Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Coerver untuk apa?

Wiel coerver, 55 pelatih sepak bola asal belanda kembali dikontrak pssi. kesehatannya kini memburuk, karena penyakit jantung sehingga diragukan kemampuannya membantu pssi meningkatkan prestasinya.

30 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK banyak publikasi untuk kedatangan Wiel Coerver. Pimpinan PSSI cenderung merahasiakan kehadirannya di Jakarta. Tapi para penggemar sepakbola sudah menduga bahwa orang Belanda itu dibutuhkan untuk meningkatkan prestasi PSSI. Coerver 4 tahun lalu membuat kontrak dengan PSSI zaman Ketua Umum Bardosono. Kontrak itu meliputi masa 2 tahun dengan bayaran 400.000 gulden. Awal kehadiran Coerver cepat menghebohkan. Hubungannya dengan Bardosono ketika itu tidak lancar. Coervel berjuang keras untuk merebut "hak mutlak' sebagaimana layaknya dipunyai seorang pelatih profesional kaliber dunia. Ia melakukan pemanduan pemain sendiri. Ia merombak sarana dan tata kerja TC Salatiga yang kemudian hanya menetaskan pemain Suhatman dan Hadi Ismanto. Ia juga menentukan siapa yang dapat mendampinginya sebagai tim manajer untuk Tim Pra-Olimpik 1976. Sepak-terjang Coerver waktu itu terasa amat asing bagi sepakbola yang masih amatiran. Lebih lebih menjelang turnamen Pra-Olimpik di Jakarta (Pebruari 1976) ia menyusun Dewan Pemain yang mewakili seluruh anggota pemain tim. Dewan ini berhak mengajukan keluhannya, menuntut apa yang layak menjadi haknya. "Kalian yang menarik kehadiran penonton, kalian juga yang menentukan kemenangan, maka kalian berhak membuka suara," nasihat Coerver pada para pemain. Coerver merasa bagian yang diterimanya terlampau besar bila dibanding balasjasa yang diterima para pemain PSSI. Akhirnya terjadilah "kontrak" antara Ketua Umum Bardosono dan para pemain. Ada bonus untuk setiap pertandingan: menang, seri dan kalah. Untuk turnamen Pra-Olimpik setiap pemain akan mendapat bonus Rp 2,5 juta bila menang dan Rp 1 juta bila seri. Prestasi Coerver dalam Pra-Olimpik pada babak kwalifikasi agak tersendat. Melawan Kesebelasan Singapura, PSSI bertahan 0-0. Menghadapi Papua Nugini, PSSI menang 8-2. Dengan Korea Utara, PSSI kalah 1-2. Tapi pada puncak penentuan, asuhan Coerver dapat menundukkan Malaysia 2-1 dan masuk final bersama Korea. Dalam final inilah Dewi Fortuna berada di pihak Korea. Walaupun ada perpanjangan waktu pertandingan, skor masih 0-0. Lewat undian tendangan penalti, Indonesia dikalahkan 4-5. Indonesia dengan demikian gagal menuju Montreal, Kanada. Tapi goncangan Coerver sudah merangsang perubahan besar dalam dunia sepakbola nasional. Berkata Ilyas Hadade, asisten pelatih Coerver ketika itu: "Kini rasa bangga untuk menjadi pemain nasional yang telah luntur mulai bangkit lagi." Ada semacam pengakuan di sini bahwa pemain itu baru akan berprestasi apabila sepakbola dapat menjamin hari depannya. Kini Coerver, 55 tahun, berada di tengah PSSI lagi. Selama 3 tahun ini banyak perubahan yang terjadi pada dirinya, terutama fisiknya. Ia menderita penyakit jantung. Seutas pembuluh darah dari pahanya dicangkokkan pada pembuluh darah jantung yang telah diambil karena tersumbat. Operasi itu dilakukan di Houston, AS. Nasihat dokter tak boleh menjadi pelatih aktif. "Dua tahun saya tidak melatih di lapangan lagi," katanya pada Herry Komar dari TEMPO. "Tapi kini kesehatan saya sudah mulai baik." Kontraknya dengan PSSI masih bersisa 2 bulan. Menurut Coerver, sisa kontrak itu akan dia gunakan untuk memberi ceramah sepakbola, memperhatikan antara lain persiapan tim junior PSSI di bawah pelatih Sucipto Suntoro. Coerver tak mau menilai keadaan PSSI di bawah Ali Sadikin. "Saya sama sekali tak mengikuti perkembangan PSSI," katanya. Tentang Bardosono komentarnya "Orangnya dinamik. Sayang ia tak ikut lagi." PSSI berusaha memanfaatkan kehadirannya: Entah sebagai penasehat teknis, ataupun pelatih kepala, yang kerjanya hanya melihat, memberi petunjuk dan berceramah di ruang rapat. Dalam kondisi Coerver seperti sekarang, wartawan TEMPO Lukman Setiawan berpendapat "Saya pesimis bahwa Coerver dapat membantu PSSI meningkatkan prestasinya secara konkrit. Ia memang pintar, tapi bukan tipe pemikir atau konseptor luar biasa. Ia juga bukan seorang ahli strategi yang istimewa. "Keistimewaan Coerver tadinya adalah bagaimana dia berhasil merombak organisasi penyusunan tim: bagaimana dia menanamkan disiplin bagaimana dia memulihkan kepercayaan bahwa sepakbola itu harus bisa menghidupi pemain. Semua itu menyangkut hal yang motivasional. Dan yang tak kurang pentingnya, semua itu dilakukannya bukan di ruang rapat, melainkan dengan bermandi peluh di lapangan hijau. "Keadaan PSSI di zaman Galatama ini tidak seluruhnya jelek. Yang jelek adalah prestasi di lapangan." "Saya yakin apa yang ditempuh PSSI sekarang -- dari segi organisasi dan administrasi -- jauh lebih baik dari masa lalu. Ini pangkal kemajuan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus