FESTIVAL Teater Rakyat di TIM 13 s/d 21 Pebruari - mengocok
kebolehan 10 rombongan lenong dan 5 rombongan topeng. Pertanyaan
yang pertama muncul di kalangan pengamat adalah: apa sebenarnya
beda lenong dan topeng. Lenong mungkin cukup dikenal lewat
banyak pertunjukan di TIM sendiri atau di layar TV. Perkara
topeng, yang banyak dipopulerkan kini oleh penata tari Yulianti
Parani, memang belum cukup akrab. Maklumlah daerah operasinya --
meskipun sama-sama harta karun Betawi - lebih meminggir.
Kalau lenong digiring oleh gambang keromong, topeng-- sering
disebut Topeng Betawi - mempergunakan gamelan Sunda, kendati
lagu-lagunya berbahasa Melayu. Pertunjukannya terbagi dalam 4
babak - karena itu sering juga disebut Topeng Babakan. Dalam
babak pertama akan muncul para penari mengenakan topeng sambil
menari-nari. Kemudian disusul Ronggeng Topeng. Babak ketiga
disebut 'bodoran'--lawakan yang penuh sindiran, yang sering juga
melantur menjadi jorok dan porno. Usai itu barulah muncul
cerita, yang langsung ditutup dengan apa yang disebut 'jantuk' -
yakni nasehat-nasehat yang sering juga berputar di sekitar
rumah-tangga.
Asal Comot
Festival kali ini adalah festival ke III untuk lenong, serta I
untuk topeng. Pelaksanaannya berharga Rp 2,5 juta. Peminat cukup
banyak yang datang. Kalau dalam festival sebelumnya
rombongan-rombongan mewakili wilayah dengan pengurusan suku-suku
dinas --sekarang langsung grupnya sendiri. Memang lebih hangat,
klop dan segar. "Secara kwantitas dan kwalitas", menggembirakan
ucap Sumantri Sastrosuwondo, anggota juri yang menjabat
kedudukan itu sejak 2 tahun yang lalu. Juri-juri lainnya: Firman
Muntaco, Slamet Sukirnanto, Yulianti Parani dan Priyono Suparjo
(khusus topeng) dan S.M. Ardan (ketua). Semuanya merasakan,
kerepotan ini penting sekali dipertahankan. "Kita harus banyak
menyiapkan kader", ujar SM. Ardan. Sementara Slamet Sukirnanto
merasakan, dengan festival pembinaan terhadap grup bisa
dilaksanakan secara utuh. "Ada lompatan yang mencengangkan di
antara para peserta", katanya sesumbar.
Para peserta adalah rombongan-ronbongan yang tak asing lagi.
Bokir bin Jiun muncul dengan rombongannya Topeng Setia Warga.
Kancrit dengan rombongan Kancrit. Nasrin dengan rombongan Rindu
Malam. Lalu Mat Dower (Cinta Damai), Dalih (Kinang Putra), juga
Sarkim yang membawa Lenong Gaya Baru. Dengan set dekor
bambu-bambu yang memberi asosiasi suasana di lapangan terbuka,
setiap malam digelarkan dua buah cerita. Mereka dipersilakan
memilih cerita-cerita wajib untuk lenong: Jampang Mayangsari,
Jampang Jago Betawi, Jampang Sari atau Nyai Dasima. Sedang
rombongan topeng bisa pilih lakon: Ismail, Sarkawi atawa Si
Angkri.
Problem yang nongol dari kerepotan tersebut masih tetap problem
lama. Yakni adanya arus modernisasi lenong, yang sering
merugikan identitas, membuyarkan temperamen lenong itu sebagai
teater rakyat. Ada kecenderungan beberapa rombongan yang
memasukkan pakem-pakem sandiwara. Juga ada usaha-usaha mengganti
bahasa Betawi dengan bahasa Melayu tinggi. Akibatnya muncul
sesuatu yang belasteran, yang tanggung, lenong bukan, sandiwara
juga tiada. Tangan-tangan yang jahil ini tentunya perlu diusut
apakah memang ada kesadaran pada pengarahan-pengarahan macam
itu, atau semuanya dilakukan karena kesalahfahaman. Sumantri,
yang juga ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesenian
Rakyat, sudah mengatakan bahwa rombongan-rombongan itu ada yang
meningkat secara luar biasa, tetapi ada juga yang merosot. "Yang
merosot, karena semua asal comot", katanya.
Improvisasi
Lebih-lebih lagi dalam topeng. Sriyono Suparjo, yang juga
seorang peneliti topeng, mengungkapkan banyak sekali yang perlu
dirapikan. Soal dialog yang terlalu becek dengan hal-hal cabul
atau soal pembagian babak yang seperti lepas kaitannya satu
dengan yang lain. "Perbaikan itu dimaksudkan agar topeng menjadi
teater yang utuh, tanpa merusak konvensi yang ada", katanya
kepada TEMPO. Slamet menambahkan, bahwa soal improvisasi yang
menjadi nyawa baik lenong maupun topeng, perlu sekali
ditingkatkan.
Yang terakhir itu agak aneh sebenarnya Karena sekiranya di segi
itu mereka memang sudah tumpul, maka salah satu esensi mereka
sebagai tontonan yang tidak berkiblat pada literatur, jadi
goyah. Penatarannya tentu akan cukup sulit: akan mengundang
banyak segi. Apalagi kalau ada niat untuk mengangkat tontonan
rakyat pinggiran Jakarta ini menjadi suguhan di jantung kota di
mana tinggal orang-orang "terhormat". Dalam hal itu segala
sesuatu yang sifatnya improvisatoris, akan menuntut latar
belakang yang cukup sesuai dengan lingkungan penontonnya yang
baru.
Sementara itu rombongan Rindu Malam yang sejak dahulu memang
unggul, tetap dapat mempertahankan supremasinya. Demikian juga
Bokir yang tak asing lagi di TIM, sempat memimpin rombongannya
dengan baik. Pada kedua grup ini, segi-segi unik tontonan rakyat
masih tetap terpelihara. Sementara pengadeganan, improvisasi
para pemain, pencak silat, pengarahan alur cerita yang menerima
pengaruh kemajuan pemanggungan masa kini tak membuat tontonan
itu kehilangan daerah bertolaknya yakni tanah Betawi yang paling
melata.
****
PARA PEMENANG
Lenong: Pemenang I Rindu Malam pimpinan S. Nasrin. II. Gaya
Baru pimpinan Sarkim. III. Setia Kawan (Nio Hok San). Harapan:
Hamur (S. Miharja).
Pemain pria terbaik: M. Toha. II. Saiyan (Setia Kawan). III. S.
Miharja (Hamur). Harapan: Nio Bo San (Setia Kawan).
Pemain wanita terbaik: Bu Siti (Cinta Damai). II. Nunung (Gaya
Baru). III. Tugawati. Harapan: Nyi Ami.
Grup Topeng: Pemenang I: Setia Warga (pimpinan Bokir). II. Kinag
Putra (pimpinan Dalih). III. Hidup Bersama (Bonar Kumpul).
Pemain topeng pria terbaik: I. Bokir (Setia Warga). II. Nsir T.
(Setia Warga). III. Dalih (Kinang Putra). Harapan: Nirin.
Pemain topeng wanita terbaik. I. Rima (Kinang Putra). II. Anna
(Setia Warga). III. Nariah (Hidup Bersarna). Harapan: Yani
(Kacrit).
Pemenang-pemenang tersebut memperoleh piala dan piagam. Selain
itu team Jantuk dan team Ronggeng & tari topeng juga diberi
penghargaan piagam I. Team Jantul Setia Warga. II. Hidup
Bersama. III. Kinang Putra.
Ronggeng terbaik: I. Kinag Putra. II . Setia Warga. III. Hidup
Bersama.
Tari topeng: I. Hidup Bersama. II. Topeng Kacrit. III. Setia
Warga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini