Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Segel dari Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup pada 4 November 2024 lalu tak mampu menghentikan aktivitas di tempat sampah liar yang ada di Limo, Kota Depok, Jawa Barat. TPA ilegal itu telah beroperasi lebih dari 15 tahun dengan cara menumpuk dan membakar begitu saja sampahnya sehingga sangat dikeluhkan warga sekitarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TPA berlokasi sepelemparan batu saja dari kompleks permukiman seperti Perumahan Griya Cinere 2, Taman Dika, Panorama Cinere, dan Bukit Cinere. Jaraknya sekitar 160 meter dari Kampus Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), atau 300 meter dari Kantor Samsat Cinere Kota Depok. Lokasi persisnya di tepian aliran Kali Pesanggrahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Memiliki luas hampir 3,7 hektare, TPA menggunakan lahan milik PT Megapolitan Development. Dampak lingkungan dan kesehatan karena aktivitas atau operasional tempat sampah itu disebutkan juga dituai warga kota tetangga di seberang sungai, Tangerang Selatan. Keluhan dan protes telah mengalir sejak awal operasional pada 2009 namun TPA ilegal itu bergeming. Keluhan dan protes disampaikan lewat pemerintah kota setempat maupun secara langsung.
Terbaru, terlebih setelah segel dari Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurrofiq juga tak digubris, sekelompok warga yang menamakan diri Forum Warga Terdampak TPA Liar Limo mengadu ke Komnas HAM pada Kamis lalu, 2 Januari 2025. Terdapat dugaan pelanggaran Hak atas Lingkungan, Hak Kesehatan, dan berbagai hak dasar lainnya oleh negara karena dianggap melakukan pembiaran.
Terhitung sejak 2009, TPA sudah delapan kali buka-tutup sejak 2009. Puncaknya adalah 4 November 2024 ketika Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurrofiq menyegel terhadap TPA Ilegal di Limo. Tapi segel lagi-lagi hanya berlaku sesaat. Perwakilan Forum Warga Terdampak TPA Ilegal Limo, Dodi Ariawanto, mengatakan TPA liar tersebut masih terus beroperasi menerima, menumpuk, dan membakar sampah.
Menurut Dodi, keberadaan TPA liar telah melanggar hak warga negara untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, Undang-Undang HAM Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 9 (3), dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 65 (1).
Dodi dan warga berharap Komnas HAM untuk melakukan pemantauan kasus dugaan Pelanggaran HAM dari operasi TPA liar di Limo. "Kami berharap Komnas HAM menyusun rekomendasi kepada Pemerintah Kota Depok, PT Megapolitan, Kementerian Lingkungan Hidup, Ditjen Bangda-Kementerian Dalam Negeri, serta kementerian dan lembaga terkait untuk menutup, mensterilkan area, dan melakukan pemulihan lingkungan," kata Dodi melalui pesan tertulis, Jumat 3 Januari 2024.
Komisioner Nasional HAM bidang Pengaduan Hari Kurniawan memberikan konfirmasinya bahwa pelanggaran HAM dalam kasus ini terjadi akibat pembiaran. Menurut dia, Komnas HAM akan menganalisis lebih jauh untuk melihat dugaan pelanggaran HAM yang terjadi seperti hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta hak dasar lain. "Selain itu Komnas HAM akan memanggil pihak terkait untuk dimintai keterangan dan mencari solusi atas kasus yang sudah berlangsung lebih dari 15 tahun ini," ucapnya.
Juru Kampanye Polusi dan Urban Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Abdul Ghofar mendampingi Forum Warga itu. Dia menegaskan kalau operasi TPA liar di Limo, Kota Depok, yang berlangsung sebelum 2009 telah menimbulkan dampak lingkungan dan kesehatan manusia. Ghofar menunjuk dampak dari praktik pengangkutan, penimbunan, dan pembakaran sampah yang dilakukan.
"Negara melalui institusinya harus memenuhi hak asasi warga melalui upaya penegakan hukum, pemulihan lingkungan, dan jaminan untuk hidup di lingkungan yang baik dan sehat yang bebas dari polusi," kata Ghofar kepada Tempo pada Jumat, 3 Januari 2024.