Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ferry & Apa Lagi

Ferry moniaga, 30, memboyong juara pertama pada kejuaraan tinju asia ix, di bombay, untuk kelas bantam persiapan ke paris.

8 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAHKOTA juaranya telah copot dua tahun silam. Toh ia masih dianggap sebagai petinju terbaik di Indonesia saat ini. Ferry Moniaga, 30 tahun, kampiun nasional di kelas bantam selama periode 1971 sampai 1978, sudah digantikan oleh Charles Thomas, tujuh tahun lebih muda. Tapi di Bombay, pekan lampau Moniaga membuktikan dirinya masih terbaik. Ia memboyong medali emas dari Kejuaraan Tinju Asia IX. Di final, ia menundukkan Hwang Chul Soon, juara Korea Selatan, dengan keunggulan angka. Hwang adalah Petinju Terbaik turnamen Piala Presiden III di Jakarta, awal Februari. Dari 6 anggota tim Indonesia, hanya Moniaga yang dapat emas dari Bombay itu. Lahir di Tanjung Pinang, mulai mengorbit pada usia 19 tahun, Moniaga di arena internasional sudah mewakili Indonesia puluhan kali. Untuk Kejuaraan Tinju Asia, misalnya, kali ini adalah partisipasinya yang kelima. Sebelumnya, ia sering meraih perunggu. "Ada medali emas cuma dari Pesta Sukan 1979 di Singapura," katanya. Dalam Olympiade 1972 di Munich, ia sempat mencapai babak perempat final. Empat tahun lalu, ia pernah kecewa dan menyatakan diri akan menggantung sarung tinju. Waktu itu ia tak terpilih memperkuat kontingen Indonesia ke Olympiade Montreal. "Padahal saya sudah mempersiapkan diri dengan baik. Waktu dilakukan tst fisik di Pusat Kedokteran Olahraga, saya adalah atlet nomor dua terbagus sesudah Liem Swie King," ujarnya. "Toh, tanpa alasan yang tidak jelas, saya tidak diikut-sertakan." Indonesia, ketika itu, mengirim Frans von Bronkchorst dan Syamsul Anwar. Henky Nanlohi, pelatih yang mendampingi tim Indonesia ke Bombay mengeluarkan larangan agar atlet tidak merokok. Sekalipun bukan pecandu, Moniaga sesekali ingin mengepulkan asap. "Kalau melihat Ferry sudah gelisah saya ke luar kamar, dan meninggalkan rokok di meja," tutur pelatih itu. "Lima menit kemudian pasti sudah berkurang sebatang." Menurut Nanlohi, dalam menghadapi pertandingan tegangan mental atlet biasanya meningkat. "Bila sudah merokok Ferry pasti tenang kembali," lanjutnya. Moniaga pernah jadi karyawan Pertamina di Jakarta. Setamatnya dari Akademi Maritim (1976) ia hijrah ke Surabaya dan menjabat Direktur PT Paritas -- perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata dan pelayanan taksi. Lantaran harus keluar masuk pelatnas, usahanya itu jadi tak terurus. "Sekarang saya cuma pengangguran," katanya. Namun ia menampik tawaran Boy Bolang dari B.B. Boxing Corporation untuk mengadu peruntungan sebagai petinju bayaran. "Saya sih perlu uang," katanya. "Tapi hati kecil belum mengizinkan." Ia ditawari bayaran Rp 10 juta untuk 3 kali pertandingan, masing-masing 12 ronde. Menurut rencana, 15 s/d 20 Maret, ia akan mewakili Indonesia pada kejuaraan tinju di Prancis. Petinju kidal ini optimistis akan menang lagi. Dari omongannya tersirat bahwa di Prancis nanti merupakan pemunculannya terakhir. "Sudah jadi juara Asia, mau apa lagi?" katanya. Apa lagi? Pertina konon akan menyekolahkannya untuk menjadi pelatih tinju.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus