Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Rindu malam lagi

Kesenian khas betawi, lenong dan topeng, ikut ambil bagian pada festival teater rakyat di tim. yang menjadi problem adalah kesenian itu dipengaruhi arus modernisasi.

12 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FESTIVAL Teater Rakyat di TIM 13 s/d 21 Pebruari - mengocok kebolehan 10 rombongan lenong dan 5 rombongan topeng. Pertanyaan yang pertama muncul di kalangan pengamat adalah: apa sebenarnya beda lenong dan topeng. Lenong mungkin cukup dikenal lewat banyak pertunjukan di TIM sendiri atau di layar TV. Perkara topeng, yang banyak dipopulerkan kini oleh penata tari Yulianti Parani, memang belum cukup akrab. Maklumlah daerah operasinya -- meskipun sama-sama harta karun Betawi - lebih meminggir. Kalau lenong digiring oleh gambang keromong, topeng-- sering disebut Topeng Betawi - mempergunakan gamelan Sunda, kendati lagu-lagunya berbahasa Melayu. Pertunjukannya terbagi dalam 4 babak - karena itu sering juga disebut Topeng Babakan. Dalam babak pertama akan muncul para penari mengenakan topeng sambil menari-nari. Kemudian disusul Ronggeng Topeng. Babak ketiga disebut 'bodoran'--lawakan yang penuh sindiran, yang sering juga melantur menjadi jorok dan porno. Usai itu barulah muncul cerita, yang langsung ditutup dengan apa yang disebut 'jantuk' - yakni nasehat-nasehat yang sering juga berputar di sekitar rumah-tangga. Asal Comot Festival kali ini adalah festival ke III untuk lenong, serta I untuk topeng. Pelaksanaannya berharga Rp 2,5 juta. Peminat cukup banyak yang datang. Kalau dalam festival sebelumnya rombongan-rombongan mewakili wilayah dengan pengurusan suku-suku dinas --sekarang langsung grupnya sendiri. Memang lebih hangat, klop dan segar. "Secara kwantitas dan kwalitas", menggembirakan ucap Sumantri Sastrosuwondo, anggota juri yang menjabat kedudukan itu sejak 2 tahun yang lalu. Juri-juri lainnya: Firman Muntaco, Slamet Sukirnanto, Yulianti Parani dan Priyono Suparjo (khusus topeng) dan S.M. Ardan (ketua). Semuanya merasakan, kerepotan ini penting sekali dipertahankan. "Kita harus banyak menyiapkan kader", ujar SM. Ardan. Sementara Slamet Sukirnanto merasakan, dengan festival pembinaan terhadap grup bisa dilaksanakan secara utuh. "Ada lompatan yang mencengangkan di antara para peserta", katanya sesumbar. Para peserta adalah rombongan-ronbongan yang tak asing lagi. Bokir bin Jiun muncul dengan rombongannya Topeng Setia Warga. Kancrit dengan rombongan Kancrit. Nasrin dengan rombongan Rindu Malam. Lalu Mat Dower (Cinta Damai), Dalih (Kinang Putra), juga Sarkim yang membawa Lenong Gaya Baru. Dengan set dekor bambu-bambu yang memberi asosiasi suasana di lapangan terbuka, setiap malam digelarkan dua buah cerita. Mereka dipersilakan memilih cerita-cerita wajib untuk lenong: Jampang Mayangsari, Jampang Jago Betawi, Jampang Sari atau Nyai Dasima. Sedang rombongan topeng bisa pilih lakon: Ismail, Sarkawi atawa Si Angkri. Problem yang nongol dari kerepotan tersebut masih tetap problem lama. Yakni adanya arus modernisasi lenong, yang sering merugikan identitas, membuyarkan temperamen lenong itu sebagai teater rakyat. Ada kecenderungan beberapa rombongan yang memasukkan pakem-pakem sandiwara. Juga ada usaha-usaha mengganti bahasa Betawi dengan bahasa Melayu tinggi. Akibatnya muncul sesuatu yang belasteran, yang tanggung, lenong bukan, sandiwara juga tiada. Tangan-tangan yang jahil ini tentunya perlu diusut apakah memang ada kesadaran pada pengarahan-pengarahan macam itu, atau semuanya dilakukan karena kesalahfahaman. Sumantri, yang juga ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesenian Rakyat, sudah mengatakan bahwa rombongan-rombongan itu ada yang meningkat secara luar biasa, tetapi ada juga yang merosot. "Yang merosot, karena semua asal comot", katanya. Improvisasi Lebih-lebih lagi dalam topeng. Sriyono Suparjo, yang juga seorang peneliti topeng, mengungkapkan banyak sekali yang perlu dirapikan. Soal dialog yang terlalu becek dengan hal-hal cabul atau soal pembagian babak yang seperti lepas kaitannya satu dengan yang lain. "Perbaikan itu dimaksudkan agar topeng menjadi teater yang utuh, tanpa merusak konvensi yang ada", katanya kepada TEMPO. Slamet menambahkan, bahwa soal improvisasi yang menjadi nyawa baik lenong maupun topeng, perlu sekali ditingkatkan. Yang terakhir itu agak aneh sebenarnya Karena sekiranya di segi itu mereka memang sudah tumpul, maka salah satu esensi mereka sebagai tontonan yang tidak berkiblat pada literatur, jadi goyah. Penatarannya tentu akan cukup sulit: akan mengundang banyak segi. Apalagi kalau ada niat untuk mengangkat tontonan rakyat pinggiran Jakarta ini menjadi suguhan di jantung kota di mana tinggal orang-orang "terhormat". Dalam hal itu segala sesuatu yang sifatnya improvisatoris, akan menuntut latar belakang yang cukup sesuai dengan lingkungan penontonnya yang baru. Sementara itu rombongan Rindu Malam yang sejak dahulu memang unggul, tetap dapat mempertahankan supremasinya. Demikian juga Bokir yang tak asing lagi di TIM, sempat memimpin rombongannya dengan baik. Pada kedua grup ini, segi-segi unik tontonan rakyat masih tetap terpelihara. Sementara pengadeganan, improvisasi para pemain, pencak silat, pengarahan alur cerita yang menerima pengaruh kemajuan pemanggungan masa kini tak membuat tontonan itu kehilangan daerah bertolaknya yakni tanah Betawi yang paling melata. **** PARA PEMENANG Lenong: Pemenang I Rindu Malam pimpinan S. Nasrin. II. Gaya Baru pimpinan Sarkim. III. Setia Kawan (Nio Hok San). Harapan: Hamur (S. Miharja). Pemain pria terbaik: M. Toha. II. Saiyan (Setia Kawan). III. S. Miharja (Hamur). Harapan: Nio Bo San (Setia Kawan). Pemain wanita terbaik: Bu Siti (Cinta Damai). II. Nunung (Gaya Baru). III. Tugawati. Harapan: Nyi Ami. Grup Topeng: Pemenang I: Setia Warga (pimpinan Bokir). II. Kinag Putra (pimpinan Dalih). III. Hidup Bersama (Bonar Kumpul). Pemain topeng pria terbaik: I. Bokir (Setia Warga). II. Nsir T. (Setia Warga). III. Dalih (Kinang Putra). Harapan: Nirin. Pemain topeng wanita terbaik. I. Rima (Kinang Putra). II. Anna (Setia Warga). III. Nariah (Hidup Bersarna). Harapan: Yani (Kacrit). Pemenang-pemenang tersebut memperoleh piala dan piagam. Selain itu team Jantuk dan team Ronggeng & tari topeng juga diberi penghargaan piagam I. Team Jantul Setia Warga. II. Hidup Bersama. III. Kinang Putra. Ronggeng terbaik: I. Kinag Putra. II . Setia Warga. III. Hidup Bersama. Tari topeng: I. Hidup Bersama. II. Topeng Kacrit. III. Setia Warga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus