk menghentikan pembangunan yang berjalan di Pulau Rinca pada tahun lalu. "Yang penting kan yang kita lakukan juga menjaga outstanding universal value, mereka pasti happy," kata Alue.

Sebuah truk pembawa material dihadang oleh seekor komodo di Loh Buaya, Pulau Rinca. Kredit: Antara/HO

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Balai Taman Nasional Komodo Lukita Awang Nistyantara menyatakan pembangunan proyek pariwisata premium Labuan Bajo di wilayah Pulau Rinca terus berjalan dan sudah hampir rampung. Berlokasi di Loh Buaya, proyek diklaim sebatas 'penataan sarana dan prasarana' yang sudah ada sebelumnya. "Tinggal penyempurnaan seperti bagian interiornya...kalau sudah siap, baru kami buka," kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus