SAMPAI berita ini turun Senin petang kemarin, seminggu setelah
hilangnya pesawat Twin Otter MNA antara Palu - Toli-toli,
laporan Komandan SAR Nasional masih berupa "pesawat belum
ditemukan". Tapi Senin paginya, kepada TEMPO pihak Departemen
Perhubungan menyampaikan berita yang membuat banyak orang merasa
agak tenang. "Pagi hari tanggal 4 April, sekitar jam 7.00
diterima kabar tiga orang penumpang pesawat MNA berada dalam
keadaan selamat, di kampung Ongka di dekat Tinombo", kata
Subrata, sekretaris Menteri Perhubungan.
Berita telepon yang diterima dari Palu itu belum menjelaskan
lebih jauh tentang para penumpang yang selamat itu. Desa
Tinombo, terletak pada 120ø 4 menit bujur timur. Sedang kampung
Ongka adalah sebuah perkampungan transmigran unit III yang
terpencil, tanpa fasilitas perhubungan, kecuali jalan setapak
yang hanya bisa ditempuh dengan kuda.
Mendengar berita itu, tim AR dari Jakarta pun cepat bergerak.
Pada jam 10.00 pagi itu juga, diterima kabar bahwa 2 helikopter
yang langsung dipimpin Marsekal Dono Indarto, ketua Pusarnas
(Pusat SAR Nasional), telah sampai di Tinombo. Seorang dokter
menyertai tim yang dipimpin ketua Pusarnas itu.
Tak lama kemudian, tepat pada pukul 12.35 WIB Senin itu, masuk
kabar baru: yang selamat bukan tiga, tapi empat orang. Tapi pada
jam 14.00 WIB, ketika Dirjen Perhubungan Udara Kardono berada di
lapangan terbang Kemayoran, diterirma kabar ada lima orang yang
diketahui selamat, meskipun dalam keadaan sangat lemah. Mereka
adalah kapten penerbang Letkol (U) Ahmad Anwar (44 tahun),
ko-pilot Moh. Maskur (22) dan 3 penumpang, masing-masing anggota
DPRD Hasan Tawil, dr Dwi (internis) dan seorang lagi yang waktu
itu belum diketahui namanya.
Masih di hari Senin 4 April lalu, sebuah telepon dari Palu yang
diterima TEMPO menerangkan ada tiga korban yang kini dirawat di
RS Toli-toli. Selain Hasan Tawil dan ko-pilot Maskur, yang
ketiga adalah Haji Saleh Mido. Sang haji ini memang tak
tercantum namanya dalam manifes. Tapi menumpang pesawat Twin
Otter tersebut menggantikan penumpang Affandi yang tak jadi
berangkat.
Adapun seluruh penumpang pesawat Twin Otter jenis M2-516 yang
termasuk baru itu, berjumlah 20 orang ditambah 3 awak pesawat.
Di antara penumpang adalah koresponden TEMPO Husni Alatas
bersama isterinya, Rosni Yumidah Marunduh. Wartawan TEMPO
Bastari Asnin, yang ikut bersama tim SAR bermobil carteran dari
Palu ke Tinombo dalam pesan teleponnya belum bisa memberi
keterangan tentang nasib Husni dan isterinya. Dia tiba di
Tinombo bersama para rekan dari Kompas, Suara Karya dan Sinar
Harapan. Keempat wartawan itu, kemudian turut serta dengan Ketua
Pusarnas Dono Indarto, ke kampung Ongka, menempuh perjalanan
darat yang menelan waktu 12 jam. Beberapa keluarga para korban,
yang lama sudah menunggu di Palu, dikabarkan juga turut serta
bersama regu wartawan dari Jakarta itu.
Kesulitan menemui tempat terjadinya kecelakaan itu, tak lain
disebabkan adanya kabut tebal di pegunungan yang selepas jam
07.00 pagi waktu setempat selalu menutupi pandangan mata awak
pesawat. Selain itu jalan darat teramat sulit untuk ditembus
dalam waktu cepat. Ini diketahui dari cerita tiga orang - Hasan
Tawil, Maskur dan haji Saleh yang rupanya telah menempuh jarak
kurang lebih puluhan kilorneter untuk bisa sampai di kampung
Ongka, di kecamatan Tinombo.
Adapun yang menemukan para korban yang diberitakan "dalam
keadaan fisik yang amat lemah" itu adalah Prayogo, seorang
penduduk desa transmigran unit III itu. Adalah Prayogo yang
meneruskan berita itu ke camat Tinombo, A. Pasi BA, yang
kemudian meneruskan berita tersebut ke Palu.
Hari Senin itu juga, sebuah tim kesehatan dengan bantuan rakyat
setempat dibawah pimpinan seorang bernama Matius bergerak ke
tempat kecelakaan pesawat. Adapun posisi jatuhnya pesawat,
menurut keterangan ko-pilot A. Maskur, adalah di lereng Gn.
Basagon yang kabarnya sering diliputi kabut itu. Regu pencari
yang hari Senin itu terdiri dari kurang lebih 40 orang itu,
agaknya bermaksud untuk berpencar menjadi beberapa kelompok.
Karena diduga, para korban yang masih hidup itu - dan mampu
berjalan - juga meninggalkan pesawat meninggalkan tempat
kecelakaan secara terpisah.
Apakah banyak yang masih hidup? Pertanyaan tersebut memang belum
terjawab sampai Senin petang lalu. Tapi sesaat sebelum berita
ini diturunkan, TEMPO berhasil menghubungi Seyen Perhubungan
Letjen A. Tahir. Menurut berita yang diterima Sekjen Tahir,
"semua penumpang selamat ketika tiga orang itu pergi mencari
bantuan". Tapi Tahir belum bisa memastikan bagaimana keadaan
para penumpang lainnya setelah ditinggalkan selama seminggu itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini