Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH mengukir prestasi gemilang, mereka merayakannya secara sederhana. Angelique Widjaja alias Angie mensyukuri dengan beristirahat di rumah orang tuanya di Bandung. Sandy Gumulya pun mengisi harinya tanpa raket dan bola tenis di rumahnya di Jakarta. Begitu pula Liza Andriyani, ia kembali ke pelukan suaminya, karateka Oemar Syarif. Hanya Wynne Prakusya yang kelihatan sibuk. Dia terus berlatih untuk mempersiapkan turnamen berikutnya.
Keempat petenis tersebut telah membawa Indonesia kembali ke grup elite tenis beregu putri dunia. Dalam babak play-off Piala Federasi yang digelar di Jakarta, Sabtu dan Minggu dua pekan silam, mereka menekuk Slovenia dengan skor 4-1. Dengan kemenangan ini, tahun depan Indonesia bisa langsung bertanding di 16 besar Piala Federasi. "Kemenangan ini bukan untuk kami, tapi untuk seluruh rakyat Indonesia," kata Angie, yang menjadi tunggal pertama.
Remaja yang belum genap berusia 20 tahun itu menjadi pembuka sekaligus penentu kemenangan. Pada partai pertama Sabtu, Angie menaklukkan Katarina Srebotnik 6-4, 6-3. Wynne menambah angka lewat kemenangan atas Tina Pisnik 6-1, 6-4. Lalu Angie mengukuhkan kemenangan Indonesia jadi 3-0 pada hari kedua dengan menundukkan Tina Pisnik. Dua partai sisa tak lagi menentukan: Liza kalah dari Andreja Klepak, sebelum kemudian pasangan Angie/Wynne menang atas Krizan/Klepak.
Tak ayal lagi, semua penonton di lapangan tenis Gelora Bung Karno menyambut meriah. Keempat pemain?termasuk pemain cadangan Sandy Gumulya?ber-victory lap mengitari lapangan dengan mengibarkan bendera Merah Putih sambil menari. Tangan dan kaki mereka bergerak indah secara serempak.
"Tarian itu hasil kreasi Liza. Dia mengajari kami di sela-sela waktu luang," kata Wynne mengungkapkan. Awalnya sekadar iseng untuk mengusir ketegangan, siapa nyana kalau kemudian tarian itu bisa diperagakan di Senayan.
Kemenangan didapat berkat permainan mereka yang lepas. "Anak-anak tahun ini terlihat lebih santai, terutama terlihat dari penampilan Angie dan Wynne. Sepertinya mereka berdua telah dapat mengambil pelajaran dari pengalaman sebelumnya," kata Deddy Tedjamukti, salah seorang pelatih mereka. Tahun lalu, di tempat yang sama, Liza, Angie, dan Sandy, yang turun untuk pertama kalinya di play-off Piala Federasi, kalah 2-3 dari Jerman. Saat itu Indonesia masih diperkuat Suzanna Anggarkusuma, yang sekarang jadi pelatih sekaligus kapten tak bermain.
Kunci sukses lainnya adalah kebersamaan. Selama hampir sepekan menjelang pertandingan, mereka menginap di Hotel Menara Peninsula dekat Senayan. Pelatih membebaskan cara latihan mereka sambil tetap mengawasi. Di hotel, Angie satu kamar dengan Liza, dan Wynne berdua bersama Sandy. Di sela-sela istirahat, mereka kerap bercanda atau kadang menyanyi-nyanyi kecil. Sandy, yang paling bontot, lebih banyak diam dibanding "kakak-kakaknya". Liza yang paling ceria. Adapun Wynne mengaku sering curhat kepada Angie. "Mulai dari gaya pakaian, film, sampai masalah cowok," ujarnya. Kebersamaan inilah yang membuat mereka bersemangat saat bertanding.
Tim Slovenia, lawan mereka, sebenarnya tidak bisa dianggap enteng. Umumnya mereka memiliki peringkat yang lebih baik dibanding Angie dan kawan-kawan. Lihat saja, Srebotnik berada di posisi 61 WTA, dan Pisnik nangkring di peringkat 45. Sedangkan Angie hanya berada di 132, Wynne malah 309. Hanya, duet pelatih Deddy-Suzanna punya perhitungan lain. Di atas kertas mereka telah memprediksi bisa mendapat dua angka, satu dari Angie, satu lagi ganda. "Ternyata Wynne juga menang, maka keyakinan kami pun bertambah," kata Deddy.
Indonesia juga diuntungkan jenis lapangan Senayan, lapangan tanah keras (hard court). Slovenia lebih jago di lapangan tanah liat (clay). Empat turnamen pertama lapangan tanah keras yang diikuti Srebotnik tahun ini semuanya berakhir dengan kekalahan. Pisnik juga. Dari enam kali turun di hard court, empat berakhir kalah pada babak-babak awal.
Setelah lolos, bagaimana menghadapi Piala Federasi musim depan? "Masih terlalu jauh untuk membicarakannya. Kami hanya bisa berusaha meningkatkan frekuensi tanding anak-anak sambil berharap mereka memperbaiki peringkat," tutur Deddy. Kepastian lawannya memang belum diundi, biasanya sekitar April nanti.
Federasi Tenis Internasional akan membagi 16 negara yang lolos dalam dua grup besar. Indonesia bersama Thailand, yang lolos play-off dan mewakili zona Asia-Oseania tahun ini, berada di Grup II dengan negara yang lolos play-off lain: Kroasia, Republik Cek, Jerman, Jepang, Slovakia, serta Swiss. Di Grup I, tergabung delapan negara yang tak turun grup tahun ini: Austria, Amerika Serikat, Argentina, Rusia, Italia, Prancis, Spanyol, dan Belgia. Namun, siapa bertemu siapa, itu belum diundi.
Terakhir kali Indonesia berada di grup elite seperti ini pada 1994. Saat itu malah masih berformat 32 besar, dan semua peserta bertanding di satu tempat dalam jangka sepekan. Baru pada 1995 turnamen beregu ini menggunakan format seperti sekarang: satu negara bertandang ke negara lain sesuai dengan undian. Prestasi terbaik pernah diraih Indonesia pada 1973 dan 1991. Pada 1973, Lita Liem-Lany Kaligis dan kawan-kawan maju ke perempat final. Sukses itu dilanjutkan oleh Yayuk Basuki dan kawan-kawan pada 1991 dengan prestasi yang sama.
Buat mengulang prestasi Yayuk dan Lita, tiada cara lain kecuali mengasah diri dengan bertanding dan bertanding. Ini mulai dilakukan Wynne Prakusya. Akhir pekan ini dia sudah terbang lagi ke Amerika Serikat didampingi pelatihnya, Suzanna. Dua turnamen di Alabama dan Lexington telah menanti. Jangan heran jika sehari setelah membawa Indonesia ke grup dunia, dia sudah berlatih lagi di kawasan Ragunan.
Kendati begitu, seperti juga Angie, rupanya Wynne pun sempat merayakan kemenangan dengan bersantai. Caranya? "Ya, jalan-jalan ke Plaza Senayan atau Pondok Indah Mall sama Mama, menghilangkan penat, gitu," kata gadis kelahiran Solo itu.
Andy Marhaendra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo