ISI kamarnya berantakan, penuh dengan kertas pembungkus kue dan
hadiah ulang tahun lainnya. Liem Swie King berusia 24 tahun
pekan lalu. Sedikitnya 200 kartu ucapan selamat diterimanya di
pelatnas, Senayan, Jakarta. "Sesudah Singapura, langit sama
sekali tidak runtuh bagi King," komentar seorang temannya.
Namun King memang tampak agak lesu akibat kekalahannya melawan
Han Jian dalam Dwi-lomba Indonesia-RRC (22-23 Februari) di
Singapura. "Waktu itu saya belum beruntung," katanya pada
Bachrun Suwatdi dari TEMPO, sambil duduk santai di ranjangnya.
"Stamina mereka bagus. Permainan mereka cepat. Persiapan mereka
lebih bagus daripada kita, dan ini terasa dalam pertandingan."
Ketua Umum PBSI Sudirman mengatakan sistem pembinaan akan
ditingkatkan. Bahkan ada pula yang mengusulkan supaya diubah
sistemnya, sesudah mendapat pelajaran dari dwi-lomha tadi.
Tentang ini, King menyambung: "Kita sudah terbiasa dengan cara
latihan sekarang. Kalau ada perubahan, harus dipikirkan
matang-matang."
King mengaku dirinya gelisah dan "tidur dalam keadaan tidak
tenang .... Seolah-olah masih dibayangi kekalahan." Sesungguhnya
bukan King saja, melainkan hampir semua pentolan PBSI dibayangi
kekalahan.
Oleh karena itu PBSI konon sudah mengusahakan pertandingan
dwi-lomba ulangan dengan RRC. Dan pihak RRC pun setuju -- besar
kemungkinan menjelang akhir tahun ini. Tempatnya disebut antara
lain Kuala Lumpur, Bangkok dan Tokyo.
Di Singapura itu, tim putri Indonesia menang 3-1. Tapi tim putra
Indonesia kalah 4-5. Sudirman melihat kekalahan tim putra itu
ada hikmahnya. "Lantaran slama ini selalu menang kita pikir
kita memang super. Dan kita tidak merasa adanya kelemahan dalam
kemampuan teknis," katanya.
Kelemahan itu sekarang kelihatan. Antara lain, menurut Sudirman,
dalam soal serve dan pergelangan tangan. "Rata-rata pemain RRC
punya kelebihan di sini. Walau fisik mereka sudah loyo, smash
mereka ternyata masih menggelegar."
Program pembinaan nanti yang terpikir oleh Sudirman terutama
menyangkut pergelangan tangan ini, supaya smash jitu dan
terarah. Untuk ini ia, katanya, akan meminta jago-jago tua
seperti Ferry Sonneville, Hendra Kartanegara (d/h Tan Joe Hok),
Eddy Jusuf, Darmawan Saputra (d/h Tan King Gwan) dan Olich
Solichin supaya membantu menyusun rencana.
Tapi program pergelangan tangan ini tidak keburu untuk persiapan
ke All England, tempat King dkk diandalkan lagi. Menuju ke All
England, sebagian pemain termasuk Rudy Hartono (tanpa King)
terlebih dahulu mengikuti dua turnamen, masing-masing di Denmark
dan Swedia selama 4 hari mulai 6 Maret. Kedua turnamen itu, kata
tim manajer P. Sumarsono, "juga penting sebagai pemanasan. Tidak
ada target. Tapi Indonesia harus juara, kalau bisa."
Rupanya Rudy Hartono masih belum mau "pensiun" tapi mencoba lagi
raketnya di arena internasional, walaupun ia tidak akan main di
All England, tempat ia pernah jadi juara 8 kali. Adalah Rudy,
terutama setelah kekalahan tim putra Indonesia di Singapura,
yang keras menghimbau PBSI supaya para pemain muda diberi
kesempatan bertanding sebanyak mungkin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini