Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pasien berusia 65 tahun terbaring di ruang operasi Jakarta Eye Center, Jakarta Barat. Setahun lalu, kornea mata kanannya membengkak. Meski sudah dioperasi katarak, pengelihatannya tak kunjung membaik. Belakangan ,diketahui pembengkakan itu disebabkan oleh rusaknya endotel, lapisan terdalam dari lima lapis kornea. Dokter memutuskan agar endotelnya diganti.
Dokter Johan A. Hutahuruk, SpM, yang mengoperasinya pada awal Januari lalu, harus membuat kikisan supertipis, sekitar sepersepuluh milimeter, pada lapisan kornea terluar; melakukan sayatan kecil di lapisan dalam yang hanya bisa dilihat jelas lewat mikroskop; lalu mengganti endotel lama dengan yang masih bagus. Operasi selama satu jam itu berjalan lancar. Jika tak ada masalah, tiga pekan kemudian pasien bisa kembali melihat dengan baik.
Kornea mata, menurut Dr dr Tjahjono D. Gondhowiardjo, adalah lapisan tipis—kurang-lebih satu milimeter. Bentuknya seperti kaca yang melengkung. Ada lima lapis kornea. Secara berurutan adalah lapisan terluar (epitel), membran bowman, stroma, membran descemet, dan terakhir lapisan terdalam (endotel). "Sifatnya yang paling vital adalah menerima rangsangan cahaya dan meneruskan ke bagian mata lainnya. Fungsi ini tidak bisa digantikan," ujar Ketua Kolegium Ophtalmologi Indonesia ini.
Begitu rusak dan tergores, kornea tidak bisa pulih. Satu-satunya cara untuk memperbaiki penglihatan adalah mengganti atau mencangkokkan kornea baru. Dalam istilah kedokteran disebut keratoplasti. Umumnya, di Indonesia, cara yang dipakai adalah penetrating keratoplasty atau penggantian seluruh lapisan kornea. Satu saja lapisan yang rusak, kelima lapisan kornea harus dibuang dan diganti dengan yang baru.
Teknik ini dilakukan pertama kali pada 1905 oleh Eduard Zirm asal Chechnya, yang saat itu masih dikuasai Rusia. Karena semua lapisan kornea harus diangkat, waktu penyembuhannya pun lama, kurang-lebih setahun. Jika dua bola mata yang terganggu, satu mata sisanya harus menunggu mata yang pertama dioperasi pulih. Meski teknik ini kemudian berkembang, penggantian seluruh lapisan kornea tetap dilakukan.
Hingga kemudian muncul operasi cangkok per lapisan yang diperkenalkan dokter mata asal Belanda, Gerrit Melles, pada 1998. Ia menemukan teknik pemisahan dan seleksi lapisan kornea atau posterior lamellar keratoplasty (PLK). Dalam teknik ini, hanya lapisan yang rusak yang diganti. Enam tahun kemudian, pada 2004, Melles menyempurnakan teknik ini, yang kemudian tenar dengan nama descemet's stripping endothelial keratoplasty (DSEK). Cara ini biasa disebut sebagai penggantian lapisan kornea terdalam (membran descemet) melalui lubang atau sayatan kecil tanpa jahitan.
Operasi pergantian lapisan kornea ini masuk ke Indonesia pada 2008. Tapi tak lebih dari lima dokter mata yang sudah piawai. Selain alatnya mahal, kompetensi dokter yang mampu mengoperasikannya kurang. Inilah mengapa kebanyakan operasi cangkok kornea di Indonesia masih menggunakan teknik jadul.
Karena itulah para dokter mata gencar menggelar pelatihan, seperti yang terjadi awal bulan ini. "Ini adalah pelatihan untuk meningkatkan kompetensi para dokter mata di Indonesia," ujar Profesor Suhardjo, SU, SpM(K), perwakilan dari Ilmu Penyakit Mata Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pembicara utama dalam latihan itu adalah ahli transplantasi kornea dari Amerika Serikat, Dr Anthony J. Aldave, MD. "Nanti tidak hanya di Jakarta, tapi juga di kota besar lainnya," ujar Suhardjo.
Keinginan untuk menyebarluaskan teknik lamellar keratoplasty adalah berdasarkan temuan ilmiah tentang manfaat prosedurnya. "Pasien cepat sembuh dan hanya ada sedikit komplikasi," ujar dokter Aldave. Hanya butuh maksimal tiga pekan, pasien mendapat penglihatan optimal. Operasi yang berlangsung di lantai enam itu disaksikan secara langsung dalam layar besar di auditorium rumah sakit mata tersebut.
Pada saat workshop tiga pekan lalu, dipertontonkan tahapan demi tahapan operasi. Pada pasien usia lanjut tersebut, terjadi gangguan pembengkakan kornea (keratopati bulosa) di mata sebelah kanan. Setahun lalu sudah operasi katarak, tapi kemudian terjadi penurunan tajam penglihatan. Dari standar maksimal 1,0, pasien hanya memiliki nilai tajam penglihatan 0,3 setelah operasi katarak. Kemudian turun lagi menjadi 0,05 dalam dua bulan terakhir. "Ternyata lapisan endotel korneanya rusak," kata dokter spesialis mata dari Jakarta Eye Center, Setiyo Budi.
Awalnya dokter mengikis lapisan terluarnya (epitel). "Sekitar 100-150 mikromilimeter tebalnya," ujar dokter Setiyo, yang juga Ketua Indonesian Society of Cataract and Refractive Surgery. Batasan penapisan tidak boleh lebih dari interval tersebut, kalau terlalu tebal penempelan kornea baru akan kendur.
Bagian kornea donor yang ditempelkan ke pasien diberi tanda. Kemudian kornea dipotong dengan diameter lebih kecil daripada ukuran penerima dan disisipkan ke lapisan yang akan diganti. Karena pasien mengalami masalah di lapisan terdalam (endotel), yang diganti hanya lapisan tersebut. Liang untuk menyusupkan kornea itu kemudian ditutup. "Menutupnya bisa dengan jahitan, bisa tidak," kata dokter Setiyo.
"Untuk menempelkan kornea baru, kami memilih memakai gelembung udara, bukan jahitan," ujar dokter Aldave. Penggunaan gelembung udara ini adalah teknik yang ditemukan dokter bedah Mohammaed M. Anwar dari Arab Saudi pada 2002. Dengan udara bertekanan tertentu dalam waktu kurang-lebih 10 menit, diharapkan kornea donor bisa melekat tanpa menghancurkan jaringan kornea lainnya. Gelembung udara ini akan hilang dalam lima hari setelah operasi. Agar sempurna, pasien harus berbaring hingga tiga hari untuk menghindari pergeseran kornea baru.
Di Amerika Serikat saja, pada 2013, kata dokter Tjahjono, sudah lebih dari 40 ribu operasi dilakukan dengan teknik ini. Angka itu mengungguli teknik lama penetrating keratoplasty. Masalah penerapan teknik ini di Indonesia hanyalah satu. "Donor kita sedikit," ujar dokter Setiyo.
Pada sesi workshop kemarin, dokter Aldave membawa delapan kornea donor dari Amerika Serikat. "Saya harap nantinya akan ada lebih banyak donor dari Indonesia," katanya. Biaya operasi dengan teknik ini sekitar Rp 35 juta. Separuh biaya atau sekitar Rp 17 juta untuk donor kornea impor, sisanya adalah ongkos pembedahan. "Kalau donor korneanya lokal, bisa lebih murah," ucap dokter Setiyo.
Dianing Sari
Jumlah Donor yang Minim
Donor kornea adalah masalah utama bagi cangkok mata di Indonesia. "Sangat menyedihkan jumlahnya. Kita masih tergantung luar negeri," ujar Dr dr Tjahjono D. Gondhowiardjo, SpM PhD. Menurut Ketua Bank Mata Indonesia ini, untuk mendapat kornea donor, orang harus menunggu setidaknya 50 antrean untuk kawasan Jakarta saja. Belum di daerah lain.
Sedikitnya jumlah donor di Indonesia, kata dokter Tjahjono, karena masih banyak yang belum terpanggil. Entah karena alasan agama entah alasan keluarga. Padahal gangguan kerusakan kornea yang membutuhkan transplantasi setiap hari terjadi, dari kecelakaan lalu lintas yang membuat kornea hancur hingga kesalahan memakai lensa kontak. Ia membeberkan hanya ada beberapa komunitas—seperti Ahmadiyah dan sejumlah kecil kaum Buddha—yang rutin mendonorkan korneanya. "Kalau ada yang meninggal dari kelompok itu, mereka mengabari kami," katanya.
Masalah ini sudah diungkapkan ke semua pemangku kepentingan, dari pemuka agama hingga anggota legislatif. Namun, menurut Tjahjono, kesadaran tetap saja minim. Apalagi belum ada aturan yang mengikat seperti di Filipina dan Singapura. Dua negara tersebut menerapkan kewajiban bagi korban kecelakaan agar korneanya segera didonorkan, jika tidak ada protes dari ahli waris atau keluarga dalam waktu tertentu.
Dokter spesialis mata dari Jakarta Eye Center, Setiyo Budi, mengatakan kornea yang layak pakai adalah yang diambil maksimal enam jam setelah kematian donor. Kornea donor ini bisa disimpan di bank mata hingga satu bulan. Jika melebihi batas waktu itu, kornea tidak bisa lagi dipakai. DS
Descemet's stripping endothelial keratoplasty
1. Awalnya dokter mengikis lapisan terluarnya (epitel). Tebalnya 100-150 mikromilimeter.
2. Bagian kornea donor yang ditempelkan ke pasien diberi tanda. Kemudian kornea dipotong dengan diameter lebih kecil daripada ukuran penerima dan disisipkan ke lapisan yang akan diganti.
3. Liang untuk menyusupkan kornea itu kemudian ditutup. Menutupnya bisa dengan jahitan atau memakai gelembung udara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo