BERSAING itu memang sehat. Dan di Jakarta persaingan antara
kontestan pemilu itu masih dianggap "cukup baik" oleh Gubernur
Ali Sadikin Akhir Maret kemarin, tak kurang dari 4 pejabat
tinggi negeri ini menyampaikan penilaian mereka. Waka Bakin Ali
Murtopo merasa gembira kampanye berjalan seperti sekarang. Ia
menganggap wajar kalau timbul sedikit insiden. "Tapi saya yakin
akan berakhir dengan baik", katanya. Secara pribadi Ali Murtopo
menilai kampanye sekarang sanat bermutu.
Sebelumnya adalah Kas Kopkamtib Sudomo yang beranggapan jalannya
kampanye sekarang - selain tak bermutu - tidak juga mendidik
rakyat. Tapi dia tokh beranggapan "ekses-ekses yang terjadi
masih dalam batas-batas yang wajar". Sudomo juga menambahkan:
"Ini yang dinamakan romantika pemilu". Dan tak kurang
Menhankam/Pangab Jenderal Panggabean, yang secara umum
berkesimpulan pelaksanaan kampanye berjalan baik, meski
diakuinya "ada percikan-percikan di sana-sini".
Apa saja percikan itu, tak diperinci. Tapi belum seminggu
sebelumnya terdengar protes keras dari DPD PDI DKI. Tak kurang
dari 40 warga PDI berjaket merah menyampaikan pernyataan politik
ke Komdak Metro Jaya. Rupanya ada satu kasus di antara 20 kasus
lainnya, yang dianggap paling berat. Awal Maret, 8 keluarga yang
tinggal di gubuk-gubuk sekitar stasiun kereta-api Tanjungpriok
masing-masing menerima beras 2Ih liter sebagai bantuan korban
banjir Departemen Sosial, yang disampaik:m oleh Go]kar Jakarta
Utara. Lalu nama nama mereka dicatat sebagai anggota Golkar.
Kamis sore 24 Maret, nama-nama yang sudah tercatat itu rupanya
mengikuti kampanye PDI di lapangan bola Jl. Baru, Cilincing.
Maka mereka pun dihadang 7 pemuda yang menurut pengakuan DPC
Golkar Jakarta Utara adalah anggotanya. Dan malamnya, di rumah
masing-masing, mereka "digarap". Dua di antaranya dikabarkan
"luka berat" dan dirawat di RS Koja. Ini keterangan wakil ketua
DPD PDI DKI, AP Batubara.
Pernyataan politik PDI DKI menyebut hal itu sebagai
"penganiayaan berat" dan menuntut agar para pelakunya "segera
diseret ke pengadilan pemilu". Dan bila hal itu terulang lagi,
"PDI DKI akan menentukan sikap tegas dan tidak akan
bertanggungjawab bila massa PDI Jakarta terpaksa melakukan
perbuatan-perbuatan yang serupa".
Dibantah Polisi
Beberapa hari kemudian muncul bantahan Danwilko 72 Jakarta Utara
Letkol Pol Kusparmono Irsan, "tak ada yang luka berat", dan "tak
ada yang dirawat di RS Koja". Katanya, memang ada 3 korban yang
dibawa ke rumahsakit tapi "untuk dimintakan visum et repertum"/
Tapi Kusparmono mengakui ada 4 orang pelaku yang ditahan
sehubungan dengan peristiwa tersebut.
Bagi J.L.A. Siahaan, sekretaris DPC PDI Jakarta Utara, bantahan
Danwilko 72 itu menimbulkan kesan seolah polisi ikut membawa
korban ke RS. Sebab bantahan itu dikaitkan dengan upaya
mengusahakan visum (yang hanya bisa diminta oleh polisi).
"Padahal polisi baru diberitahu setelah korban berada di RS dan
baru beberapa jam kemudian menangkap para pelakunya", kata
Siahaan kepada Slamet Djabarudi dari TEMPO Parulian Silalahi,
wakil ketua DPD PDI Jakarta, menguatkan Siahaan. "Kalau yang
berwajib bertindak lebih cepat banyak yang bisa diselamatkan",
katanya. Contoh menurut dia: malam ketika terjadi penganiayaan
itu, laporan sudah disampaikan ke Komwil sekitar jam 22.30, tapi
belum ada tindakan. Baru setelah jam 01.00, ketika drs Sumarno
ketua cabang PDI Jakarta Utara melapor pada Danwilko 72, barulah
polisi bergerak . . .
Kata Silalahi, sampai Sabtu 26 Maret "masih ada ancaman-ancaman
dari sementara orang membawa golok". Dan kata Siahaan, "sampai
31 Maret para korban masih sulit menggerakkan leher akibat
pukulan benda keras". Maka di akhir Maret, PDI Jakarta minta
perhatian Ali Sadikin tentang lurah-lurah "yang tak dapat
menempatkan diri sebagai lurah rakyat, hingga diragukan menjadi
wasit yang obyektif".
Sinyalemen itu memang terus-terang dan keras. Dan dalam masa
kampanye, memang sering terdengar pula suara keras, hingga
Pengawas Keamanan Negara Komdak Metro Jaya merasa perlu
memanggil KH Hasyim Adnan dan Chalid Mawardi - 2 juru kampanye
PPP - lantaran pidato mereka di Kramat Jati dan Taman Amir
Hamzah. Berhasilkah polisi? "Saya tak akan merubah nada pidato
saya", ucap Hasyim kepada DS Karma dari TEMPO. Hasyim adalah
seorang di antara 3 favorit warga Ka'bah. Tapi sebelum pulang,
Hasyim dan Chalid diharuskan mengisi dan menandatangani formulir
"tak terlibat G30S/PKI".
Berbeda dengan PPP, pihak PDI, tampaknya tak begitu banyak punya
jurukampanye yang tangguh. Tokoh-tokoh bekas partai Islam banyak
bicara untuk PPP, sementara tokoh-tokoh bekas partai yang
berfusi dalam PDI, setidaknya eks PNI, tak terdengar suaranya.
Suara Gutu
Namun Guntur, putera sulung bekas Presiden Soekarno itu, oleh
Kas Kopkamtib Sudomo diizinkan berkampanye. Dan minggu lalu
seorang aktivis DPD PDI Jakarta di kantornya jalan Kemayoran
Ketapang menyebut Guntur Ruslan Abdoelgani, bahkan Wilopo (kini
ketua DPA) akan bicara di puncak acara kampanye PDI 21 April.
Dan sebelumnya, 14 April, "juga Rahmawati akan tampil", katanya.
Tapi tampaknya semuanya belum pasti.
Guntur sendiri yang dulu kader GMNI -- tapi kini lebih suka cari
duit mengaku sebagai "pengamat politik yang aktif dan baik".
Rahmawati -- puteri Bung Karno yang pintar pidato - kepada TEMPO
merasa belum pernah dihubungi salah satu kontestan untuk ikut
kampanye. Guntur memang dihubungi juga oleh perorangan generasi
muda Islam secara lisan. "Generasi muda Golkar pun secara lisan
mengajak saya", tutur Guntur. Tapi apakah Guntur bersedia?
"Pemilu kan masih cukup lama. Percayalah, paa saatnya saya
pasti akan menentukan sikap", tambahnya. "Tunggu".
Guntur tampaknya cenderung pada PDI, meski katanya ada anak-anak
muda yang di satu daerah (dan satu ide) mengajak bersama-sama
berkampanye untuk semua golongan, berganti-ganti. Yang pasti
sudah 75% cabang-cabang PDI memintanya. Kepada Syarief Hidayat
dari TEMPO, Guntur berkata: "Hubungan emosionil saya hanya
dengan Marhaenisme yang identik dengan Pancasila. Seperti bapak
dulu yang juga tak punya komitmen dengan PNI atau Partindo, tapi
ismenya". Akan halnya PDI sekarang - yang merupakan wadah bekas
PNI - Guntur sempat juga memberi kritik. "Saya sendiri tak tahu
apa DPP PDI tak melihat kalau massanya begitu besar di daerah.
Saya jadi heran, mengapa PDI seperti tak punya garis massa yang
menarik", katanya.
Lalu Guntur menengok pada Pemilu yang barusan berlangsung di
Pakistan. "Mestinya PDI bisa mengambil contoh bagaimana partai
rakyatnya Ali Bhutto di Pakistan bisa menang. Saya kira PDI
perlu merubah sedikit motto partai. Misalnya: takwa kepada Allah
itulah iman kita demokrasi itulah politik kita sosialisme
itulah ekonomi kita semua kekuasaan untuk dan di tangan
rakyat". Dengan motto seperti itu, Guntur beranggapan rakyat
akan lebih mudah mengerti.
Apakah di antara saudara-saudaranya sudah ada yang ikut
kampanye? "Sampai sekarang baru Guruh yang sudah kampanye",
katanya. Untuk partai mana? "Untuk partai ke empat yaitu
'Guruh-Gypsi' - itu kaset hasil eksperimen musiknya", kelakar
Guntur.
Tidak Assoy di Suksmadi
Guruh, adik kandung Guntur yang bungsu itu, memang lebih suka
bersikap 'assooy' dalam menonton kampanye pemilu sekarang. Tapi
suara 'assooy' yang lain bergema di lapangan Sukamandi, di
Subang 27 Maret lalu. Yang berteriak begitu adalah ustad Fuad
Hasyim dari Cirebon. Dia meminta massa PPP yang memenuhi
lapangan Sukamandi yang berlumpur akibat hujan, agar tetap
tenang hari itu. "Santai, santai, assooy saja", teriaknya.
Hari itu insiden antara dua kontestan tak terelakkan lagi.
Golkar yang berkampanye cuma 1 km dari lapangan Sukamandi -
yakni di Lembaga Penelitian Perum Sangkiyang Sri -- tak kurang
mengerahkan 50 ribu massa. Dan massa sebanyak itu disertai
sekitar 200 kendaraan yang memadati jalan negara antara kedua
tempat itu. Maka praktis, sekitar 10 ribu massa PPP merasa
terkurung.
Seperti biasa, macam-macam yel saling bersahutan. Lalu ada
beberapa pemuda Golkar berlompatan masuk lapangan Sukamandi.
Terdengar teriakan, "kalau ingin melarat pilih ka'bah". Massa
PPP yang separoh terdiri dari wanita dan gadis, rupanya mematuhi
perintah ustad Fuad itu. Sekalipun sang ustad, dalam bahasa
Sunda ada juga berkata: "Buat apa membangun mesjid kalau yang
membangun tak pernah ke mesjid?" Segera dari kejauhan terdengar
teriakan. "PPP penipu, ngecap".
PPP Jawa Barat kemudian memprotes terjadinya penganiayaan atas
pendukung mereka oleh Angkatan Muda Siliwangi. Tapi tak jauh
dari sana, di Karawang ada yang kena bacok. Sehari sebelum
Menteri PUTL Sutami 31 Maret lalu menyerahkan panji-panji Golkar
di Purwakarta untuk 4 kabupaten (Bekasi, Karawang, Purwakarta
dan Subang), kota Karawang sendiri sudah penuh berhias. Dan
tepat pada 31 Maret itu, para pelajar pulang pagi karena para
guru ikut pawai ke Purwakarta. Kantor-kantor pemerintah pun
turut diliburkan. Berbaju batik dengan gambar Golkar, para
pegawainya berduyun-duyun menuju Purwakarta.
Tidak seperti biasanya, sejak sebelum subuh ratusan kendaraan
penuh massa (di antaranya berseragam hitam-hitam) memenuhi
jalan-jalan Karawang menuju Purwakarta, di antaranya dari
Bekasi. Hari itu hari bebas aturan lalulintas: tak sedikit motor
tanpa nomor polisi. "Ini plat merah", kata seorang pemuda
menjelaskan mengapa nomornya dicabut.
Sepanjang jalan Karawang-Purwakarta lebih meriah lagi. Di setiap
beberapa ratus meter, berdiri hansip menyambut Sutami.
Rakyat juga tak tinggal diam. Mereka menyediakan minuman bagi
peserta pawai depan rumahnya. Sambil menunggu, ditampilkan
pesinden Sunda di panggung-panggung hiburan sepanjang jalan. Dan
jalan sepanjang 40 km itu penuh dengan spanduk-spanduk "selamat
datang di daerah Golkar", sementara 2 tanda gambar parpol nyaris
tak tampak. Kontes kekuatan seperti itu tentu saja bikin risau
PDI dan PPP. Apalagi setelah peristiwa 2 hari sebelumnya, 29
Maret lalu di kecamatan Jatisari, Karawang: kampanye PPP yang
sudah disiapkan sehari sebelumnya terpaksa batal. Juru kampanye
KH Hasyim Adnan yang akan bicara di kampung Sukamaju terpaksa
stop sampai Karawang saja. Sebelum masuk daerah kampanye ada
penghadangan. Tak sedikit massa PPP hiruk-pikuk terkepung. Yang
terlanjur masuk tak berani keluar melihat begitu banyak
'pasukan' Angkatan Muda Siliwangi bersenjata golok.
Naas bagi PPP, beberapa orang luka ringan. Bahkan Laspin yang
kini terbaring di RS Karawang, terluka berat kena bacok
kepalanya. Tapi juga ada seorang aktivis Golkar terbaring di RS
itu kena pecahan kaca. Hari itu rupanya ia getol memukuli
kaca-kaca kolt PPP. Tapi ia beruntung, selain lukanya ringan
juga mendapat perawatan lebih baik. Bahkan mendapat kunjungan
beberapa pejabat. Cuma menurut beberapa orang, di bahu kanannya
ada tatto paluarit.
Toh DPC PPP tak bisa bilang apa-apa. "Tanya saja sama rakyat di
Jatisari, Cicinde, Krasak, Gempol, Cilimayu, Wadas dan
Tegalsari", ujar seorang tokohnya gusar kepada Zulkifly Lubis
dari TEMPO yang berkunjung ke sana. Memang ada beberapa rakyat
yang berhasil ditemui, yang mengungsi di kantor DPC PPP
Karawang, tapi bungkam pula. Mereka sehat-sehat, meski ada 27
orang PPP yang menjadi korban, 2 di antaranya luka berat. "Kalau
ini disiarkan, kami khawatir malah akan berakibat lebih
menghancurkan kami", keluh sumber TEMPO. Lalu kepada siapa
mereka mengadu? Untuk dibawa ke rumahsakit saja mereka tak
berani. "Habis, depan rumahsakit terpampang papannama Korpri
yang sama dengan Golkar", kata sumber yang lain.
Menurut Basuni dari PDI, "yang menghadapi parpol sebenarnya
bukan Golkar tapi aparat pemerintah". Lalu bagaimana? "Ya kami
terpaksa kampanye diam-diam. Dari pada rakyat jadi korban.
Di Jawa Timur, "kediam-diaman" itu tak dikenal. Di sana lebih
ramai, bahkan juga setelah terjadinya "kasus Situbondo". PPP
kabupaten Jember misalnya sempat mencatat tak kurang dari 80
kasus insiden yang terjadi di beberapa desa antara tanggal 23
Pebruari s/d 15 Maret 1977. Yang menarik misalnya terjadinya
pengungsian di kantor PPP. Dan dari sejumlah 161 rencana
kampanye, 40 di antaranya batal. Sebabnya antara lain karena
sulitnya perizinan. Jember memang dianggap daerah paling rawan,
setidaknya bagi PPP. Kecamatan-kecamatan Sumberjambe, Tempurejo,
Mangli dan Ambulu, nyaris diproklamirkan sebagai "bebas parpol".
Di desa Jombang kecamatan Kencong, parpol memang masih bisa
bergerak. Tapi terpaksa harus menghadapi semacam tandingan -
tentu saja. Akhir Maret, sejak siang massa Ka'bah sudah
berdatangan di rumah komisaris PPP di pedukuhan Kambangan. Tapi
di jalan menuju tempat kampanye terhalang reyog yang rupanya
untuk menyambut kampanye Golkar malam harinya, tepat waktunya
dengan kampanye PPP. Tapi alhamdulillah, semuanya berlangsung
tertib.
Tapi sorenya, sementara kampanye sedang berlangsung, terdengar
deru konvoi puluhan sepedamotor. Pawai Golkar lewat kemudian
belok ke arah kampanye PPP. Kacau. Saling teriak, nyari
bakuhantam. Untung pimpinan PPP bersama seregu pasukan Batalyon
509 turun tangan.
Tak bisa dielakkan, massa PPP mengerubungi perempatan di mana
pawai Golkar dipusatkan. Beberapa pemuda Ka'bah
berteriak-teriak "menunggu komando". Tapi Suwardi, pimpinan
cabang PPP berkata: "Kalau Tuhan tidak melindungi kami dan
ketika itu saya teriakkan takbir, tentu terjadi pertumpahan
darah", katanya seusai kampanye. Untung, kedua pihak berhasil
mendorong massa tidak berjotos.
Tapi daerah "paling tenang" tentulah 3 dari 23 kabupaten di
Sulawesi Selatan: Mamuju, Enrekang dan Wajo. Semuanya berbupati
perwira menengah, dan ketiganya dinyatakan sebagai "daerah bebas
parpol". Di Jakarta, Gubernur Ahmad Lamo memang pernah membantah
"status" ketiga daerah tersebut. Tapi di sana daftar calon buat
parpol kosong.
Kepada Sinansari Ecip dari TEMPO beberapa tokoh parpol
menyatakan siap mendirikan parpol asal ada izin Laksus. Pada
Pemilu 1971, suara parpol di Mamuju memang cuma bisa dihitung
dengan jari. Enrekang, tempat kelahiran Ahmad Lamo, adalah bekas
kubu terakhir Kahar Muzakkar. Dan meski di Wajo ada pesantren
Islam yang besar, tapi parpol sudah keburu dianggap sebagai
hantu . . .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini