Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dimana Husni Dan Lainnya ?

Pesawat Twin Otter MNA dengan 23 penumpang yang hilang belum ditemukan. Dari palu menyebutkan pilot, ko-pilot dan 3 penumpang ditemukan selamat.

9 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI berita ini turun Senin petang kemarin, seminggu setelah hilangnya pesawat Twin Otter MNA antara Palu - Toli-toli, laporan Komandan SAR Nasional masih berupa "pesawat belum ditemukan". Tapi Senin paginya, kepada TEMPO pihak Departemen Perhubungan menyampaikan berita yang membuat banyak orang merasa agak tenang. "Pagi hari tanggal 4 April, sekitar jam 7.00 diterima kabar tiga orang penumpang pesawat MNA berada dalam keadaan selamat, di kampung Ongka di dekat Tinombo", kata Subrata, sekretaris Menteri Perhubungan. Berita telepon yang diterima dari Palu itu belum menjelaskan lebih jauh tentang para penumpang yang selamat itu. Desa Tinombo, terletak pada 120ø 4 menit bujur timur. Sedang kampung Ongka adalah sebuah perkampungan transmigran unit III yang terpencil, tanpa fasilitas perhubungan, kecuali jalan setapak yang hanya bisa ditempuh dengan kuda. Mendengar berita itu, tim AR dari Jakarta pun cepat bergerak. Pada jam 10.00 pagi itu juga, diterima kabar bahwa 2 helikopter yang langsung dipimpin Marsekal Dono Indarto, ketua Pusarnas (Pusat SAR Nasional), telah sampai di Tinombo. Seorang dokter menyertai tim yang dipimpin ketua Pusarnas itu. Tak lama kemudian, tepat pada pukul 12.35 WIB Senin itu, masuk kabar baru: yang selamat bukan tiga, tapi empat orang. Tapi pada jam 14.00 WIB, ketika Dirjen Perhubungan Udara Kardono berada di lapangan terbang Kemayoran, diterirma kabar ada lima orang yang diketahui selamat, meskipun dalam keadaan sangat lemah. Mereka adalah kapten penerbang Letkol (U) Ahmad Anwar (44 tahun), ko-pilot Moh. Maskur (22) dan 3 penumpang, masing-masing anggota DPRD Hasan Tawil, dr Dwi (internis) dan seorang lagi yang waktu itu belum diketahui namanya. Masih di hari Senin 4 April lalu, sebuah telepon dari Palu yang diterima TEMPO menerangkan ada tiga korban yang kini dirawat di RS Toli-toli. Selain Hasan Tawil dan ko-pilot Maskur, yang ketiga adalah Haji Saleh Mido. Sang haji ini memang tak tercantum namanya dalam manifes. Tapi menumpang pesawat Twin Otter tersebut menggantikan penumpang Affandi yang tak jadi berangkat. Adapun seluruh penumpang pesawat Twin Otter jenis M2-516 yang termasuk baru itu, berjumlah 20 orang ditambah 3 awak pesawat. Di antara penumpang adalah koresponden TEMPO Husni Alatas bersama isterinya, Rosni Yumidah Marunduh. Wartawan TEMPO Bastari Asnin, yang ikut bersama tim SAR bermobil carteran dari Palu ke Tinombo dalam pesan teleponnya belum bisa memberi keterangan tentang nasib Husni dan isterinya. Dia tiba di Tinombo bersama para rekan dari Kompas, Suara Karya dan Sinar Harapan. Keempat wartawan itu, kemudian turut serta dengan Ketua Pusarnas Dono Indarto, ke kampung Ongka, menempuh perjalanan darat yang menelan waktu 12 jam. Beberapa keluarga para korban, yang lama sudah menunggu di Palu, dikabarkan juga turut serta bersama regu wartawan dari Jakarta itu. Kesulitan menemui tempat terjadinya kecelakaan itu, tak lain disebabkan adanya kabut tebal di pegunungan yang selepas jam 07.00 pagi waktu setempat selalu menutupi pandangan mata awak pesawat. Selain itu jalan darat teramat sulit untuk ditembus dalam waktu cepat. Ini diketahui dari cerita tiga orang - Hasan Tawil, Maskur dan haji Saleh yang rupanya telah menempuh jarak kurang lebih puluhan kilorneter untuk bisa sampai di kampung Ongka, di kecamatan Tinombo. Adapun yang menemukan para korban yang diberitakan "dalam keadaan fisik yang amat lemah" itu adalah Prayogo, seorang penduduk desa transmigran unit III itu. Adalah Prayogo yang meneruskan berita itu ke camat Tinombo, A. Pasi BA, yang kemudian meneruskan berita tersebut ke Palu. Hari Senin itu juga, sebuah tim kesehatan dengan bantuan rakyat setempat dibawah pimpinan seorang bernama Matius bergerak ke tempat kecelakaan pesawat. Adapun posisi jatuhnya pesawat, menurut keterangan ko-pilot A. Maskur, adalah di lereng Gn. Basagon yang kabarnya sering diliputi kabut itu. Regu pencari yang hari Senin itu terdiri dari kurang lebih 40 orang itu, agaknya bermaksud untuk berpencar menjadi beberapa kelompok. Karena diduga, para korban yang masih hidup itu - dan mampu berjalan - juga meninggalkan pesawat meninggalkan tempat kecelakaan secara terpisah. Apakah banyak yang masih hidup? Pertanyaan tersebut memang belum terjawab sampai Senin petang lalu. Tapi sesaat sebelum berita ini diturunkan, TEMPO berhasil menghubungi Seyen Perhubungan Letjen A. Tahir. Menurut berita yang diterima Sekjen Tahir, "semua penumpang selamat ketika tiga orang itu pergi mencari bantuan". Tapi Tahir belum bisa memastikan bagaimana keadaan para penumpang lainnya setelah ditinggalkan selama seminggu itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus