UNTUK pertama kalinya dalam sejarah SEA Games, Indonesia mengawinkan dua emas maraton. Kemenangan pasangan Naek Sagala dan Suryati ini menandai dimulainya penambangan medali emas. Walau catatan waktu Naek, 2 jam 50 menit 58 detik, belum mampu memecahkan rekor SEA Games milik juara bertahan asal Filipina, Herman Suizo (2.22.52), yang absen kali ini, toh waktu yang dicatatnya terpaut empat menit dengan rekan senegaranya, Hendro Suwarno Wanidi, peraih medali perak. ''Sengaja saya lari agak santai, karena tidak ada saingan,'' kata bintara polisi berusia 28 tahun ini. Di bagian putri, Suryati dengan mulus menempuh rute sepanjang 42,195 kilometer dari Stadion Nasional ke Bandara Changi bolak- balik. Karyawati Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara berusia 23 tahun ini menyodok ke depan sejak kilometer 21 di jembatan layang Tanah Merah Singapura. Dengan catatan waktu 2.50.58, Suryati lebih cepat delapan menit dari andalan tuan rumah, Toh So Liang. Sementara itu, Maria Lawalata penentu juara umum bagi Indonesia di SEA Games Manila dua tahun silam meski tertatih-tatih menahan sakit maag-nya, menggaet perunggu. Sukses meraih medali emas juga diukir Mardi Lestari di lari 100 meter. Juara SEA Games tiga kali berturut-turut tersebut, dalam final Senin sore pekan ini, makin memperkuat posisi Indonesia. Catatan waktunya yang 10.46 detik memang jauh dari rekor 10.20 detik yang diciptakannya di New Delhi empat tahun silam. Namun, itu cukup untuk membungkam sesumbar pelatih tuan rumah, C. Kunalan, yang sebelumnya menjagokan Mohamad Hosni Mohamad dan Hamkah Afik. Keduanya memang ancaman bagi Mardi yang terkena cedera otot paha. Apalagi, dalam uji coba beberapa waktu lalu, mereka mampu menembus waktu 10.40 detik. Perburuan medali emas memang masih akan berlangsung seminggu lagi. Namun, target yang dicanangkan Ketua Harian Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat Soeweno, yakni merebut 105 medali emas dari 317 yang disediakan, agaknya tidak berlebihan. Hingga Senin malam pekan ini (pukul 21.30 WIB), Indonesia telah meraih 24 medali emas, 24 perak, dan 16 perunggu, dibuntuti oleh Filipina (17, 14, 17) dan Thailand (16, 16, 16). Tapi, harus diingat, emas yang didapat Filipina dan Thailand memang dari tambang emas mereka selama ini: menembak dan renang. Melalui perenang Raymond Anthony Papa dengan waktu 2.03.73 menit, Filipina unggul di 200 meter gaya punggung putra. Sedangkan perenang jelita Akiko Thomson menyabet emas lewat nomor yang sama di bagian putri, Minggu barusan. Dengan catatan waktu 2.16.76 menit, ia meninggalkan perenang muda Indonesia, Elsa Manora, yang meraih perunggu. Eric Buhain, bintang renang Filipina lainnya, diharapkan kontingennya memborong lima emas. Sementara itu, bidikan para petembak dari Negeri Gajah Putih masih terlalu akurat bagi peserta kontingen lain. Pada awal pertandingan, mereka langsung menggebrak dengan dua medali emas. Itu didapat lewat Samarn Jongsuk dan regu putri di nomor air rifle. Petembak Thailand agaknya dapat melaju di cabang yang memperebutkan 44 medali emas ini. Indonesia masih belum mengeluarkan semua kartu trufnya. Masih ada cabang judo, yang menargetkan sepuluh emas. Belum lagi dari ladang medali di angkat besi dan anggar. Juga harus diingat, kontingen juara umum bertahan ini terkenal di cabang bulu tangkis dan panahan. Dan di nomor andalan Thailand dan Filipina tadi menembak dan renang tidak mustahil atlet Indonesia mencuri emas. Patut dicatat, ketatnya persaingan Indonesia dengan Filipina, sebagai tuan rumah, dalam SEA Games dua tahun silam terpaut satu emas: Indonesia 92, Filipina 91 tak terlepas dari tidak dipertandingkannya cabang olahraga made in Indonesia: pencak silat. KONI memang cuma menargetkan 8 dari 15 medali emas yang disediakan. Tapi, siapa yang mampu menahan jurus pesilat juara dunia dari Indonesia kali ini? Satu-satunya yang mencuri emas di kejuaran dunia November silam di Jakarta itu hanya pesilat Singapura. Andi Reza Rohadian (Jakarta) dan Bambang Sujatmoko (Singapura)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini