Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tak Tenang, King ?

Penyusunan program pembinaan yang baru oleh jago-jago tua setelah kekalahan kelompok putera di singapura lawan rrc (dwilomba). (or)

8 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISI kamarnya berantakan, penuh dengan kertas pembungkus kue dan hadiah ulang tahun lainnya. Liem Swie King berusia 24 tahun pekan lalu. Sedikitnya 200 kartu ucapan selamat diterimanya di pelatnas, Senayan, Jakarta. "Sesudah Singapura, langit sama sekali tidak runtuh bagi King," komentar seorang temannya. Namun King memang tampak agak lesu akibat kekalahannya melawan Han Jian dalam Dwi-lomba Indonesia-RRC (22-23 Februari) di Singapura. "Waktu itu saya belum beruntung," katanya pada Bachrun Suwatdi dari TEMPO, sambil duduk santai di ranjangnya. "Stamina mereka bagus. Permainan mereka cepat. Persiapan mereka lebih bagus daripada kita, dan ini terasa dalam pertandingan." Ketua Umum PBSI Sudirman mengatakan sistem pembinaan akan ditingkatkan. Bahkan ada pula yang mengusulkan supaya diubah sistemnya, sesudah mendapat pelajaran dari dwi-lomha tadi. Tentang ini, King menyambung: "Kita sudah terbiasa dengan cara latihan sekarang. Kalau ada perubahan, harus dipikirkan matang-matang." King mengaku dirinya gelisah dan "tidur dalam keadaan tidak tenang .... Seolah-olah masih dibayangi kekalahan." Sesungguhnya bukan King saja, melainkan hampir semua pentolan PBSI dibayangi kekalahan. Oleh karena itu PBSI konon sudah mengusahakan pertandingan dwi-lomba ulangan dengan RRC. Dan pihak RRC pun setuju -- besar kemungkinan menjelang akhir tahun ini. Tempatnya disebut antara lain Kuala Lumpur, Bangkok dan Tokyo. Di Singapura itu, tim putri Indonesia menang 3-1. Tapi tim putra Indonesia kalah 4-5. Sudirman melihat kekalahan tim putra itu ada hikmahnya. "Lantaran slama ini selalu menang kita pikir kita memang super. Dan kita tidak merasa adanya kelemahan dalam kemampuan teknis," katanya. Kelemahan itu sekarang kelihatan. Antara lain, menurut Sudirman, dalam soal serve dan pergelangan tangan. "Rata-rata pemain RRC punya kelebihan di sini. Walau fisik mereka sudah loyo, smash mereka ternyata masih menggelegar." Program pembinaan nanti yang terpikir oleh Sudirman terutama menyangkut pergelangan tangan ini, supaya smash jitu dan terarah. Untuk ini ia, katanya, akan meminta jago-jago tua seperti Ferry Sonneville, Hendra Kartanegara (d/h Tan Joe Hok), Eddy Jusuf, Darmawan Saputra (d/h Tan King Gwan) dan Olich Solichin supaya membantu menyusun rencana. Tapi program pergelangan tangan ini tidak keburu untuk persiapan ke All England, tempat King dkk diandalkan lagi. Menuju ke All England, sebagian pemain termasuk Rudy Hartono (tanpa King) terlebih dahulu mengikuti dua turnamen, masing-masing di Denmark dan Swedia selama 4 hari mulai 6 Maret. Kedua turnamen itu, kata tim manajer P. Sumarsono, "juga penting sebagai pemanasan. Tidak ada target. Tapi Indonesia harus juara, kalau bisa." Rupanya Rudy Hartono masih belum mau "pensiun" tapi mencoba lagi raketnya di arena internasional, walaupun ia tidak akan main di All England, tempat ia pernah jadi juara 8 kali. Adalah Rudy, terutama setelah kekalahan tim putra Indonesia di Singapura, yang keras menghimbau PBSI supaya para pemain muda diberi kesempatan bertanding sebanyak mungkin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus