Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Petinju putri Indonesia, Huswatun Hasanah, harus puas meraih medali perunggu tinju kelas 60 kilogram atau ringan putri Asian Games 2018. Dalam laga semifinal di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, kemarin, Huswatun gagal melangkah ke partai puncak setelah kalah oleh petinju Thailand, Sudaporn Seesondee, dengan skor telak 0-5.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perunggu kedua dipersembahkan oleh Sunan Agung Amoragam. Dia gagal lolos ke babak final setelah dikalahkan petinju Uzbekistan, Mirzazizbek Mirzakhalilov. Sunan kalah dengan skor 5-0, tapi penilaian tiap juri untuk kedua petinju hanya beda tipis, rata-rata 27 lawan 30.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sunan mengakui laga yang baru saja ia jalani memang berjalan sengit. "Ya, harus puas. Mau sampai di mana sudah maksimal, mau kalah-menang sudah maksimal," kata Sunan.
Sama seperti Sunan, Huswatun mengaku tetap bangga. Bagi dia, lolos ke semifinal dan meraih medali perunggu sudah memenuhi targetnya. "Target saya dari awal meraih medali, apa pun itu," kata perempuan 20 tahun itu.
Bertarung tiga ronde, Huswatun tampak kalah garang dibanding lawan. Perempuan anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat berpangkat sersan dua itu lebih sering disudutkan Sudaporn sepanjang laga. Huswatun membenarkan bahwa kualitas permainannya menurun.
"Sebab, lawan merupakan petinju kidal. Saya baru pertama kali melawan petinju kidal. Agak aneh saja. Saya kesulitan memasukkan pukulan ke lawan," tuturnya. Kini Huswatun mengincar penampilan di SEA Games 2019 di Filipina. Ia pun bersemangat mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi nasional akhir tahun nanti.
"Mudah-mudahan saya bisa masuk. Setidaknya di Asian Games ini saya dapat ilmu baru dari lawan yang nanti sangat berguna," ucapnya.
Sementara itu, pelatih tim tinju Indonesia, Adi Swandana, mengaku cukup puas atas penampilan Huswatun meski gagal melangkah ke partai final. Menurut dia, tim pelatih sudah mempersiapkan segalanya sebelum Huswatun bertanding. Namun sepertinya semangat dan mental Huswatun agak meredup melawan petinju yang lebih senior.
"Masalah kami cuma satu, kami kurang jam terbang uji coba dan turnamen internasional. Di nomor tinju putri saja, persiapan menjelang Asian Games cuma melakukan sekali tryout di India pada Januari lalu. Ibarat kata, ini bagai membuang garam ke lautan, tak ada gunanya. Seharusnya kami dapatkan tryout lebih banyak," kata Adi.
Menurut Adi, jam terbang sangat mempengaruhi penampilan seorang petinju. Latihan teknis saja tak cukup untuk bikin seorang petinju menjadi juara.
Pengalaman menghadapi berbagai lawan dari negara lain akan membuat mental Huswatun lebih kuat. Jika dihitung, untuk bisa tampil cemerlang hingga final Asian Games 2018, paling tidak Huswatun dan kolega seharusnya ikut tujuh kali turnamen internasional dalam satu tahun.
"Kalau minim laga tanding, bagaimana cara pelatih mengevaluasi Huswatun dan lain-lainnya," kata Adi.
Walhasil, dia pun meminta pemerintah membantu program pelatihan petinju Indonesia. Setidaknya, Indonesia harus meniru India, yang kini getol membangun kekuatan tinju.
"India itu, kalau tak ada kompetisi internasional, mereka akan bikin sendiri dengan mengajak empat negara lain, misalnya. Itu saja sudah cukup," tuturnya. SAPRI MAULANA | INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo