Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA tahun silam, tepatnya sebulan setelah terpilih sebagai Bupati Bolaang Mongondow, Marlina Moha Siahaan melemparkan sepotong sesumbar. "Nanti kita lihat, perempuan atau laki-laki yang bisa mengurus bola," ujarnya. Ucapan ini dilontarkan tak lama sesudah sang Bupati didaulat menjadi Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Bolaang Mongondow (Persibom).
Kendati tak diungkapkan terang-terangan, saat itu orang cenderung menganggap kata-kata itu cuma omong kosong. Apalagi ia juga bermimpi membawa Persibom masuk ke liga utama.
Saat itu Persibom masih terengah-engah di divisi dua. Masyarakat di Sulawesi Utara pun tidak terlalu mengenalnya. Jika diajak bicara tentang sepak bola, mereka hanya mengenal Persma Manado yang pernah tampil di liga utama.
Kini telah terbukti, semua itu bukan mimpi. Tahun lalu Persibom lolos ke divisi satu, dan langsung melompat lagi. Anak asuhan Elly Idris itu melesat ke liga utama setelah mengalahkan Persegi Gianyar 1-0 di babak play-off putaran final divisi satu, pada 11 Oktober lalu, di Jakarta. Persibom menemani dua klub lainnya yang naik ke liga utama, yakni Arema Malang (juara divisi satu) dan PSDS Deliserdang (runner up).
Alangkah gembiranya suporter Persibom. Mereka tak habis-habisnya berkisah tentang sukses itu. Lihat saja Rustam Manoppo, 42 tahun, yang langsung berbinar saat diajak bicara tentang Persibom. "Tak sia-sia pengorbanan kawan-kawan yang harus menjual kambing atau ayam demi menyaksikan Persibom di Jakarta," kata Rustam, yang menjadi koordinator kelompok suporter Persibom Mania.
Masyarakat Sulawesi Utara pun seolah menemukan kebanggaan baru setelah klub kesayangan mereka, Persma Manado, terdepak dari liga utama pada 2001. Jangan heran bila ribuan orang dengan suka cita mengelu-elukan tim Persibom ketika mereka kembali dari Jakarta. Gu-bernur Sulawesi Utara A.J. Sondakh pun ikut menyambutnya di Bandara Sam Ratulangi Manado. Para pemain sempat diarak dengan 500 kendaraan menuju Kotamobagu, yang jaraknya 175 kilometer.
Didirikan pada 8 Juni 1963, selama ini Persibom hanya menjadi kesebelasan anak bawang. Prestasi terbaik mereka hanya juara dua Pekan Olahraga Daerah Sulawesi Utara pada 1999. Tim ini juga kalah pamor dibanding Persmin Minahasa, apalagi Persma Manado.
Angin segar baru bertiup ketika Marlina Moha Siahaan terpilih jadi Bupati Bolaang Mongondow pada 8 Juni 2001, bersamaan dengan hari ulang tahun Persibom. Dia kemudian diminta pula mengurusi bola, menjadi Ketua Umum Persibom.
Tidak sekadar bermimpi bisa menaikkan derajat Persibom, sang Bupati rupanya melakukan gebrakan nyata. Ia mengembangkan sepak bola di Bolaang mulai dari bawah. Berbagai kompetisi sepak bola, mulai dari pertandingan antarkampung sampai antarkecamatan, digencarkan. Buat memupuk bibit muda, dibangun pula Sekolah Sepak Bola Fajar Bulawan, yang bisa menampung 150 anak.
Dari rangkaian kompetisi antarklub amatir di Bolaang Mongondow, terkumpul 60 pemain berbakat. Pemain ini diseleksi lagi dan beberapa yang terbaik dimasukkan ke Persibom. Hasilnya tak langsung kelihatan. Sampai 2002 Persibom masih berkutat di divisi dua. Tapi Marlina, yang selalu setia mengikuti pertandingan Persibom, terus memberikan semangat kepada timnya. "Kalian tak boleh putus asa. Dengan kerja keras, pasti kelak akan berhasil," katanya.
Mereka baru memetik hasil kerja keras itu pada tahun berikutnya. Persibom melaju ke divisi satu. Pengelola Persibom pun segera melakukan perombakan besar agar mereka bisa bersaing di divisi satu. Tidak hanya mengandalkan pemain lokal seperti Arifin Adrian, Hendra Pandeynuwu, dan Jantje Katehokang, tim ini mulai diperkuat pemain asing. Mereka memboyong Tibidi Alexis asal Kamerun, Christian Amendaris dan Fernando Rivara dari Argentina, serta play maker asal Cile, Javier Rocha. Kursi pelatih dipercayakan kepada mantan pemain nasional Elly Idris.
Perjuangan untuk merangsek ke liga utama tidaklah mudah. Mereka hampir gagal masuk ke putaran final kendati sempat berada di urutan tiga wilayah timur. Ini gara-gara PSSI mengoreksinya, menyusul diterimanya gugatan dari Persiba Balikpapan atas Persigo Gorontalo, yang dinilai memakai pemain tak sah. Dengan putusan ini, kemenangan Persibom atas Persigo ikut dibatalkan sehingga peringkatnya melorot.
Pendukung Persibom yang tak puas dengan putusan itu sempat mendemo PSSI. Untunglah, dalam sidang banding PSSI gugatan Persiba ditolak sehingga Persibom tetap berada di urutan ketiga dan berhak berlaga di final. Di putaran final semuanya berakhir manis. Persibom mencetak sejarah dengan menjejakkan kaki di divisi utama untuk pertama kalinya.
Manajer Persibom, Syamsudin Kudji Moha, menyatakan bahwa salah satu kunci keberhasilannya karena kepentingan pemain selalu diutamakan. "Gaji dan bonus dibayar sebelum keringat kering," tutur Kudji yang juga suami Marlina ini. Itu sebabnya para pemain selalu bersemangat saat bertanding. Menurut pelatih Elly Idris, mereka juga amat disiplin dalam menjalani latihan.
Selama berlaga di divisi satu, Persibom menghabiskan Rp 5 miliar. Menurut sekretaris tim Hun Mokoagow, dana ini berasal dari kas pemerintah daerah dan donatur. Kini, setelah lolos ke liga utama, lebih besar lagi duit yang dibutuhkan. Diperkirakan memerlukan dana sekitar Rp 9 miliar.
Dana segede itu tentu amat membebani anggaran daerah Bolaang Mongondow. Karena itu, Bupati Marlina mengharapkan adanya bantuan dari APBD Sulawesi Utara. Ini juga akan diperjuangkan oleh sejumlah anggota DPRD Sulawesi Utara asal Bolaang Mongondow. "Karena Persibom bukan hanya milik Bolaang Mongondow, tapi Sulawesi Utara," kata Marlina.
Gelora Ambang pun harus segera direnovasi agar memenuhi syarat untuk menjamu tamu divisi utama. Bila tidak, mereka terpaksa bermain di Stadion Klabat Manado. Marlina berjanji, renovasi akan dilakukan setelah Lebaran. Nantinya stadion ini akan memuat 30 ribu penonton.
Rustam dan kawan-kawan dari Persibom Mania telah bertekad membantu mewujudkan stadion yang lebih layak. Mereka mencetuskan Gerakan Seribu. Sekitar 15 ribu anggota Persibom Mania akan bergotong-royong meringankan biaya renovasi Stadion Ambang. "Minimal setiap orang mengumpulkan Rp 1.000," ujar Rustam. Jika terkumpul, memang lumayan jumlahnya, mencapai Rp 15 juta.
Agar tim Persibom bisa bersaing di liga utama, pengurusnya berusaha menambah dua pemain asing lagi. Mereka juga berambisi mengumpulkan pemain Sulawesi Utara yang kini bertebaran di luar daerah, seperti Stanley Mamuaya (Arema Malang), Francis Wewengkang (Persikota Tangerang), Jendry Pitoy (Persikota Tangerang), dan Firman Utina (Persita Tangerang).
Targetnya? Tidak sudi menjadi tim anak bawang, Bupati Marlina memasang target tinggi: juara atau minimal runner up. Tujuannya agar tim Persibom bisa berlaga di ajang yang lebih bergengsi, Piala Champions Asia.
Seperti yang terjadi tiga tahun silam, orang mungkin akan menertawakan mimpi Bupati Marlina kali ini. Tapi, jangan lupa, ia telah membuktikan ampuhnya sentuhan tangan wanita dalam sepak bola.
Nurdin Saleh, Verrianto Madjowa (Kotamobagu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo