Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Liem Swie King dan Iie Sumirat, gagal meraih juara di All England. Lebih parah lagi, pemain putri hanya mampu sampai ronde ke-3. PBSI perlu pengamat yang tangguh.

9 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIM Swie King dan Iie Sumirat yang diharapkan dapat menggantikan Rudy Hartono dalam mempertahankan supremasi partai tunggal putera All England, telah gagal. Begitu pula para pemain puteri Indonesia. Wartawan TEMPO, Herry Komar, yang mengikuti turnamen di Inggeris itu, menurunkan laporan berikut Di kamar pakaian, Lim Swie King terduduk lepas. Kaos yang dipakainya dilepas. Ia bertelanjang dada. Di ruangan itu ada pelatih Tahir Jide dan team manager Sukada. Mereka mencoba menghibur King yang masih tak habis fikir atas kekalahannya atas Fleming Delfs: 15-17, 15-11, dan 15-8. Dalam emosi yang tak lepas itu, tiba-tiba King meninju meja di depan kursinya keras sekali. Sehingga Sukada dan Tahir Jide kaget dibuatnya. "Empat kali All England masih belum jadi juara juga", keluh King. "Apa salah saya?". King lalu mengingat kembali keadaan di pelatnas sebelum berangkat. "Saya telah latihan sebaik mungkin. Tapi, mengapa masih begini juga jadinya". Tengah King merenungi kekalahannya itu, tiba-tiba Svend Pri masuk kekamar pakaian. Setelah menyalami King, ia lalu menghibur. "Saya 3 kali jadi finalis baru berhasil", katanya. King baru 2 kali jadi finalis. Pri juga mengatakan Delfs memang bermain lebih baik dari pada biasanya. Tjuntjun yang sedang bersiap-siap untuk pemanasan badan pun mencoba menghibur King. "Next time better, King", kataTjuntjun. "Next time better melulu", jawab King. Johan Wahyudi menganalisa kekalahan King, karena King terlalu sering ganti shuttlecock. Di tempat dingin shuttlecock yang baru itu, kalau dismash jalannya pelan. Suhu London, Sabtu 26 Maret itu di luar stadion sekitar 8 derajat Celcius. Di dalam agak hangat sediht, kira-kira 17 derajat Celcius. "Coba kamu tidak sering ganti shuttlecock, mungkin keadaannya jadi lain", ujar Johan Wahyudi. "Bukankah kamu bisa mengejar keunggulan Delfs?". Ketegangan Mental King memang bisa menahan laju permainan Delis. Tapi ia juga sering tampak ragu-ragu dalam mengontrol bola. Tak kurang 6 angka hilang akibat kontrol bola yang tidak cemlat. King memang tidak bermain seperti biasanya. Gerakannya sedikit lamban. Kecepatan yang biasanya menjadi modal permainannya tampak menurun. Ada kelainan fisik? "Saya sehat. Cuma kaki saya yang agak berat", jawab King. Lambannya King juga disebabkan oleh cuaca yang dingin. Menurut Tahir Jide perubahan cuaca ada pengaruhnya terhadap pemain. Gerakannya jadi melamban. Tapi yang tak kurang jadi persoalan adalah ketegangan mental King menjelang pertandingan final tersebut. Ia sampai tak makan hari itu. Kecuali makanan ringan. Setelah pertandingan terpaksa ia bersama Tahir Jide mencari makanan ke luar. Tidakkah kekalahan King atas Yao Tung di Hongkong masih menghantui dirinya? "Pengaruh itu juga ada", ujar Sukada. Sementara King sendiri mengelak untuk memberikan komentar. Ia memilih diam setelah kegagalan tersebut. Apa kata Delfs atas kekalahan lawannya itu? "King memang tidak bermain seperti biasa. Ia agak menurun dalam kecepatan. Sedangkan saya bermain lebih baik dari pada biasanya", kata Delfs. "Kalau King dalam kondisi terbaiknya, bukan tak mungkun saya kalah dari dia". Yang agak mengherankan juga adalah sikap PBSI terhadap turnamen All England ini. Sekalipun nama Indonesia melangit di mata publik stadion Wernbley, tapi kemenangan di sini bukan merupakan target utama mereka. Ini tercermin dari jawaban Tahir Jide. "Target utama kita adalah Malmoe. Bukan All England", katanya. Malmoe adalan tempat turnamen Bulutangkis Dunia, Mei depan. Kalau memang demikiall, publik di Indonesia harap maklum saja kalau King sampai kalah. Adakah King akan jadi juara di Malmoe sebagai yang di'narapkan PBSI? "Saya akan kalahkan juga dia di sana", gertak Delfs. Sekalipun publik stadion Wembley bertanya-tanya tentang ketidak-hadiran Rudy Hartono, namun dalam final penonton cukup memadati stadion -- kira-kira 6.000 penonton. "Rudy memang pemain pujaan publik. Tapi anda lihat sendiri sekalipun ia tidak hadir, pengunjung masih ramai juga", kata Herbert Scheele. "Soalnya penonton juga ingin melihat lahirnya juara baru". Kendati demikian Sheele juga mengharapkan agar tahun depan Rudy ikut lagi dalam All England. "Berapa umurnya? 28? Ia masih muda untuk mengundurkan diri", tambah Scheele. Adakah dengan munculnya Delfs telah lahir seorang bintang baru? "Bintang itu tidak setiap tahun dilahirkan. Delfs maupun King adalah 2 pemain yang hebat. Tapi ia belum mencapai kehebatan seperti Rudy atau Wong Peng Soon", tambah Scheele. Pengamat Permainan Akan pemain puteri, kebolehan mereka di ronde ketiga saja. Verawaty yang diandalkan bertekuk lutut di tangan Paula Kilwington dalam pertarungan rubber-set: 0-11, 11-9, dan 11-6. Sementara Tati Sumirah harus mengakui keunggulan S. Kondo 3-11, 4-11 dalam ronde yang sama. Yang agak lumayan cuma pasangan ganda Theresia Widyastuti/Regina Masli. Kendati akhirnya juga menyerah di tangan semifinalis Nyonya Lockwood/Nyonya Perry dalam marathon set: 15-4, 9-15, dan 15-8. Mengingat turnamen Uber Cup tinggal 8 bulan lagi, orang pun bertanyatanya mengapa pemain-pemain puteri Indonesia tidak diberi pengalaman sebanyak mungkin? Dan kenapa hanya terbatas pada 4 pemain saja? Niat untuk menambah daftar pemain puteri itu memang ada kelihatan di beberapa fikiran pengurus. Fihak yang menentang juga ada. "Kita kalah dalam voting", kata Sukada yang cenderung untuk menyerta pemain puteri yang lebih banyak. Ia tidak mau menyebut alasan penolakan dari kelompok yang tidak setuju. "Seharusnya pemain puteri memang patut ditambah jumlah", tambah Sukada. Hal yang lain - tapi tak kurang pentingnya -- dari penyebab kekalahan pemain Indonesia adalah tidak adanya seorang pengamat permainan lawan yang lihay. Seandainya, menjelang King turun menghadapi Delfs diberi petunjuk oleh seorang analis seperti Lie Po Djian (Pudjianto) mungkin taktik King dalam menjinakkan Delfs akan lain. Tanpa mengecilkan arti Tahir Jide, kemampuan analisa terhadap permainan lawan dan teknik menghadapinya, jelas Pudjianto lebih berpengalaman. Mengapa orang seperti dia tidak dikirim oleh PBSI? Baralgkali Sudirman lebih tahu jawabnya. Belakangan ini memang PBSI mena warkan jabatan untuk team manager pada Rudy maupun Eddy Yusuf. Keduanya menolak lantaran punya kesibukan lain. Tapi mengapa tawaran itu tidak diberikan pada Pudjianto atau Nyoo Kiem Bie maupun yang lain? Mengapa masih harus pakai sistim 'jatah-jatahan' antara pengurus? Padahal untuk menghadapi suatu turnamen yang penting seperti All England, paling sedikit kehadiran Pudjianto atau Nyoo Kiem Bie maupun Darmawansaputra lebih berarti. Sebab kematangan pengalaman sebagai pemain bisa memberi andil yang cukup bermanfaat bagi pemain muda seperti King atau Iie Sumirat maupun pemain lainnya dalam menghadapi calon lawan dan taktik apa yang harus dipergunakan. Seperti Delfs sendiri, misalnya. Menjelang final ia hampir selalu tampak dengan Fins Kobbero, bintang bulutangkis Denmark di tahun 50-an dan juara ganda All England bersama Hammergaad Hansen selama 7 kali. Delfs sendiri mengakui bahwa dia banyak berdikusi bersama Kobbero maupun Svend Pri menjelang menghadapi lawan. Dan hasilnya toh tidak mengecewakan. Ia berhasil memanfaatkan setiap kelemahan King. Sehingga ia berhasil memegang kendali permainan dengan baik dan mengalahkan King. Mengapa PBSI tidak mencoba mencontoh mereka? Atau karena All England memang bukan target utama?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus