MENGAPA Indonesia begitu yakin akan mengalahkan Hongkong?"
Begitu tanya pelatih team Hongkong, Frans van Balkom menjelang
pertandingan Indonesia - Hongkong, Senin 28 Pebruari lalu.
"Segala sesuatu bisa saja terjadi dalam suatu turnamen",
tambahnya.
Keyakinan Indonesia untuk memenangkan pertandingannya yang
pertama memang tak terkekang di hati setiap pemain dan para
suporternya. Malah itu muncrat keluar bersama 'kelakar' yang
dilontarkan Ketua Umum PSSI, Bardosono.
Ceritanya begini: ketika para team manager dan pelatih berkumpul
dalam suatu pertemuan perkenalan di Hotel Merlin, Bardosono
berpapasan dengan Balkom. "Apa kabar", sapa Bardosono kepada
pelatih dari Belanda yang pernah mengintai permainan Indonesia
di Senayan. Belum sempat keduanya melanjutkan pembicaraan,
Bardosono langsung seraya menjabat tangan Balkom berkata:
"Hongkong akan menduduki tempat nomor satu . . . dari bawah".
Buat Balkom kelakar tersebut tak kena. Ia endapkan ucapan Ketua
Umum PSSI itu sebagai 'rasa takabur' ver confident). Ia lalu
membuat perhitungan: adakah Suhatman dan Hadi Ismanto akan
diturunkan dalam pertandingan Hongkong - Indonesia? Kedua pemain
tersebut betul-betul asuhan Coerver. Balkom, 38 tahun, memang
memiliki respek yang besar terhadap bekas pelatih PSSI Coerver.
"Saya ini tidak ada apa-apanya dibanding Coerver", katanya.
Rupanya dia sudah konsultasi dengan Coerver tentang kekuatan
PSSI. Itulah sebabnya setelah dia menyaksikan permainan
kesebelasan Indonesia di Senayan, dia menarik kesimpulan: sulit
untuk mengalahkan kesebelasan Indonesia -- paling tidak di
kandangnya sendiri dan di bawah pimpinan wasit Indonesia.
Perang Kilat
Dalam setiap wawancara dengan pers, Balkom pun bersikap rendah
hati. Dia sadar Hongkong berada di pihak yang lemah dan kalah
pengalaman. Satu-satunya kelebihan Hongkong adalah usia. "Usia
pemain-pemain anda sekitar 28 tahun, kami rata-rata 20 tahun",
kata Balkom.
Bertolak dari usia ini dia merencanakan satu strategi perang
kilat terhadap Indonesia. Semuanya harus menekan ke depan.
Risiko kemasukan diimbangi dengan menciptakan peluang mencetak
gol sebanyak-banyaknya. Targetnya seri. Itulah sebabnya di
menit-menit pertama beberapa kali gawang Ronny Pasla nyaris
kebobolan. "Saya tidak berani mengatakan bahwa kami bisa
memenangkan pertandingan lawan Indonesia. Tapisaya hanya
mengatakan bahwa Indonesia tidak mudah mengalahkan kami, karena
kami akan berjuang mati-matian merebut kesempatan dalam
pertandingan pertama ini", kata Balkom.
Hongkong memang telah melakukan itu. Skor akhir menunjukkan
angka 4 buat mereka. Sedang Indonesia hanya bisa memasukkan 1
gol saja.
Mengapa bisa begitu? Jawabnya mudah: Indonesia tidak dalam
bentuk yang wajar. Kapten Iswadi yang ditarik ke tengah tak
berkutik di daerah tengah. Hubungan antara trio lapangan tengah
Iswadi-Junaedi-Nobon baik secara horizontal maupun vertikal
tidak menopang ke belakang maupun ke depan. Risdianto memang
berusaha keras. Tapi selalu berakhir seperti layang-layang
putus. Kurang sokongan. Waskito bagaikan dikontrak hanya untuk
membuat satu gol. Sementara Andilala seperti anak sekolah yang
menunggu 'jemputan' bis kota.
Perbuatan Ronny
Di belakang, Suaeb sering terkecoh oleh gangguan poros halang
lawannya, Chung Chor Wai, yang turun-naik tak putus-putusnya.
Back kiri Auri nampak masih kaku dan belum pulih ke bentuknya
semula. Oyong bermain adem-adem saja. Ia rupanya mengekang
dirinya supaya tidak menimbulkan hal-hal yang bisa dihukum wasit
Jaffar Namdar dari Iran. Simson Rumahpasal, tak salah lagi
merupakan bintang lapangan. Meskipun dia harus mengorbankan
tulang kering kaki kanannya yang tersobek oleh injakan Lau Weng
Yip, Simson seterusnya oleh dokter diistirahatkan. Sungguh
tragis, pemain terbaik Indonesia hanya sempat bermain 75 menit.
Kalau orang mau mencari-cari kesalahan pada pihak Indonesia,
tidak terlampau sulit. Mungkin patut disesalkan perbuatan Ronny
Pasla. Dalam satu tubrukan di muka gawang, sebenarnya dia dapat
menguasai bola tanpa membuat reaksi yang oleh wasit terlihat
sebagai 'membahayakan' lawan - dalam hal ini Lau Weng Yip. Wasit
di Indonesia mungkin cukup toleran. Tapi tidak dengan para wasit
yang bertugas di Singapura ini. Mereka tak pusing untuk segera
mengeluarkan kartu kuning atau menunjukkan titik putih. Dan
penalti yang menyamakan kedudukan sekaligus merupakan
titik-balik situasi pertandingan.
Beli Nafas
Pemain-pemain Hongkong ibarat pesawat pemburu yang cepat menukik
dan menghunjamkan peluru ke sasaran yang empuk. "Semula saya
menginstruksikan untuk memperlambat tempo pertandingan", kata
Balkom setelah skor 1 - 1. "Karena Indonesia pasti akan bangkit
dan melakukan pembalasan".
Tapi apa yang terjadi sungguh di luar perkiraan siapapun juga.
Tempo permainan Indonesia menurun Kehabisan nafas nampaknya.
Chung Chor Wai, poros halang yang berkaos nomor 6 mengingatkan
orang pada L.H. Tanoto pada tahun 50-an: waktu itu sedang
populernya poros halang gaya ortodoks. Chor Wai mengandalkan
nafas dan tenaganya beroperasi maju-mundur, ke kiri ke kanan
dengan gerak-gerak yang merobek pertahanan maupun penyerangan
Indonesia.
Di babak kedua ini para suporter Indonesia seperti bermimpi.
"Kok bisa kita kehabisan nafas", kata mereka. "Sayang tidak bisa
beli nafas di Metro", kata yang lain sinis. Padahal koran Sin
Chew Yit Po dalam suatu ulasan menjelang pertandingan ini
berkonklusi bahwa Indonesia akan menghabiskan permainan Hongkong
dengan mengadu stamina.
Hongkong mengetengahkan produk baru sepakbola Asia Dari bersifat
salon, metodis dan enak dipandang, menjadi sepakbola keras
(power game). Perebutan bola di udara dikuasai mereka. Benturan
badan mereka lebih kokoh. Inteligensi sepakbola mereka memang
tak ada yang sepintar Iswadi dan Risdianto, misalnya. Tapi van
Balkom berhasil mengotaki mereka.
Dia meniup satu kesebelasan yang terbiasa dengan sepakbola lunak
menjadi sepakbola-keras. Resepnya tampak tak berbeda dengan
Coerver. Insentif yang sebelumnya tidak pernah diberikan kini
menjadi suatu imbalan jasa. Kalau mereka berhasil menjadi juara
turnamen ini, setiap pemain akan mendapat bonus 2.500 dolar
Singapura (1 dolar Singapura = Rp 172,50). Setiap kemenangan 500
dolar dan seri 250 dolar. Kalau dibanding pemain PSSI memang tak
seberapa. Tapi bagi mereka, Balkom cukup berhasil merubah jiwa
sepakbola Hongkong.
Mulai Hidup
Menghadapi Malaysia, Kamis 3 Maret, pelatih Indonesia Tony
Pogacnik menentukan strateginya: matikan kedua ujung-tombak
Malaysia - James Wong dan Isa Bakar. Suhatman yang nyaris
terlupakan dalam team Indonesia ditampilkan sebagai penjinak
Wong. Nobon diberi tugas membayangi Isa Bakar. Pendeknya kedua
bintang Malaysia ini harus pudar. Mereka harus melakukan
tackling pertama, tanpa memberi kesempatan lawan membalikkan
badan.
Di barisan tengah, Iswadi dipindah ke sayap kanan menggantikan
Waskito. Sementara Ronny Patti mengambil-alih tempat Iswadi.
Mungkin berdasarkan pertimbangan Iswadi pasti dapat menguasai
back-kiri, Yahya Jusoh, yang memang tak seberapa dalam
penampilannya melawan Thailand.
Di barisan depan, kiri luar Andilala diganti Hadi Islnanto, juga
cadangan yang hampir dipeti-eskan.
Kesebelasan ini ternyata hidup. Suhatman berhasil mematikan 99%
permainan Wong. Sedang Nobon tak henti-hentinya merongrong Isa.
Tanpa kedua ujung-tombak ini Malaysia praktis lumpuh. Setiap
kebocoran dapat disumbat dengan baik oleh Oyong Lisa. Sementara
Johannes Auri memperoleh kesempatan untuk turut melakukan
serangan dari sayap dan nyaris sekali membuat gol.
Tapi di barisan depan, di luar dugaan, Kapten kesebelasan Iswadi
kurang menunjukkan bentuknya. Dia menyianyiakan satu gol.
Kebiasaannya bermain sebagai penyerang-penghubung belum dapat
ditanggalkan. Dia miring ke tengah dan berusaha mengambil
inisiatif dari Ronny maupun Junaedi. Dribblingnya banyak yang
kandas dan distribusinya kurang cermat.
Kalau Tony dan Aliandu berhasil menterapkan pertahanan yang
ampuh maka tidak demikian dengan barisan depan. Risdianto dijaga
ketat oleh Chin Aun. Gerak-geriknya kurang ditopang oleh Iswadi.
Sementara Hadi Ismanto yang tidak mengecewakan - dibanding
Andilala -- nyaris membuat gol dengan sundulan kepala.
Dalam pertandingan lawan Malaysia ini anak-anak PSSI berhasil
menunjukkan semangat bertanding yang tinggi.
5 ribu penonton berpihak pada Indonesia. Tapi skor 0 - 0
nampaknya sudah merupakan lampu kuning bagi PSSI untuk
tersisihkan.
Umumnya penonton menganggap Indonesia kurang mujur dalam
pertandingan ini. Kalau saja, kata mereka, Indonesia berhadapan
dengan Hongkong bisa bermain seperti ketika mereka melawan
Malaysia, maka keadaannya sekarang tentu lain. Para ofisial
Indonesia tampak murung. Mereka tidak mau banyak bicara sebelum
merasa yakin akan memenangkan turnamen ini.
Sebab-musabab kekalahan lawan Hongkong dan seri lawan Malaysia
masih dirasakan satu pukulan yang sulit di jelaskan. Sehingga
ada yang menengokpada hal-hal yang "klenik". Di gawang Indonesia
misalnya diketemukan sebuah patung Budha tergeletak. Patung ini
kemudian diambil, untuk "dihancurkan kekuatan dalamnya", dengan
persetujuan Bardosono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini