Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Bupati Humbang Hasundutan: Tak Ada Pohon yang Ditebang karena Food Estate

Bupati Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor menjamin tak akan menebang pohon untuk food estate, kecuali pohon eukaliptus.

25 Januari 2025 | 15.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Bupati Humbang Hasundutan di kantornya di Dolok Sanggul, Sumatera Utara, 13 Desember 2024. TEMPO/Billy Piri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Bupati Humbang Hasundutan mengaku terlibat pembentukan Badan Otorita Pengelola Kawasan Food Estate (BOPK-FE) Sumatera Utara.

  • Badan Otorita akan memperluas cakupan lahan food estate yang mencapai 15.057 hektare di empat kabupaten Sumatera Utara.

  • Bupati menjamin lahan food estate nantinya tidak akan menebang satu pun pohon selain eukaliptus.

BUPATI Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor menjadi orang yang ikut berperan dalam pembukaan lahan food estate di Sumatera Utara. Sejak pagebluk Covid-19 melanda pada 2020, Dosmar menyiapkan lahan 215 hektare dari puluh ribuan hektare yang diusulkan untuk pertanian tanaman hortikultura. Kini kompleks budi daya bawang merah, bawang putih, kentang, dan aneka jenis sayuran lain itu justru mangkrak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di tengah isu kegagalan proyek food estate di kabupatennya, Dosmar bersama Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi—sekarang dibubarkan oleh Presiden Prabowo Subianto—merencanakan transisi tata kelola food estate. Kelak, pengelolanya adalah Badan Otorita Pengelola Kawasan Food Estate (BOPK-FE) Sumatera Utara. Badan tersebut dibentuk oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2024 yang ditandatanganinya dua hari sebelum lengser pada 20 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aturan anyar ini memperluas cakupan lahan food estate yang mencapai 15.057 hektare. Lokasinya menyasar empat kabupaten, yakni Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah. Rupanya, pembentukan badan otorita ini juga disokong Rencana Induk Pengembangan Food Estate Produksi Pangan di Provinsi Sumatera Utara yang diterbitkan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional pada 2023.

Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan diduga menjadi pemrakarsa badan baru itu ketika menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Selama setahun sebelum rencana induk itu terbit, dia kerap memimpin rapat pembahasan struktur badan yang melibatkan banyak pihak. Rapat terakhir berlangsung di Jakarta Convention Center pada 6 September 2024. “Jangan sampai ada isu yang pending terkait dengan food estate,” kata Luhut, seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Dormar mengaku dilibatkan dalam semua proses pembentukan badan otorita tersebut. Dia mengatakan badan ini dimaksudkan untuk menjembatani petani agar meningkatkan produktivitas. Ditemui jurnalis Tempo Agoeng Wijaya di kantornya pada 12 Desember 2024, Dosmar menjamin bahwa lahan food estate nantinya tidak akan menebang satu pun pohon yang ada. “Saya yang paling benci dan paling anti-penebangan pohon,” ucap Dosmar.

Bagaimana progres program food estate di Sumatera Utara, khususnya di wilayah Anda?

Sekarang belum ada rapat lanjutan karena masih sinkronisasi setelah penerbitan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2024. Setelah ditandatangani Pak Joko Widodo pada 18 Oktober 2024 kan masih perlu sinkronisasi. Di dalamnya juga ada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang akan mengatur pengisian struktur badan.

Siapa badan pelaksana di dalam badan otorita itu nanti?

Kami kan pemerintah di bawah, jadi tidak punya kewenangan untuk membahas dan terlibat di dalamnya karena yang punya kewenangan adalah pemerintah pusat.

Apakah Anda dilibatkan dalam proses pembentukan badan otorita tersebut?

Kami semua dilibatkan dalam proses-proses itu, baik itu Dinas Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup, maupun yang lain. Itu semua melibatkan kabupaten kami.

Bagaimana Anda memiliki ide mengusulkan wilayah Humbang Hasundutan untuk disulap menjadi food estate?

Memang ide pertama food estate itu datang pada 2020 pada masa pandemi Covid-19. Dulu kita tidak bisa impor bahan pangan karena negara lain juga melakukan embargo. Karena di sini ada lahan bekas konsesi perusahaan, kami mengusulkannya.

Lokasinya di Desa Ria-Ria, Kecamatan Pollung, yang memiliki lahan telantar bekas konsesi perusahaan. Di sana sudah tak ada lagi pohon. Perusahaan tidak bisa masuk hingga berakhir batas waktu konsesinya karena masyarakat resistan melakukan penolakan.

Apakah lokasinya berada di dalam kawasan hutan?

Wilayah itu bukan hutan lindung. Memang ada di situ, beberapa meter saja, makanya datang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk memastikan. Mereka tergabung dalam tim terpadu yang memastikan food estate tidak melanggar hukum.

Lahan itu sebelumnya konsesi milik siapa?

Lahan itu kan konsesi PT TPL (PT Toba Pulp Lestari). Di situ, kata orang, merupakan tanah ulayat, milik nenek moyang. Makanya sekali lagi, kami tidak ada nebang pohon. Sejak dulu lahan yang tidak pernah diolah ini dijadikan lahan ekstensifikasi food estate. Luasnya ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2024 seluas 15.075 hektare. Di dalamnya termasuk wilayah otoritatif.

Kami mendapati bentangan 15.075 hektare tersebut masih banyak hutan alam. Apakah semua akan dibabat menjadi food estate?

Begini, kalau ada yang menebang pohon bukan untuk pangan, kami tidak setuju karena saya paling anti menebang pohon. Kalau kulihat satu pun pohon yang ditebang, saya membayangkan itu butuh lebih dari 30 tahun untuk menumbuhkannya.

Kalau tadi Anda melihat masih ada hutan alam, terima kasih informasinya, ayo sama-sama kita jaga. Tapi, kalau itu adalah pohon eukaliptus yang sebelumnya ditanam PT TPL, itulah yang mau diolah.

Bagaimana badan otorita nanti bisa mengutamakan petani dalam pembangunan food estate?

Pemilik lahannya adalah petani, tidak ada tanah milik penguasa. Semua lahan food estate itu milik petani dari kakek-nenek moyangnya. Sebagai pemerintah daerah, kami setuju pohon-pohon harus dipertahankan untuk menjaga ekosistem, menjaga oksigen, sumber air, dan habitat hewan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus