EDDY Handoko sengaja memilih losmen murahan di kawasan Jalan
Pangeran Jayakarta, Jakarta. Alasannya ialah untuk menghindari
kasak-kusuk sogok. "Walau menolak suapan lawan, toh dalam
pertandingan konsentrasi tetap terganggu," katanya. Kampiun
catur nasional 1978 itu ternyata berhasil mempertahankan mahkota
pekan silam. Sebagian besar kandidat juara lain menginap di
Hotel Sriwijaya dan Hotel Majapahit yang lebih nyaman.
Rahasia Eddy mempertahankan gelar tak hanya itu. Ia juga
membolak-balik ensiklopedi catur dan jurnal terbitan Filipina
untuk menganalisa berbagai langkah pilihan. "Sejak sebulan
terakhir saya selalu bangun jam empat pagi unruk menghirup
oksigen bersih," lanjut Eddy. Resep ini konon diberikan oleh
pelatihnya, G. Siahaan, "guna mempertinggi daya konsentrasi."
Dari 19 partai dalam Kejuaraan Catur Nasional XIX di Wisma Catur
Tanah Abang, Jakarta, Eddy mengantungi 16 angka kemenangan. Di
antara lawan yang disisihkannya tercatat Grandmaster Herman
Suradireja. "Ia memiliki keistimewaan dalam menjalankan langkah
variant yang jarang dipergunakan," puji Herman. "Sulit bagi
lawan untuk mengalahkannya." Eddy rupanya punya kebiasaan
memasang gajah putih pada posisi c4 atau f4 dan gajah hitam di
c5 atau f5.
Saya Tolak
Lahir di Surakarta 20 tahun lalu, Eddy sejak di SD mengenal
permainan catur lewat bimbingan ayahnya, Liong Sie Wie. "Ayah
adalah guru catur gajah (shang shi)," katanya. Ia mengaku tak
pernah menyentuh buku catur di masa kecilnya. "Modal saya cuma
kemauan keras." Eddy dari klub catur Pion Mas menurut Siahaan,
punya kemampuan untuk jadi grandmaster.
Joseph Dorfman dan Yuri Averbach, keduanya Grandmaster dari Uni
Soviet, juga pernah melihat peluang itu pada Eddy. Mereka
ditahan remis oleh sang juara nasional dalam sirkuit Asia di
Jakarta, Mei 1979.
Herman menganjurkan agar kesempatan untuk menaiki jenjang
Grandmaster bagi Eddy diberikan sekarang. "Mumpung ia masih
single, katanya. "Kalau sudah berkeluarga pasti susah." Eddy,
yang dapat pendidikan formal sampai kelas II SMA jurusan Sosial
di Surakarta, sekarang menjadi karyawan perusahaan Batik Keris.
Ia putus sekolah tahun 1977.
Dalam Kejuaraan Catur Nasional XIX kemarin Eddy juga ditawari
lawan untuk mcndapatkan angka kemenangan. Tawaran itu diulurkan
oleh seorang pemain senior dari Jakarta dengan syarat ia harus
mengeluarkan sejumlah uang. Saya tolak," katanya. Ia menolak
untuk mengungkapkan nama musuhnya.
Abdul Muthalib, non master dari Kalimantan Selatan, mengatakan
kepada TEMPO dirinya sempat dihubungi oleh Abir Dipo, wakil
manajer tim Jakarta, untuk mengalah pada Herman. "Saya sudah
mengalah," katanya. "Uangnya tak saya terima." Imbalan yang
ditawarkan Rp 40.000. Ia menambahkan bahwa ia mengalah lantaran
dirinya merupakan pemain terlemah dalam turnamen kali ini.
Tak Tahu-Menahu
Tapi Herman membantah dirinya terlibat dalam sogok-menyogok.
"Saya cuma karyawan DKI (dinas pajak -- red.) dengan gaji Rp
60.000, mana saya ada uang," katanya. Ia mengatakan bahwa ia
gagal meraih mahkota memang karena tak punya target untuk itu.
"Kalau saya punya target tentu sudah lama mempersiapkan
diri." Herman, juara kedua, sepulangnya dari Olympiade Catur
1978 di Buenos Aires, Argentina, memang kurang megikuti
kegiatan nasional.
Tentang tindakan Abir Dipo, ia mengatakan sama sekali tidak
tahu-menahu. Tapi Herman membenarkan bahwa di kalangan atlet
catur Jakarta memang ada kebiasaan untuk mengatur siapa sang
harus dimenangkan. "Kesepakatan serupa juga terdapat di luar
negeri," katanya. la menyebut contoh, antara lain, di Singapura.
Adanya permainan uang untuk melontarkan pemain ke tangga Master
Nasional atau juara bukanlah cerita baru di Persatuan Catur
Seluruh Indonesia (Percasi). Penyakit ini sudah menggerayang
sejak 7 tahun terakhir. Tapi, "kejurnas ini adalah yang paling
jorok," komentar seorang pemain kawakan Jakarta.
Dua pemain top dari Jakarta dan Sumatera Utara sudah
mengeluarkan ancaman. "Jika Kejuaraan Catur Nasional tahun
depan masih jorok begini, kami akan mengundurkan diri saja,"
kata salah seorang dari mereka.
Kejuaraan terakhir ini dimaksudkan pula untuk menentukan urutan
pemain catur nasional yang akan dibawa ke Olympiade Catur di
Malta, Oktober depan. Biaya Rp 6 juta dicabutnya dari sponsor,
antara lain PT Temprint, Nasional Gobel, Krama Yudha Tiga
Berlian, Batik Keris, Grundig, Fuji Film, Star Motor, dan
Nescafe.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini