ORANG yang bercelana jeans, berkemeja lengan pendek dan
memakai topi pet itu, segera menunjuk. "Itu dia pak, yang
memperkosa saya," katanya. Tiga orang pemuda yang dituding tak
sempat lari. Polisi langsung menangkap mereka.
Orang yang bertopi pet itu adalah WG, seorang wanita penduduk
Gang Kayu Putih, Tanjung Mulia, Medan, yang malam Minggu 14
Maret lalu diperkosa oleh beberapa orang preman di Kampung Pulu
Brayan Ketiga pemuda tadi adalah sebagian dari 5 orang yang
telah memperkosanya.
Untuk membantu polisi menjejaki para pemerkosanya, WG telah
menyamar sebagai lelaki. Bersama polisi ia telah mengelilingi
Kota Medan mencari kelima preman itu. Penyamaran itu mula-mula
berhasil menangkap Suwanto, 21 tahun, pekerja bengkel mobil
bersama Ponirin, 26 tahun, seorang calo penumpang mobil.
Keduanya penduduk Pulu Brayan, Kecamatan Medan Barat. Tapi dalam
penguberan berikutnya, Sofyan, 24 tahun, seorang pembuat kursi
rotan, tertangkap pula. Dua orang lainnya tetap buron.
Perkosaan itu terjadi ketika WG, 23 tahun, malam itu naik becak
dari rumahnya untuk membeli jamu di Simpang Mabar. Melewati Pulu
Brayan, malam masih sekitar pukul 20.00. Tapi pada jam-jam
demikian jalan-jalan di sekitar itu terkenal lengang dan gelap.
Kampung itu memang termasuk salah satu tempat yang sering
dicantumkan pihak Kepolisian Medan dalam pengumuman lewat TVRI
sebagai salah satu wilayah rawan di kota ini.
Ternyata malam itu naas bagi WG. Menjelang tempat yang dituju,
ketika becak melewati rel kereta api, tiba-tiba di kegelapan
muncul lima pemuda menghadang. Seorang di antaranya menodongkan
pisau belati ke leher abang becak. Yang lain menyeret WG ke rel
kereta api yang gelap. Si korban yang sehari-hari dikenal
sebagai penjual kangkung tak mampu menjerit, mulutnya disumpal
sapu tangan. Tambahan dia diancam akan dibunuh kalau tak
menuruti permintaan pemuda-pemuda itu, begitu pengakuan WG
kemudian kepada polisi. Selanjutnya wanita beranak tiga itu,
diperkosa bergantian oleh kelima pemuda tadi.
Perkosaan tak cukup di rel kereta api saja. WG digiring ke
sebuah gedung SD dekat rel itu. Istri seorang penjaga malam itu
dikerjai beramai-ramai sampai pukul 05.00 subuh. Setelah orang
mulai banyak melewati tempat itu menuju masjid untuk
bersembahyang subuh, wanita yang rajin minum jamu itu dibiarkan
pergi.
Hadiah
Dengan pakaian cabik dan terhuyung-huyung, WG mengadu ke kantor
polisi Kosekta Medan Barat. Untung, selama berada di bawah
ancaman para pemerkosa, WG selalu berusaha menandai tampang para
lelaki itu. Kemudian dari dialog sesama mereka, wanita yang tak
pernah duduk di bangku sekolah itu, tahu di antara mereka ada
yang bekerja sebagai calo mobil kolt.
Semuanya jadi modal polisi mengusut perkara. WG disuruh
menyamar dan mengikuti dua anggota polisi memakai mobil kolt,
ke terminal-terminal kolt di Medan seolah-olah sedang mencari
penumpang.
Lewat tengah hari, 15 Maret, mereka parkir di Pusat Pasar,
Medan, dan tiga calo kolt datang menawarkan penumpang. Ternyata
mereka segera dikenali WG sebagai orang yang memperkosanya
semalam, yaitu Suwanto, Ponirin dan Sofyan.
Karena bantuannya mengungkap para pemerkosa itu, WG mendapat
hadiah uang dari kepolisian. "Sekedar pengganti baju yang
dipakainya malam itu," ujar seorang polisi di Kosekta Medan
Barat tanpa menyebut jumlah uang itu. Baju yang dipakai WG malam
itu disita polisi untuk barang bukti.
WG sendiri kini selalu tampak seperti ketakutan. Di rumahnya,
sebuah gubuk 3 x 6 meter berdinding tepas dan beratap rumbia, ia
selalu lari lewat pintu belakang untuk menghindari setiap tamu.
Menurut Atik Chan, 25 tahun, tetangganya, sejak peristiwa itu,
"WG sering berteriak histeris sendirian."
Suami WG, Sofyan, ketakutan. Sebab sebagai penjaga malam dia
sering pulang subuh, sementara dua orang pemerkosa istrinya
belum tertangkap. Salah satu di antaranya ialah Hermanto,
bromocorah terkenal di situ yang kakinya pernah ditembak polisi.
"Saya takut dibunuh mereka," kata Sofyan kepada TEMPO minggu
lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini