INILAH gaya Singapura ber-SEA Games ria. Seperti ingin menghibur rakyat yang menggerakkan mesin industri, Kota Singa dengan penganggur hanya dua persen ini sudah menebar demam SEA Games dua hari menjelang pesta olah raga Asia Tenggara ke-17 dibuka Presiden Wee Kim Wee, Sabtu malam pekan lalu. Ketika itu Perdana Menteri Goh Chok Tong menyulut api SEA Games di Bukit Musical Sentosa, Kamis malam. Energi laser didapat dari energi surya yang sudah disimpan beberapa hari. Saat upacara penyalaan api, laser ditembakkan ke enam gelang lambang SEA Games di atas air terjun. Enam gelang itu terbakar, menyala, lalu meluncur turun menyalakan api di kaldron yang bentuknya seperti cawan besar. Dari tangan PM Goh, api dibawa 70 ribu pelari yang berkeliling Singapura selama 48 jam sebelum memasuki Stadion Nasional Singapura pada malam pembukaan. Obor yang dipakai berkeliling pun dibuat menyerupai lambang Singa. Desain obor itu kabarnya dirancang Huang Hebin, desainer terkemuka Singapura. Obor Sea Games itu menempuh perjalanan sampai 500 kilometer. Dan setibanya di Stadion Nasional pada malam pembukaan, pesta kembang api disiapkan. Sungguh pemandangan indah: lampu stadion dipadamkan. Kemudian, stadion berkapasitas sekitar 75.000 ini berpendar oleh lampu-lampu senter kecil yang dibagikan kepada penonton di pintu masuk. Pembukaan ini, melalui layar kaca televisi, disaksikan sekitar 200 juta mata di kawasan Asia Tenggara. Toh keramaian pesta seperti berhenti di malam pembukaan saja. Gema riuh-rendah di dalam arena pertandingan hanya terasa sampai seputar gelanggang. Boleh dibilang, hanya di seputar kolam renang dan stadion sepak bola. Tuan rumah memang tergolong tangguh di cabang renang antara lain lewat andalannya, Ang Peng Siong. Bahkan Perdana Menteri Goh Chok Tong sendiri hadir dan memberikan medali kepada para pemenang di kompleks renang Toa Payoh. Di cabang sepak bola, Fandi Ahmad, pujaan khalayak Singapura, banyak menarik minat penggemarnya untuk mampir ke stadion. Tapi pertandingan sepak bola lainnya praktis sepi penonton. Apalagi cabang olahraga lainnya. Lomba maraton yang berlangsung Minggu subuh dari Stadion Nasional Singapura ke arah Bandara Changi praktis hanya ditonton para ofisial dan sesama atlet. Padahal, lomba menarik tersebut tapi tak terlalu populer di Singapura berlangsung pada hari libur. Begitu pula lomba balap sepeda nomor 100 kilometer team time trial di kawasan Changi. Tak ada penonton bergerombol di pinggir jalan. Hanya mobil pencatat waktu yang mengikuti tim tiap negara yang berlomba. Di Bedok Sport Hall, tempat pertandingan judo, kursi yang disediakan cuma beberapa ratus, itu pun sebagian besar diisi wartawan dan ofisial. Penduduk Negara Kota itu memang tak terlalu pusing dengan SEA Games. Para atlet yang biasa dikeroyok pencari tanda tangan di negara lain, di Singapura boleh berlenggang menepis angin dengan tenang tanpa diganggu. Tak akan ada yang memburu tanda tangan atau minta foto bersama. Semua dingin dan biasa-biasa saja. Bahkan, tak seperti SEA Games di Jakarta, misalnya, Kota Singa juga sepi dari umbul- umbul atau spanduk. Di kawasan ramai seperti Orchard Road, hanya ada umbul-umbul di beberapa tempat dan tak terlalu mencolok. Juga tak tampak ada cendera mata logo Singa dijual di kawasan perdagangan itu. Urusan bisnis rupanya lebih penting. Simaklah ucapan seorang manajer penjual mobil yang ditemui TEMPO. ''Saya sangat sibuk, tak sempat lagi menonton TV,'' katanya, tak acuh. Padahal, televisi Singapura tiap malam menyiarkan secara lengkap berbagai pertandingan. Yang tergolong rakyat kecil juga ogah menghabiskan waktu menonton SEA Games. ''Orang kerja malam macam saya mana sempat menonton SEA Games?'' kata seorang pedagang minuman di Satay Club. Bahkan dia mengaku hanya tahu hasil (1-1) pertandingan sepak bola Indonesia lawan Singapura dari percakapan orang yang didengarnya. Seorang sopir taksi yang kerap keliling ke berbagai tempat pertandingan mengaku kepada TEMPO bahwa dia hanya tahu di negerinya sedang ada SEA Games. Hasil pertandingan? ''Mana saya tahu?'' kata pak sopir itu. Di Orchard Road, topik pembicaraan memang bukan SEA Games. Saat makan siang tiba, eksekutif muda berdasi rupanya tak tertarik bicara tentang sukan yang tengah berlangsung di depan matanya. ''Saya hanya tahu dari teman, tim sepak bola Singapura bermain cantik melawan Indonesia,'' kata seorang eksekutif muda di sana. Skor pertandingan? Sang eksekutif mengangkat bahunya, lalu berkata, ''Saya belum baca koran hari ini.'' Padahal, pemerintah Singapura sudah menyediakan dana Sin$ 17 juta (sekitar Rp 20 miliar) untuk sukan yang direncanakan pemerintah Singapura sebagai peristiwa yang terbanyak melibatkan rakyat itu. Sebagian besar dana (Sin$ 9,3 juta) dipakai untuk merenovasi Stadion Nasional dan tempat pertandingan yang lain. Sedangkan untuk pemasangan jaringan komputer yang menghubungkan semua tempat yang digunakan untuk bertanding, dibutuhkan dana sekitar Rp 7,3 miliar. Acara yang memang untuk menghibur rakyat pembukaan dan penutupan ternyata menghabiskan duit Rp 3,8 miliar. Toh rupanya, untuk penduduk Kota Singa, urusan bisnis lebih penting, sehingga demam SEA Games pun tidak terbangkitkan. Toriq Hadad, Bambang Sujatmoko, dan Hidayat S. Gautama (Singapura)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini