Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Dua gelar dari All England

Tim bulu tangkis indonesia dalam all england 1981 berhasil meraih dua gelar. liem swie king juara tunggal putra. pasangan kartono dan heryanto juara ganda putra. sedang tim putri tercecer semua. (or)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KURS Liem Swie King kembali naik. Dalam All England ke-71 pekan lalu di stadion Wembley, London, ia menundukkan Prakash Padukone dari India. King menang melalui maraton set. Angkanya 11-15, 15-4 dan 15-6. "King memang lebih baik dari saya," kata Prakash di kamar pakaian selepas pertandingan final tunggal putra itu. Bagi King, 24 tahun, kemenangan ini merupakan sukses ketiga sejak partisipasinya di All England 1975. Ia menjadi juara di tahun 1978 (mengalahkan Rudy Hartono) dan 1979 (mengalahkan Flemming Delfs). Tahun 1980 ia dipecundangi oleh Prakash. Tak heran King begitu terharu, bahkan sampai menitikkan air mata, atas kemenangannya tahun ini. King -- yang sama sekali tak mengikuti "pemanasan" di Kejuaraan Bulutangkis Terbuka Denmark dan Swedia -- dalam All England kali ini sebetulnya tak begitu memukau. Ia sempat kecolongan oleh lawan terlebih dulu. Dalam dua set berikutnya ia tertolong oleh kecerobohan Prakash. Duapuluh dari 30 angka yang menentukan bagi King diperolehnya lantaran kesalahan lawan. Penampilan King yang sukar ditebak itu telah menyebabkan jantung penonton Indonesia di stadion Wembley maupun yang menyaksikannya lewat layar TVRI berdebar keras. Di Jalan Sunan Kudus 37, Kudus, dilaporkan Kompas, ibunya bahkan sempat meninggalkan pesawat televisi dan masuk ke kamar tidur lantaran tak tahan melihat kekalahan King di set pertama. Tak lama kemudian menyusul pula ayahnya. Keduanya kembali menonton setelah keadaan berbalik untuk King. Ng Thiat Po, ayahnya, sempat menepuk-nepuk pesawat televisinya sambil berkata: "Kamu harus menang, King." Ketika pengembalian bola Prakash pada angka yang menentukan dinyatakan ke luar lapangan, dan kemenangan King jadi pasti, Ng Thiat Po mengelus-elus wajah putranya di layar televisi itu. Sementara saudara-saudaranya saling berangkulan dan berjingkrak kegirangan. King mengatakan di set pertama ia terpancing oleh permainan rally Prakash. "Padahal itu bukan tipe saya," katanya. "Untung kemudian saya kembali memegang inisiatif." Penonton Indonesia datang dari berbagai kota di Eropa. Terselip di antara 6.000 pengunjung di stadion Wembley, orang Indonesia menyanyikan lagu Halo-Halo Bandung begitu King menang. King mendapat piala atas kemenangannya, juga mengantungi hadiah uang ?1.000 (sekitar Rp 1« juta). Ia bertekad mempertahankan gelar itu tahun depan. Di partai ganda putra, tekad Tjuntjun/Johan Wahyudi untuk masuk Guinness Book of Records sebagai juara All England 7 kali ternyata tak kesampaian. Kartono/Heryanto mengalahkan pasangan itu. Angkanya 15-9 dan 15-8. "Permainan Tjuntjun dan Johan sangat mengecewakan," komentar Lion Tong Seng, abang dan orang pertama melatih Tjuntjun. "Saya hitung ada sekitar 50 kali serve mereka tak mendapat angka sama sekali. Ini keterlaluan." Tjuntjun/Johan Wahyudi, kata Liong, kehilangan kendali permainan. "Mereka sebenarnya adalah pemain yang menyerang. Bukan pihak yang bertahan." Pasangan itu sepulang dari All England 1980 kurang berlatih. Mereka baru aktif kembali tiga bulan menjelang ke All England kemarin. Siapakah Kartono dan Heryanto? Keduanya bukanlah orang baru di lingkungan pemain nasional. Berusia 26 tahun, keduanya pernah memperkuat tim Indonesia dalam SEA Games X di Jakarta, 1979, All England, dan berbagai turnamen internasional lainnya. Kartono, lahir di Tegal, adalah seangkatan dengan Liem Swie King di Klub Jarum, Kudus. Sedang Heryanto, lahir di Tasikmalaya, berasal dari Klub Mutiara, Bandung Pasangan ini, menurut pembina Stanley Gouw, akan menjadi ganda terkuat nasional. Prestasi Liem Swie King dan Kartono/Heryanto kembali mengukuhkan supremasi Indonesia di All England -- khususnya di bagian putra. Sejak Tan Joe Hok (Hendra Kartanegara) menjuarai nomor tunggal All England 1959, tim Indonesia hanya kehilangan peluang 11 kali. Sedang di partai ganda putra, mulai Christian/Ade Chandra memboyong gelar juara di tahun 1972, baru sekali kecolongan. Prestasi tim putri Indonesia tampak menyedihkan sekali. Tak satu partai pun, baik tunggal maupun ganda, yang lolos ke final. Di nomor tunggal Verawaty dan Ivanna diandalkan menjadi juara, tapi keduanya tersisih di semifinal. Verawaty dikalahkan oleh Lene Koppen dari Denmark. Sedang Ivanna disisihkan oleh Sun Ai Hwang dari Korea Selatan. "Seharusnya partai ini adalah All Indonesian Final," kata pelatih Tahir Djide. "Lantaran kurang tekun akhirnya mereka gagal." Verawaty yang dikalahkan Lene Koppen (11-8, 10-12 dan 11-9) sebenarnya di set penentuan sudah unggul 6-0 lebih duluan. Sementara Lene Koppen tampak sudah kelelahan. Tapi "entah bagaimana keadaan jadi berbalik," kata Tahir Djide. Ivanna, setelah unggul di set pertama dan sempat pula memimpin 7-4 di set kedua, dipecundangi Sun Ai Hwang dengan ketekunan. Ia akhirnya kalah. Skor 11-5, 7-11 dan 0-11. Verawaty dan Ivanna tak membuka mulut atas kegagalan tersebut. Di partai ganda Verawaty/Imelda Wigoeno dan Thresia Widyastuti/Ruth Damayanti, tak mampu mencapai semifinal "Tiga hari saya hampir tidak bisa makan dan tidur, gara-gara kalah di nomor ganda," kata Imelda. Ia kesal karena lawannya Yun Ja Kim/Sang Hee Yu dari Korea Selatan adalah pendatang baru. Sementara Widyastuti/Ruth Damayanti dikalahkan oleh pasangan Atsuko Tokuda/Yoshiko Yonekura dari Jepang di babak perempat final, satu-satunya prestasi "terbaik" di nomor ganda putri untuk All England 1981. Juara tunggal putri All England 1981 adalah Sun Ai Hwang. Di final ia mengalahkan Lene Koppen dengan angka 11-1 dan 11-2, masing-masing dengan waktu 10 menit. Sun Ai Hwang, 19 tahun, kini kuliah di Sekolah Tinggi Olahraga di Seoul. Tertarik bulutangkis dua tahun lalu, ia melesat cepat berkat latihan keras. Ia berlatih total enam jam sehari. Penguasaan lapangannya baik. Jarang bola tidak terjangkau olehnya. Smash-nya keras, dan tajam dibandingkan dengan penampilannya dalam Kejuaraan Bulutangkis Terbuka di Tokyo, Januari. Ia waktu itu juga juara. Diduga putri Korea ini akan unggul di All England sampai beberapa kali. Kegagalan tim putri Indonesia di All England agak merisaukan. Mereka dipersiapkan untuk perebutan Piala Uber di Tokyo, akhir Mei. Di kertas, lawan berat yang bakal dihadapi sebelum ke final adalah Inggris, juara zone Eropa. PBSI telah menunjuk Ferry Sonneville dkk menangani pembinaan tim putri ini. Para pembina ini ingin menunjuk Rudy Hartono sebagai manajer tim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus