Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Malam itu, seorang penjual kangkung

Wg, seorang penjual kangkung, penduduk gang kayu putih, tanjung mulia, medan diperkosa oleh 5 orang pemuda. korban membantu polisi menangkap para pelakunya, dengan menyamar keliling kota. (krim)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG yang bercelana jeans, berkemeja lengan pendek dan memakai topi pet itu, segera menunjuk. "Itu dia pak, yang memperkosa saya," katanya. Tiga orang pemuda yang dituding tak sempat lari. Polisi langsung menangkap mereka. Orang yang bertopi pet itu adalah WG, seorang wanita penduduk Gang Kayu Putih, Tanjung Mulia, Medan, yang malam Minggu 14 Maret lalu diperkosa oleh beberapa orang preman di Kampung Pulu Brayan Ketiga pemuda tadi adalah sebagian dari 5 orang yang telah memperkosanya. Untuk membantu polisi menjejaki para pemerkosanya, WG telah menyamar sebagai lelaki. Bersama polisi ia telah mengelilingi Kota Medan mencari kelima preman itu. Penyamaran itu mula-mula berhasil menangkap Suwanto, 21 tahun, pekerja bengkel mobil bersama Ponirin, 26 tahun, seorang calo penumpang mobil. Keduanya penduduk Pulu Brayan, Kecamatan Medan Barat. Tapi dalam penguberan berikutnya, Sofyan, 24 tahun, seorang pembuat kursi rotan, tertangkap pula. Dua orang lainnya tetap buron. Perkosaan itu terjadi ketika WG, 23 tahun, malam itu naik becak dari rumahnya untuk membeli jamu di Simpang Mabar. Melewati Pulu Brayan, malam masih sekitar pukul 20.00. Tapi pada jam-jam demikian jalan-jalan di sekitar itu terkenal lengang dan gelap. Kampung itu memang termasuk salah satu tempat yang sering dicantumkan pihak Kepolisian Medan dalam pengumuman lewat TVRI sebagai salah satu wilayah rawan di kota ini. Ternyata malam itu naas bagi WG. Menjelang tempat yang dituju, ketika becak melewati rel kereta api, tiba-tiba di kegelapan muncul lima pemuda menghadang. Seorang di antaranya menodongkan pisau belati ke leher abang becak. Yang lain menyeret WG ke rel kereta api yang gelap. Si korban yang sehari-hari dikenal sebagai penjual kangkung tak mampu menjerit, mulutnya disumpal sapu tangan. Tambahan dia diancam akan dibunuh kalau tak menuruti permintaan pemuda-pemuda itu, begitu pengakuan WG kemudian kepada polisi. Selanjutnya wanita beranak tiga itu, diperkosa bergantian oleh kelima pemuda tadi. Perkosaan tak cukup di rel kereta api saja. WG digiring ke sebuah gedung SD dekat rel itu. Istri seorang penjaga malam itu dikerjai beramai-ramai sampai pukul 05.00 subuh. Setelah orang mulai banyak melewati tempat itu menuju masjid untuk bersembahyang subuh, wanita yang rajin minum jamu itu dibiarkan pergi. Hadiah Dengan pakaian cabik dan terhuyung-huyung, WG mengadu ke kantor polisi Kosekta Medan Barat. Untung, selama berada di bawah ancaman para pemerkosa, WG selalu berusaha menandai tampang para lelaki itu. Kemudian dari dialog sesama mereka, wanita yang tak pernah duduk di bangku sekolah itu, tahu di antara mereka ada yang bekerja sebagai calo mobil kolt. Semuanya jadi modal polisi mengusut perkara. WG disuruh menyamar dan mengikuti dua anggota polisi memakai mobil kolt, ke terminal-terminal kolt di Medan seolah-olah sedang mencari penumpang. Lewat tengah hari, 15 Maret, mereka parkir di Pusat Pasar, Medan, dan tiga calo kolt datang menawarkan penumpang. Ternyata mereka segera dikenali WG sebagai orang yang memperkosanya semalam, yaitu Suwanto, Ponirin dan Sofyan. Karena bantuannya mengungkap para pemerkosa itu, WG mendapat hadiah uang dari kepolisian. "Sekedar pengganti baju yang dipakainya malam itu," ujar seorang polisi di Kosekta Medan Barat tanpa menyebut jumlah uang itu. Baju yang dipakai WG malam itu disita polisi untuk barang bukti. WG sendiri kini selalu tampak seperti ketakutan. Di rumahnya, sebuah gubuk 3 x 6 meter berdinding tepas dan beratap rumbia, ia selalu lari lewat pintu belakang untuk menghindari setiap tamu. Menurut Atik Chan, 25 tahun, tetangganya, sejak peristiwa itu, "WG sering berteriak histeris sendirian." Suami WG, Sofyan, ketakutan. Sebab sebagai penjaga malam dia sering pulang subuh, sementara dua orang pemerkosa istrinya belum tertangkap. Salah satu di antaranya ialah Hermanto, bromocorah terkenal di situ yang kakinya pernah ditembak polisi. "Saya takut dibunuh mereka," kata Sofyan kepada TEMPO minggu lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus