Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Dimulai Dengan Joe

4 petinju profesional Indonesia berlaga di istora, Rocky Joe dengan nama premchai, sutan rambing dengan jong chae oh, rudy siregar dengan heungwon kang, paulus natham dengan thamintong.

24 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMBINASI pukulannya memang hebat. Tapi kaki kirinya mati", komentar petinju Garuda Jaya, Rocky Joe selepas mengintip Mana Premchai latihan di sasananya. Dan,"saya telah menemukan cara untuk menghadapi lawan yang demikian". Premchai bukan tak faham kalau gerak-geriknya diintip lawan. "Joe akan salah tebak mengenai diri saya. Di sini saya cuma latihan ringan saja. Lihatlah nanti di atas ring, di situ ia baru tahu siapa saya sebenarnya", balas Premchai, petinju kelas menengah ringan Muangthai yang menempati urutan kedua dalam Oriental Boxing Federation. Perkiraan Premchai itu ternyata meleset jauh. Ia tak mampu berbuat banyak menjinakkan Joe sebagaimana yang telah dijanjikannya. Sebab begitu ia bergerak keluar dari sudut merah, Joe segera menyambut kedatangannya dengan jab kiri yang mantap. Pukulan perkenalan mana kemudian mengantar dirinya pada posisi yang tak diharapkannya. Dan sejak itu pula inisiatif penyerangan tergenggam erat di tangan Joe di sepanjang ronde. Sampai ia menyetop kebolehan lawan di akhir pertandingan dengan angka kemenangan mutlak: 150-128. Keputusan ketiga juri -- Rainier Manoch (50-46), Kid Darlin (50-42) dan Schneider (50-40) -- memang agak sulit dibantah. Karena permainan yang disuguhkan Joe di Istora Senayan, Rabu 14 Juli malam itu terhitung penampilan diri yang mantap dalam karirnya di dunia tinju prof: Masa Lalu Meski Joe sempat merekam kelemahan gerak lawan ketika latihan, keberhasilannya dalam mengungguli Premchai kelihatan tidak sepenuhnya terletak di sana. Ia tampak telah belajar banyak dari pengalaman masa lalu. Ia masuk gelanggang kali ini dengan suatu perhitungan yang matang. Gerakan yang dilakukannya mulai efektif. Baik dalam membuka serangan maupun pada waktu memblokir pembalasan lawan. Sekali pun ritme pukulannya tidak selalu konsisten untuk setiap ronde. "Joe ternyata lebih baik dari saya", puji Premchai seusai pertarungan. Tapi, "kalau ketemu sekali lagi belum tentu ia akan mampu mengungguli saya. Karena saya sudah tahu tipe permainannya". Di kelas lain, pertarungan yang terhitung baik adalah antara Sutambing melawan Jong Chae Oh dalam partai bulu ringan. Kendati di ronde awal, Rambing -- sebelumnya menempati kelas bantam -- tak berhasil banyak mengirim pukulan ke alamat lawan. Tapi, ia bangkit dan menebus kekalahan pada ronde pertengahan. Pelatih Suharto yang semula sudah risau melihat anak asuhannya yang tak mendapat kesempatan melontarkan pembalasan, kembali berseri ketika melihat tenaga Jong Chae Oh mulai terkuras melayani gebrakan Rambing sejak ronde kelima. Dan Rambing menutup ronde dengan angka kemenangan: 147-137. Dengan penilaian Schneider (47-46), Bobby Nyoo (50-46) dan Kid Darlin (50-45). "Saya agak kecewa dengan keputusan juri. Karena saya yakin, saya mengumpulkan angka lebih banyak daripada Rambing", komentar Oh. Meskipun, "Rambing sendiri juga bermain bagus".] Akan petinju kelas menengah Rudy Siregar -- urutan pertama penantang juara OBF -- sekalipun berhasil menghentikan perlawanan Heungwon Kang (Korea Selatan) dengan TKO di ronde kedelapan. Namun kebolehan yang diperlihatkannya ternyata tak sebermutu kedudukannya. Siregar yang mencoba meniru permainan Ali dengan berdansa di atas ring. Tapi apa yang diperlihatkannya tak lebih dari kegenitan belaka. Karena semua itu tidak diimbangi oleh teknik yang tinggi. Malah ketrampilannya boleh dikatakan menurun dibanding kebisaannya dalam menghadapi Kid Bellel, 4 tahun lalu. Ia hanya tertolong oleh pukulannya yang masih keras. Di samping lawannya juga tak begitu baik. Sekalipun menempati urutan ketiga dalam OBF. Malang Dari 4 petinju prof Indonesia yang diturunkan malam itu, yang bernasib malang adalah Paulus Nathan dari Bandung. Walau di ronde permulaan ia memperlihatkan bentuk permainan yang cukupan. Namun kekurangan pengalaman bertanding akhirnya merongrong kebolehannya melayani petinju Muangthai, Thamintong. Nathan sering tampak menggakawan dengan-perhitungan yang kurang matang. Kadangkala serangannya ada menemui bentuk. Tapi ketika inisiatif mulai di tangannya, ia kelihatan kehilangan akal untuk tetap menggenggam dominasi itu. Kekurangan itulah yang menyebabkan wasit menghentikan pertandingan. Daripada membiarkan Nathan menjadi bulan-bulanan pukulan musuh. Bertolak dari mutu permainan yang ditampilkan petinju Indonesia, Komisi Tinju Indonesia kiranya perlu mengadakan lompatan jauh ke depan. Dengan memberikan pengalaman sebanyak mungkin pada anak asuhan mereka. Kalau tidak, dunia tinju prof lndonesia akan tetap demikian adanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus