Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Newsletter

Lumpur Nikel di Pulau Obi

Kerusakan lingkungan karena aktivitas tambang nikel tidak hanya terjadi di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

11 Februari 2022 | 16.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU BUMI
11 Februari 2022

Lumpur Nikel di Pulau Obi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kerusakan lingkungan karena aktivitas tambang nikel tidak hanya terjadi di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara seperti yang dilaporkan Tempo dalam liputan investigasi dua pekan lalu. Lumpur dari penambangan bijih nikel dan operasional smelter atau pabrik pengolahan nikel, juga menimbulkan petaka bagi warga Desa Kawasi di Kecamatan Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Lumpur tersebut terbawa air hujan dan masuk ke anak-anak sungai yang mengalir sampai ke laut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di pesisir Kawasi, endapan lumpur menutupi terumbu karang yang menjadi rumah ikan-ikan karang. Padahal, perairan Kawasi menurut pengakuan nelayan di sana, juga merupakan wilayah tangkapan ikan pelagis—kelompok ikan yang hidup di dekat permukaan air laut seperti tuna, cakalang dan tenggiri. Selain ikan, nelayan Kawasi juga kerap memanen teripang atau timun laut. Namun, sejak adanya tambang nikel, ikan karang, ikan pelagis dan teripang menghilang entah ke mana.

Kekayaan alam berupa aneka jenis ikan itu membuat pemerintah provinsi Maluku Utara pada 2018 menerbitkan peraturan daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang menetapkan perairan Kepulauan Obi sebagai zona perikanan tangkap. Namun, setelah tangkapan ikan berkurang drastis membuat banyak nelayan terpaksa beralih profesi menjadi buruh kasar di perusahaan-perusahan tambang. Mereka tidak punya pilihan lain.

Kami datang ke Kawasi, desa yang berada di timur Pulau Obi—pulau terbesar dalam gugusan Kepulauan Obi—untuk melihat langsung kondisi lingkungan yang tercemar lumpur tambang nikel. Di Kawasi, desa seluas 13.379 hektare yang langsung menghadap Laut Maluku itu, bercokol tujuh perusahaan tambang nikel, tiga tambang di antaranya merupakan anak usaha Harita Group milik taipan Lim Hariyanto Wijaya Sarwono.

Kami menemukan pencemaran lumpur tambang tidak hanya terjadi di pesisir Kawasi, juga di kawasan mangrove, anak-anak sungai, dan juga sumber mata air di bawah air terjung yang terletak 500 meter di sebelah timur laur permukiman Kawasi. Pencemaran laut itu, telah pula memakan korban, yakni biota laut. Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan Pusat Studi Akukultur Universitas Khairun, kerusakan itu akibat terpapar unsur logam berat yang konsentrasinya melampaui baku mutu.

Selamat membaca!

Dody Hidayat
Redaktur Utama

Kawasi Terjebak Lumpur Nikel

Suap dan Permainan Izin Nikel
Politikus, pengusaha, pejabat, hingga mantan aktivis menafsirkan aturan soal izin penambangan nikel dari ketentuan yang lemah. Ada suap di tiap tahapnya.

Deforestasi Penambangan Nikel
Hutan Sulawesi hilang setengah juta hektare akibat penambangan nikel. Tak bisa kembali.

Nur Haryanto

Nur Haryanto

Pemerhati olahraga, mantan wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus