Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah menjadi rahasia umum kalau pemakaian biodiesel bisa mengakibatkan masalah. Sifat minyak kelapa sawit mentah yang menjadi bahan baku biodiesel adalah higroskopis. Biodiesel 35 persen atau B35 misalnya, kadar airnya bertambah 1,01 bagian per sejuta (ppm) per hari. Adapun B40 yang pemberlakuan mandatorinya mulai 1 Januari 2025, kadar airnya naik 1,54 ppm per hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kenaikan kadar air itu tidak menjadi masalah di tangki truk pengangkut biodiesel yang cepat habis terjual. Begitu pula biodiesel yang ada di tangki kendaraan yang sering isi ulang. Kadar air yang naik menjadi masalah bagi alat berat dan truk pengangkut milik perusahaan-perusahaan pertambangan yang menyimpan stok biodiesel di tangki penyimpanan untuk waktu yang lama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bercampurnya air dengan biodiesel menghasilkan emulsi yang menjadi tempat tumbuhnya bakteri, jamur, dan lain-lain sehingga muncul jeli. Jika dihisap pompa bahan bakar, jeli bisa menyumbat filter. Penyumbat filter bisa juga berupa jelaga yang merupakan hasil proses oksidasi. Tersumbatnya filter membuat daya yang dihasilkan mesin menurun karena pasokan biodiesel berkurang.
Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan penambahan aditif bahan bakar. Masalah air misalnya, bisa diatasi dengan aditif pengemulsi. Kemudian antioksidan pada aditif, dapat menghambat proses oksidasi sehingga tak menyisakan jelaga atau endapan basah pada filter. Dispersan pada aditif berfungsi memecah kontaminasi yang menggumpal sehingga tak menyumbat filter. Ada juga yang berfungsi mencegah korosi dan memperbaiki pembakaran.
Aditif yang dominan beredar di pasar saat ini adalah sintetis dan diimpor dari luar negeri. Namun pengusaha lokal kini mengembangkan bioaditif atau aditif berbasis nabati. Jodi Sucipto misalnya, menjadi yang pertama menciptakan bioaditif berbasis minyak atsiri serai wangi (Cymbopogon nardus) pada 2006 silam. Produknya yang bermerek Cetrol-N15, sudah dipakai oleh banyak perusahaan tambang di seluruh Indonesia.
Pembaca, selain mengulas bioaditif dari serai wangi dalam mengatasi masalah pada biodiesel, dalam rubrik Ilmu dan Teknologi Majalah Tempo edisi terbaru ini, kami juga menulis soal serai wangi sebagai tanaman reklamasi tambang. Kami meliput keberhasilan reklamasi yang dilakukan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk Pabrik Narogong yang menanam serai wangi di bekas tambang batu gamping dan tanah liat mereka.
Laporan selengkapnya: Serai Wangi Tanaman Reklamasi Tambang yang Efektif