Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Protes Soal TPA Ilegal Pondok Ranji, 11 Keluarga Mengaku Diteror dan Akan Diusir Paksa

Sejumlah keluarga yang selama ini memprotes keberadaan TPA ilegal Pondok Ranji mendapat teror dan akan diusir paksa oleh orang yang diduga preman.

22 November 2023 | 17.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga Pondok Ranji, Yudi 69 tahun saat menunjukan peta bidang atas lahan di dekat TPA Ilegal, Rabu 22 November 2023. TEMPO/Muhammad Iqbal

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Setelah bersuara tentang persoalan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Pondok Ranji, Yudi seorang warga berusia 69 tahun mengaku mendapat teror dan intimidasi dari orang yang diduga preman. Bahkan dirinya dan keluarga diminta untuk mengosongkan rumah yang saat ini dia tinggali bersama keluarga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warga Kelurahan Pondok Ranji, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) itu mengalami intimidasi dari seseorang berinisial L yang diduga mafia tanah. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yudi menceritakan, pada Senin 20 November 2023 malam, kediamannya didatangi oleh sejumlah orang yang ia sebut preman. Kata Yudi, mereka memaksa agar ia hengkang segera. Apabila hal itu tidak diindahkan, rumah lahan yang dihuni 11 KK itu akan digusur paksa. 

"Jadi kami ini keluarga pak yudi minta keadilan. Ini kan sudah melanggar, orang diintimidasi diusir. Terkecuali kami ini menempati tanah mereka itu wajar kalau kami di usir. Keluarga saya udah dari 1972 disini sebelum ada orang pendatang," kata Yudi, Rabu 22 November 2023.  

Yudi menjelaskan, intimidasi itu terjadi bukan kali pertama. Kata dia, sejak tahun 2013, ada sejumlah orang yang ingin menguasai lahan tersebut. Kata dia, upaya paksa untuk pengosongan lahan itu, atas perintah seseorang yang bernama Intan. Hal itu diketahui Yudi dari L yang merupakan orang kepercayaan Intan. 

"Bu Intan pak Iwan itu yang punya uang, mereka ini kerjasama. Yang mafia tanah ini menyodorkan surat, nah ini udah berapa tahun sepi ini baru rame lagi gara-gara sampah (TPA Liar)," katanya. 

"Yang saya denger katanya ini di jual ke Bintaro, kalau maksud kami ini begini kami ini dibayar, diusir dibayar sesuai karena ini hak kami. Maunya dia ini kami diusir gitu aja. Jadi seolah olah diusir paksa itu menggunakan aparat," sambungnya. 

Kepada Yudi, L mengaku sudah membeli tanah tersebut. Namun, saat ditanya kepada siapa ia membeli, L tidak menanggapi. 

"Enggak tau, saya bilang ke dia belinya ke siapa suruh temuin siapa, engga mau dia jawab dan kekeh minta ngosongin. Hanya obrolan aja. Istilahnya dia ngusir aja. Ancamannya itu kalo gamau pergi ini digusur paksa tanpa di bayar. Nah dengan alasan itu kata dia udah beli," bebernya.

"Jadi awal mula begini, ini tanah kavling pdk yang belinya itu tahun 1962 . 1962 pdk itu belilah bukan cuma hanya disini aja. Udah gitu tahun 1965 itu pecah G 3o SPKI orang tua pak yudi ini temen temennya kan guru itu nyerahin ke orangtua saya. Ini tanah disuruh teruskan dan dipotong angsuran dengan potong gaji. Nah itu kata orang tua saya ini yang 7000 meter dibikinin sertifikat atas nama saya Yudi, nah itu sampe tahun 1972 itu ga dikasih kasih sampai tahun 80 itu baru dikasih surat atas nama mansyur nah terus bahasa mereka si panitia," sambungnya. 

Yudi menambahkan, intimidasi tidak hanya ditujukan pada dirinya, salah satu anak Yudi pun menjadi sasaran intimidasi. Anaknya, diiming-imingi sejumlah uang untuk meninggalkan lokasi tersebut. 

"Nah saya juga baru tau semalam katanya anak saya dikasih duit 500 ribu disuruh pindah. Bilang ke saya si engga di ambil," ujarnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus