Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berpaling dari Sosialisme Fidel Castro

Semula mengagumi Revolusi Kuba, Mario Vargas Llosa kemudian mengkritiknya. Akibatnya, ia pernah bertengkar dan meninju mata kiri peraih Nobel, Gabriel Garcia Marquez.

26 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasur berseprai putih tempat lahir Vargas di Casa Museo Mario Vargas Llosa, Arequipa, tampak rapi dan bersih. Dalam hologram, seorang perempuan yang berbaring di tempat tidur terlihat menggendong bayi. Ada tiga perempuan yang berdiri menemani mereka. Perempuan dan bayinya yang baru lahir itu adalah Dora Llosa Ureta dan Mario Vargas Llosa.

Kelahiran itu menjadi peristiwa penting dalam kehidupan Vargas, anak semata wayang pasangan Ernesto Vargas Maldonado dan Dora Llosa Ureta. Orang tua Vargas telah bercerai ketika Vargas lahir pada 28 Maret 1936. Vargas berasal dari keluarga kaya di Arequipa. Kakeknya, Pedro Llosa, adalah orang Kreol, orang Eropa yang lahir di negara koloni Eropa. Keluarga Llosa sangat berkecukupan.

Pedro Llosa sukses mengelola perkebunan kapas. Kakek Vargas juga seorang konsul kehormatan untuk Peru di Bolivia. Sebagian besar warga Peru tahu keluarga Mario Vargas Llosa. Pengelola biro travel di Arequipa, Eduardo Rivera, mengatakan hampir semua orang tahu keluarga Llosa terpandang. "Keluarga mereka sangat terkenal di sini," ujarnya. Setahun setelah kelahirannya, Vargas dan ibunya pindah ke Cochabamba, Bolivia. Vargas mengikuti kakeknya yang bertugas sebagai konsul. Ia banyak menghabiskan masa kecilnya di Cochabamba.

Kepada Vargas, Dora Llosa Ureta berusaha keras menyembunyikan perceraiannya. Vargas yang masih bocah percaya ayahnya telah meninggal. Ketika Presiden Peru Jose Bustamante y Rivero berkuasa, kakek Vargas memperoleh pos diplomatik di kawasan pesisir Peru, Piura. Seluruh keluarga Vargas kemudian pindah ke Piura. Ia bersekolah di sekolah dasar akademi agama Colegio Salesiano di Peru.

Pada 1946, ketika Vargas berumur 10 tahun, ayahnya datang menemui dia. Kedua orang tua Vargas rujuk. Ia dan kedua orang tuanya kemudian tinggal di Distrik Magdalena del Mar, Lima. Pendidikan sekolah menengah pertama Vargas ditempuh di Colegio La Salle, Peru. Kehidupan Mario Vargas setelah itu berubah dibanding ketika tinggal bersama neneknya, yang lebih nyaman. Ia banyak merasakan ketakutan, ketidakadilan, dan kekerasan.

Ayahnya menyekolahkan Vargas ke Akademi Militer Leoncio Prado di Lima pada umur 14 tahun. Sebelum lulus dari akademi militer itu, ia bekerja sebagai wartawan untuk surat kabar lokal. Vargas keluar dari akademi militer dan menyelesaikan sekolah di Piura. Waktu itu, ia bekerja untuk koran lokal Peru, La Industria. Vargas merasakan kebebasan setelah keluar dari akademi itu. Ia kemudian menciptakan pertunjukan teater karya dramatis pertamanya berjudul La Huida del Inca.

Pada pertengahan 1950-an, Vargas masuk Universitas Nasional San Marcos di Lima. Di sana, ia belajar hukum dan sastra. Situasi politik di Peru waktu itu bergejolak. Ini menuntunnya menciptakan novel Conversation in the Cathedral—diterbitkan pada 1969. Setelah kuliah, Vargas menikah dengan Julia Urquidi, adik ipar pamannya. Pernikahan mereka tak bertahan lama. Pada 1964, Vargas bercerai dengan Julia. Ia kemudian menikahi saudara sepupunya, Patricia Llosa. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai tiga anak: Alvaro, Gonzalo, dan Morgana.

Vargas memulai karier sastra di luar negeri, seperti London, Paris, dan Madrid. Ia juga mendapat beasiswa untuk belajar di Complutense University of Madrid di Spanyol. Dia dikenal sebagai salah satu penulis abad ke-20 yang secara fasih menggambarkan persimpangan antara budaya dan politik di Amerika Latin secara pedih. Kepopuleran Vargas sebagai sastrawan dikenal di seantero negeri. Seorang pengemudi di Arequipa bernama Ronald, misalnya, sangat mengagumi Vargas. "Ia penulis terbaik Amerika Latin yang dimiliki Peru," kata Ronald kepada Tempo.

Karier sastra secara sungguh-sungguh Vargas lakoni pada 1957. Dia menulis cerita pendek pertama berjudul The Leaders atau Los Jefes dalam bahasa Spanyol. Ada pula El Abuelo atau "Kakek" dalam bahasa Indonesia. Cerita pendek itu ditulis ketika ia bekerja untuk surat kabar La Industria.

Pada 1990, setelah kalah dari Alberto Fujimori ketika mencalonkan diri sebagai Presiden Peru, Vargas meneruskan kariernya dalam bidang sastra. Vargas rutin menulis untuk El País, surat kabar harian Spanyol di Madrid. Ia menulis kolom bertema sastra, perjalanan, dan politik.

Ketertarikan Vargas pada sastra telah tumbuh sejak dia kecil. Ia rakus membaca karya Jules Gabriel Verne, novelis sekaligus penyair dan dramawan Prancis. Verne menulis novel petualangan dan punya pengaruh yang mendalam pada genre sastra fiksi ilmiah. Verne populer sebagai penulis fiksi anak-anak. Dia mendapat julukan "The Father of Science Fiction".

Vargas juga melahap novel petualangan karya Alexandre Dumas, penulis Prancis ternama lainnya. Dumas amat terkenal dengan karya berjudul The Three Musketeers. Vargas juga menggemari karya Victor Marie Hugo, penyair, novelis, dan dramawan terbesar Prancis. Karya Hugo yang paling terkenal adalah novel berjudul Les Miserables. Novel memukau yang telah difilmkan ini berkisah tentang sejarah Prancis, politik, filsafat, agama, keadilan, dan keluarga.

Ide sosialisme pernah merasuk sangat dalam pada kehidupan dan karier kepenulisan Vargas. Ketika Revolusi Kuba pecah pada 1959, ia mendukung tokoh revolusioner Kuba, Fidel Castro. Namun ideologi Vargas kemudian beralih pada 1970-an ketika ia melihat Castro menunjukkan kediktatorannya dan menindas. Sebagai penulis, ia menyaksikan kebebasan dibatasi.

Vargas lalu memilih ide-ide reformis, pluralisme liberal, demokrasi, dan pasar bebas. Ideologi ini ia gunakan untuk memahami persoalan yang dihadapi Amerika Latin. Kepada situs resmi Hadiah Nobel, Vargas menyatakan revolusi, kediktatoran, nasionalisme, rasisme, dan mistisisme agama menjadi gejala intoleransi dan dogmatisme. "Pandangan tertutup dunia menjadi akar penyebab di balik tragedi," kata Vargas. Keresahan Vargas ini ia tuliskan dalam novelnya yang berjudul The War of the End of the World pada 1981.

Sebagai penulis yang pernah mendukung Revolusi Kuba, Vargas berkawan dengan penulis Kolombia yang meraih Nobel Sastra tahun 1982, Gabriel Garcia Marquez. Novelis Kolombia ini terkenal berkawan dekat dengan Fidel Castro. Perubahan ideologi Vargas membuatnya berpisah jalan dengan Marquez. Bahkan keduanya pernah bertengkar di sebuah gedung bioskop di Kota Meksiko pada 1976. Ada dua versi tentang penyebab pertengkaran mereka. Salah satunya, Marquez mengejek Vargas sebagai pelacur Castro atas pergeseran ideologi itu. Tak terima dengan olokan itu, Vargas meninju muka Marquez hingga membentuk lingkaran menghitam pada mata bagian kiri.

Gabriel Garcia Marquez, yang selalu mengabadikan peristiwa penting dalam hidupnya, meminta fotografer Rodrigo Moya memotret wajahnya. Marquez tersenyum lebar dalam foto itu. Versi lain, mereka bertengkar karena Marquez membujuk istri Vargas agar berpisah dengan suaminya karena tuduhan perselingkuhan. "Pengkhianat," ujar Vargas sebelum meninju mata kiri Marquez.

Sejak saat itu, keduanya tak pernah bertegur sapa dan hanya terhubung melalui penulis Kolombia, Alvaro Mutis. Penulis ini adalah kawan dua penulis besar Amerika Latin yang berseteru itu. "Peru menolak berbicara tentang itu," kata Vargas seperti dikutip dalam The New York Times.

Shinta Maharani (Arequipa, Peru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus