Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JOSE Fonte menyeret langkahnya ke tempat latihan dengan terpaksa. Ia kehilangan gairah untuk memulai hari pertama latihan pada akhir Juni 2014. Bukan hanya Fonte, mayoritas pemain Southampton FC pun merasakan hal yang sama. Penyebabnya satu: lima rekannya, termasuk kapten tim Adam Lallana dan Manajer Mouricio Pochettino, pergi meninggalkan klub dalam waktu yang hampir bersamaan.
Mereka menerima pinangan klub-klub besar. Adam Lallana, Rickie Lambert, dan Dejan Lovren hengkang ke Liverpool—masing-masing mendapatkan transfer 25 juta, 3 juta, dan 20 juta pound sterling. Seorang pemain lagi, Calum Chambers, hijrah ke Arsenal dengan transfer 16 juta pound sterling.
Kepergian mereka melukai hati Fonte. Tapi ada yang aneh di markas latihan Southampton. Manajer Ronald Koeman terlihat antusias menyambut hari pertama latihan bersama klub barunya itu. Dengan kamera dari telepon selulernya, ia menjepret suasana lapangan Staplewood yang masih sepi tanpa kehadiran seorang pemain pun. Ia pun langsung mengunggah foto itu ke akun Twitter-nya.
Tak lupa ia menuliskan sebaris kalimat yang berbunyi, "Ready for #Training." Responsnya cukup bagus. Ia mendapat 13.441 retweet dan 6.384 lainnya memberi tanda favorit.
Bagi Fonte, foto Koeman itu seolah-olah mewakili betapa kosongnya ruang ganti pemain Southampton setelah ditinggalkan beberapa pemainnya. Pemain asal Portugal itu ingat: ruang ganti pemain tampak lebih sepi dari biasanya. "Saya tidak bisa menutup-nutupi bahwa pada saat itu kami semua merasa khawatir terhadap masa depan klub. Itu yang kami rasakan," kata Fonte.
Fonte, yang kemudian ditunjuk menjadi kapten tim, mengaku tak punya pilihan selain bertahan bersama Southampton dan menaruh kepercayaan penuh kepada Ronald Koeman. Perlahan tapi pasti, ruang ganti The Saint—julukan Southampton—pun semakin ramai seiring dengan langkah manajemen klub yang mendatangkan para pemain baru. Rasa percaya diri Fonte pun kembali bangkit.
Kini kondisi Fonte berubah drastis. Ia tidak hanya merasa amat bahagia, tapi juga semakin percaya diri. Southampton sukses menekuk Newcastle United 2-1 dalam pertandingan kompetisi Liga Inggris dua pekan lalu. Itu merupakan kemenangan kedua berturut-turut Fonte cs. Sebelumnya, raksasa Manchester United menyerah dengan skor tipis 1-0. The Saint juga tak terkalahkan dalam enam laga terakhir.
Perolehan tiga poin dari St James Park, markas Newcastle, membawa Southampton kukuh di peringkat ketiga klasemen sekaligus tetap menjaga jarak dengan Manchester United. Berada di posisi ketiga klasemen merupakan pencapaian tertinggi Southampton pada musim ini. Setidaknya, untuk sementara, Fonte bisa berbangga hati dibanding kelima rekannya yang pergi memutuskan pindah ke Liverpool, Arsenal, danManchester United. Sebab, tim-tim itu kini berada di peringkat keempat, kelima, dan kedelapan.
Fonte menyimpulkan Ronald Koeman aktor utama di balik keberhasilan Southampton. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Stadion Saint Mary, Koeman jarang menjadi sorotan media dan pengamat sepak bola. Penjualan besar-besaran pemain Southamptonlah yang banyak menghiasi halaman depan media Inggris pada awal musim ini. Kondisi keuangan klub yang dinilai kurang sehat disebut-sebut menjadi pemicu penjualan itu.
Banyak pihak menilai skuad Southampton bakal semakin terpuruk setelah ditinggalkan penggawa andalannya. Pada musim lalu, Mouricio Pochettino membawa skuadnya hingga di peringkat kedelapan. Namun Koeman mementahkan semua ramalan tersebut. Tatkala para pengamat sepak bola menyoroti anjloknya penampilan klub besar seperti Manchester United, Liverpool, dan Arsenal pada awal musim, Koeman justru diam-diam membawa pemainnya ke zona empat besar dan dengan meyakinkan menggilas beberapa tim mapan.
Semula banyak kalangan menilai prestasi Southampton tersebut tidak bakal lama. Lazimnya Liga Inggris, klub-klub besar biasanya akan menyalip menjelang akhir tahun. Tapi ternyata, hingga pertengahan musim, The Saint kukuh berada di zona empat besar. "Sudah selayaknya kami berada di sini," kata Koeman ketika timnya menekuk Arsenal dua gol tanpa balas pada 1 Januari lalu.
Lantas apa di balik sukses Southampton itu? Dari aspek teknis permainan tim sebenarnya tidak ada perbedaan mencolok antara Ronald Koeman dan manajer sebelumnya, Pochettino. Dari sisi penguasaan bola dan tembakan ke gawang lawan, misalnya. Pochettino sedikit lebih unggul dibanding Koeman. Namun, dari aspek lain, Koeman terlihat lihai membuat para pemainnya menekan lawan, memotong arus serangan, dan menciptakan peluang gol di depan gawang.
Karakter Koeman sebagai pemain bertahan di tim nasional Belanda pada 1980-an ikut mewarnai skuadnya. Ketika bermain untuk De Oranje, Koeman adalah bek tangguh dan bisa membantu serangan. Cita rasa inilah yang diterapkan oleh dia. Gawang The Saint termasuk yang paling sedikit kebobolan di Liga Inggris. Hingga pertengahan musim, klub itu baru kebobolan 15 gol. Prestasi ini menjadikan Southampton sebagai tim yang mempunyai barisan pertahanan terkuat.
Kuat dalam bertahan tidak menjadikan The Saint lemah dalam menyerang. Arsenal dan MU termasuk yang merasakan betapa tajamnya pemain Southampton melakukan penetrasi. Kendati klub-klub besar itu menguasai pertandingan, kemenangan justru berpihak pada anak asuh Koeman. Dalam pertemuan kedua musim ini, MU dikalahkan di hadapan pendukungnya sendiri lewat gol semata wayang Dusan Tadic.
Sedangkan dari sisi strategi, dalam beberapa kali kesempatan Koeman begitu cair mengganti formasi di lapangan. Suatu hari ia memakai formasi 4-2-3-1, seperti ketika melawan Liverpool dan West Brom. Di lain waktu, ketika beradu dengan West Ham, ia menjadi lebih agresif dengan 4-1-2-3. Ada satu ciri khas dalam permainan Koeman: soliditas permainan dan meratanya pembagian peran di lini tengah.
Lini tengah Southampton tidak hanya bagus ketika membantu pertahanan, tapi juga apik saat membangun serangan. Perbedaan mendasar ada pada bagaimana memperlakukan bola. Manajer berusia 51 tahun itu ingin para pemain membiarkan bola bekerja untuk mereka, bukan menguasainya dengan cara berlama-lama menggiring. Dengan kemampuan pemain yang merata di tiap lini, ia mengandalkan kerja sama tim. Tak mengherankan jika penetrasi Koeman agak berkurang dibandingkan dengan era Pochettino.
Tak berhenti di situ, Koeman juga memperhalus pola permainan yang menjadi warisan Pochettino. Pemain diminta tidak bertele-tele ketika mengendalikan bola. Walhasil, bola menjadi cepat bergulir dari kaki ke kaki. Serangan pun menjadi lebih memiliki gereget, halus, dan yang terpenting ialah efisien.
Koeman tak menutupi kenyataan bahwa perubahan itu terjadi karena berubahnya pola latihan. Ia ingat betul kejadian pada pertengahan September tahun lalu, tatkala para pemain begitu antusias berlatih. Padahal mereka baru saja mengalahkan Arsenal di Piala Liga. Bukannya berleha-leha bersama keluarga, para pemain malah datang dan meminta porsi latihan lagi.
Semangat menggebu-gebu pemain yang dimobilisasi kapten Jose Fonte itu membuat Koeman salah tingkah. Pasalnya, hari itu adalah waktunya istirahat dan di sisi lain Koeman sudah berjanji dengan keluarganya menghabiskan waktu bersama. Tak mau mengecewakan pemainnya, ia pun mengganti sesi latihan dengan memulihkan kebugaran pemainnya. Selang tiga hari kemudian, hasilnya cukup mengejutkan. Southampton kembali menang dengan mengalahkan Queens Park Rangers 2-1.
Setelah kemenangan demi kemenangan diraih, Koeman menjelaskan bahwa perbedaan mendasar Southampton musim ini ada pada sesi latihan. "Filosofi permainan saya ada pada sesi latihan. Fisik memang penting, tapi yang utama adalah bagaimana pemain bisa mengolah bola," katanya kepada The Guardian. Mantan pelatih Feyenoord itu banyak menghabiskan waktu meningkatkan kemampuan individu pemainnya di tengah pekan. Mereka dituntut bisa mengolah bola dengan baik.
Tak mengherankan jika perkembangan pemain Southampton meningkat. Sekarang beberapa pemainnya dipanggil pelatih tim nasional. Nathaniel Clyne dipanggil timnas Inggris, Jose Fonte mulai dilirik timnas Portugal, dan Graziano Pellè dipanggil Antonio Conte ke timnas Italia. Masih ada nama lain, seperti Dusan Tadic, Fraser Forster, Toby Alderweireld, Ryan Bertrand, Shane Long, dan Sadio Mané, yang besar kemungkinan bakal bersinar.
Melihat perkembangan Southampton, Koeman mulai berani meladeni media yang menanyakan peluang bermain ke Liga Champions. Dengan sedikit waspada, ia menilai timnya punya peluang menggeser salah satu klub besar di posisi empat besar nanti. Koeman mengalamatkan pernyataannya itu kepada Arsenal dan Liverpool sebagai pesaing utama. Dengan diplomatis ia mengatakan kesempatan bermain di kompetisi Eropa akan terlihat dalam enam laga ke depan. "Kita lihat saja nanti," katanya.
Aditya Budiman (Daily Mail, Telegraph)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo