Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kargo satu setengah ton itu tiba di Lori ba Lodge, hotel bintang lima di selatan Pretoria, Afrika Selatan. Isinya antara lain dua setengah kuintal pasta, dua kuintal keju parmigiano, empat kuintal tomat, dua kuintal minyak zaitun, dan satu kuintal daging ikan salem. Bahan makanan yang dibawa dari Bandara OR Tambo Johannesburg ini bukanlah pesanan koki hotel Loriba, melainkan milik tim nasional Italia.
Makanan khas negeri pizza itu mendarat di Afrika Selatan beberapa hari sebelum kedatangan rombongan tim nasional yang dipimpin pelatih Marcello Lippi, Rabu dua pekan lalu. Dalam rombongan itu ikut serta dua koki yang ditunjuk asosiasi sepak bola Italia (FIGC). Keduanya bakal meng olah bahan makanan itu dan bertanggung jawab atas asupan semua anggota rombongan selama berjuang mempertahankan gelar.
Urusan perut memang menjadi perhatian utama tim juara dunia ini dalam setiap turnamen. ”Kami selalu memasak bahan makanan yang didatangkan langsung dari negeri kami. Selain karena pertimbang an nutrisi, juga untuk memenuhi selera,” kata Enrico Castellacci, kepala tim medis kontingen Italia. Tak cuma makanan lokal mereka, kontingen Azzuri juga membawa sendiri alat-alat kebugaran yang beratnya berton-ton dari Milan.
Meksiko juga tak kalah dalam hal memanjakan selera pemain, meski target yang dipatok tidak setinggi Italia. Asosiasi sepak bola negeri itu (Femexfut) memesan satu kontainer bahan makanan untuk dikirim melintasi Samudra Atlantik. ”Kami menyiapkan bahan yang kemungkinan sulit didapat di Afrika Selatan: kacang kering, ikan tuna kaleng, cabe, dan saus salsa,” kata Marlene Netzahuat, kepala koki tim Meksiko.
Menurut Marlene, dengan bahan makanan dan koki yang diangkut dari negeri asal, para pemain lebih lahap menyantap makanan, penampilan mereka di lapangan pun mantap. Karena tidak gampang menyesuaikan selera dengan menu lokal, salah-salah para pemain andalan malah sakit perut, terserang alergi sehingga absen bertanding. Apalagi 16 dari 23 pemain yang diboyong pelatih Javier Aguirre sepanjang tahun merumput di liga lokal kemungkinan besar tak terbiasa dengan makanan asing.
”Membawa makanan adalah salah satu cara menghilangkan tekanan karena jauh dari rumah,” kata Patrick J. Cohn, psikolog olahraga dan pendiri Peak Performance Sport, lembaga konsultasi psikologi atlet di Orlando, Amerika Serikat. Segala cara dilakukan para pelatih untuk menghadirkan suasana agar tim merasa di rumah sendiri. ”Dengan demikian akan muncul semangat bertanding di kandang sendiri, merasa memiliki stadion,” kata Cohn.
Apa pun dilakukan oleh tim peserta Piala Dunia untuk menumbuhkan ”rasa di rumah”. Contoh eksentrik adalah yang dilakukan pelatih tim Argentina, Diego Maradona. Yang disyaratkan agar dia merasa nyaman selama ”menggembalakan” timnya di Afrika Selatan sungguh aneh. Dua pekan sebelum kedatangan rombongan Argentina ke Afrika Selatan, 29 Mei lalu, Maradona mengutus seorang arsitek ke Pretoria High Performance Center, tempat tim ini menginap.
Felix Aguinaga, arsitek yang diki rim itu, bertugas memastikan pusat pela tihan dan penginapan berstandar internasional itu yang sempat dihuni sejumlah tim rugbi dunia sesuai dengan selera bosnya. Semuanya oke, kecuali satu hal: ”Maradona minta kloset diganti,” kata Felix. Walhasil, manajemen hotel memesan kloset sesuai dengan pesanan Maradona. Bahkan untuk memasangnya mereka harus membongkar dan mengubah desain kamar kecil.
Manajer hotel, Colin Stier, mengatakan Maradona meminta e-bidet, kloset berkursi panas serta pengering di depan dan belakang. Harga satu e-bidet sekitar Rp 4,1 juta. Maradona meminta dua bak mandi dan masing-masing dilengkapi e-bidet. Dengan biaya pemasangan, toilet Maradona menghabiskan sekitar Rp 18 juta. ”Kami senang melakukannya asalkan Diego maupun Argentina merasa lebih nyaman,” kata Stier.
Boleh jadi permintaan Maradona yang mengada-ada itu karena dia grogi. Maklum, Piala Dunia menjadi ajang unjuk kejeniusan para pelatih kelas dunia, sehingga dia perlu suplemen rasa nyaman untuk mengurangi rasa demam panggungnya. Maradona memang pernah menjadi pemain besar. Tapi, sebagai pelatih, ia jelas masih anak ba wang dibanding Marcello Lippi, Fabio Capello, atau Sven-Goran Eriksson.
Nah, buat pasukannya, Maradona meminta manajemen hotel menyiapkan sepuluh piring untuk satu orang setiap kali makan, menghidangkan sedikitnya empat belas macam salad setiap makan malam, serta selalu sedia es krim. Untuk hiburan, setiap kamar harus dilengkapi PlayStation mainan yang dituding menjadi biang keoknya Brasil di Piala Dunia 2006, karena para pemainnya keranjingan game ini sehingga kelelahan.
Kasus Brasil keranjingan PlayStation tak berlaku bagi tim Amerika Serikat. Kesebelasan yang ditempatkan sebagai tim anak bawang ini justru membawa seperangkat video game dan koleksi DVD dari negerinya. Soal makanan, tak ada yang aneh-aneh mungkin karena tekanan bagi tim ini tak seberat yang dialami Argentina atau Italia. Tim Abang Sam hanya membawa buah-buahan yang dikeringkan dan minuman penambah energi khas negara itu, Gatorade.
Sedangkan tim Brasil rupanya kapok dengan PlayStation. Untuk membuat para pemain nyaman dan merasa berada di negara sendiri, penanggung jawab tim meminta manajemen The Fairway Hotel&Spa Johannesburg tempat tim Samba menginap menghangatkan air kolam, yang dingin karena cuaca setempat, hingga 32 derajat Celsius sesuai dengan temperatur air di pantai Rio de Janeiro. ”Untungnya, ini bukan permintaan yang sulit,” kata Ariska Westhuizen, pegawai Fairway.
Guru besar psikologi olahraga Sheffield Hallam University Inggris, Ian Maynard, mengatakan memang ada hal yang membuat orang merasa nyaman saat di negeri yang jauh. ”Makan makanan yang serupa di negeri sendiri mungkin permintaan yang masuk akal, tapi memasang kloset khusus atau menghangatkan kolam renang sangat tidak penting dan tidak akan menghasilkan perubahan berarti di lapangan,” katanya.
Apa pun kata Maynard, tim underdog Korea Utara tak ketinggalan menyulap tempat menginapnya menjadi ”negara sendiri”. Kesan Korea Utara yang tertutup dan penuh misteri itu muncul di hotel bintang empat Protea Hotel Midrand di Pretoria. Kontingen tim berjuluk Chollima kuda terbang ini meminta manajemen hotel menutup rapat-rapat seluruh kawasan hotel dan melarang orang lain masuk.
Lalu bagaimana dengan ”rasa nyaman” yang satu ini: seks. Tiap manajer berbeda pandangan. Maradona meng izinkan pemainnya berhubungan seks asalkan tidak melewati pukul dua pagi dan tak ada konsumsi narkoba dan minuman keras. ”Dokter tim membo lehkan pemain bercinta dengan istri atau kekasih masing-masing,” katanya.
Lain halnya dengan Inggris, Pelatih Fabio Capello melarang pemainnya berhubungan seks sepanjang turnamen. Adapun pelatih Italia, Marcello Lippi, hanya mengizinkan istri dan anak pemain berkunjung ke markas tim bila Azzuri menembus babak perempat final. Yang ketat adalah Meksiko. Alih-alih mengizinkan pemain membawa pasangan, manajer Javier Aguirre malah membawa seorang pastor untuk mengerek semangat tim.
Adek Media (Time, Telegraph, LA Times, VP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo