Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STADION tenis La Costa, San Diego, California, Amerika Serikat, Selasa pekan lalu penuh sesak. Banyak orang tua mengajak anak-anaknya menonton pertandingan babak kedua turnamen Acura Classic. Mereka keranjingan melihat penampilan perdana Maria Sharapova, juara Wimbledon tahun ini. Petenis Rusia yang baru berusia 17 tahun ini sekarang menjadi pujaan semua orang: tua, muda, sampai anak-anak.
Tak sia-sia mereka datang. Sang idola menang telak 6-3, 6-3 atas petenis tuan rumah, Lilia Osterloh. Tepukan riuh dan teriakan datang dari sudut-sudut bangku penonton. Mereka tak peduli atas kalahnya petenis Amerika.
Sharapova menyambut kemenangan dengan girang. "Sebisa mungkin saya selalu tampil dengan permainan tingkat tinggi agar penonton senang. Terutama anak-anak itu," ujarnya usai bertanding.
Dialah magnet baru di tenis putri dunia. Jangkung, cantik, seksi. Sosoknya selalu enak ditangkap kamera fotografer dari sudut mana pun. Dan yang pasti, prestasinya juga oke. Di antara rekan-rekannya sesama petenis Rusia, prestasi Sharapova paling moncer. Ia berada di garis terdepan di antara petenis-petenis negeri tersebut yang kerap dijuluki "Sepuluh Duplikat Kournikova".
Seperti julukannya, mereka mirip Anna Kournikova: muda, cantik, dan berprestasi. Kesepuluh petenis Rusia itu adalah Sharapova (peringkat 8 WTA), Anastasia Myskina (peringkat 5), Elena Dementieva (6), Svetlana Kuznetsova (9), Nadia Petrova (12), Vera Zvonereva (15), Elena Bovina (22), Dinara Safina (35), Elena Likhovtseva (40), dan Lina Krasnoroutskaya (41). Bayangkan, ada enam petenis yang berada di peringkat 20 besar dunia!
Mereka beramai-ramai menyusul Kournikova, yang sanggup mengacak-acak panggung tenis putri dunia. Dia merupakan perintis kebangkitan Rusia seusai runtuhnya Uni Soviet. Ketika Soviet masih utuh, negeri itu membatasi pengiriman atlet tenis ke luar negeri. Sekarang bebas, siapa saja asal mampu boleh bertanding dengan membawa nama Rusia.
Selama ini Kournikova belum pernah meraih gelar grand slam di sektor tunggal. Gelar diraihnya di ganda, dua kali. Para pendatang baru? Lebih hebat lagi prestasinya.
Tengok saja Myskina. Dia merupakan petenis tunggal putri Rusia pertama yang berhasil meraih gelar grand slam, di Prancis Terbuka tahun ini. Di final, ia mengalahkan rekan senegaranya, Dementieva. Belakangan, giliran Sharapova meraih gelar Wimbledon, grand slam paling bergengsi, dengan menaklukkan petenis nomor satu dunia, Venus Williams, pada partai final.
Untuk kejuaraan tingkat yang lebih bawah, jangan ditanya prestasi mereka. "Sepuluh Duplikat Kournikova" semuanya terjun di turnamen Acura Classic yang berlangsung selama sepekan kemarin. Dari delapan daftar unggulan kejuaraan tahunan khusus perempuan itu, empat di antaranya dikuasai petenis asal "Negeri Tirai Besi". Myskina menempati unggulan ke-3, Dementieva ke-5, Sharapova ke-6, dan Kuznetsova ke-7. Unggulan pertama ditempati petenis Amerika, Serena Williams, dan kedua: Amelia Mauresmo (Prancis).
Lalu, di mana sekarang Kournikova, sang ikon? Gadis berusia 23 tahun ini tak pernah bertanding di kejuaraan resmi dalam setahun terakhir. Ia masih berkutat dengan cedera punggung seusai Australia Terbuka awal 2003. Kini Kournikova lebih sering tampil di majalah sebagai gadis sampul dan model iklan.
Meski tidak bertanding, pendapatan Kournikova selama setahun terakhir masih menduduki nomor lima jajaran atlet perempuan terkaya versi majalah Forbes. Dari berbagai kontrak sponsor dan pemotretan, uang Kournikova ditaksir mencapai 3,3 juta poundsterling (sekitar Rp 44,5 miliar). Ia hanya kalah dari para bintang aktif macam Serena Williams dan Venus Williams.
Kournikova kini menjadi impian. "Gadis-gadis di Rusia selalu bilang, `kami ingin jadi seperti Kournikova'," kata Dementieva. Mereka berlatih keras tanpa dukungan keuangan keluarga yang cukup, mencari sokongan ekonomi di tempat lain, dan akhirnya sukses.
Tenis merupakan olahraga yang mewah di Rusia. Untuk menyewa lapangan indoor, dibutuhkan duit Rp 225 ribu-270 ribu per jam. Pada musim dingin malah bisa mencapai Rp 450 ribu. "Padahal rata-rata keluarga di Rusia pendapatan per tahunnya cuma sekitar Rp 40,5 juta," kata Olga Morozova, andalan ganda putri Rusia era 1980-an yang kini jadi pelatih di London.
Karena itu, sebagian dari mereka mencari beasiswa ke luar negeri. Ini pula yang dulu ditempuh Kournikova. Ayahnya, seorang dekan sebuah universitas di Moskow, tak sanggup membiayai hobi anaknya. Tatkala usia si anak sebelas tahun, ibunya, Alla, mengantarnya ke Akademi Tenis Nick Bolletieri, Florida, Amerika Serikat. Akademi itulah yang mendanai Kournikova sampai sukses.
Begitu pula Sharapova. Saat masih berusia 6 tahun, ia dikirim ayahnya, Yuri, seorang insinyur, ke tempat yang sama dengan Kournikova, Akademi Tenis Bolletieri. Selama beberapa tahun sang ayah menginap di sebuah pemondokan murah agar tetap bisa mengawal anaknya.
Petenis yang tetap tinggal di Rusia biasanya mendapat sponsor dari perusahaan-perusahaan kecil. "Saya tak ingat nama bank sponsor saya, yang jelas di Moskow," kata Myskina sambil tertawa. Dia berlatih di klub Spartak, sama dengan Kournikova saat awal kariernya, juga Dementieva. Mereka ditangani pelatih yang sama, Rausa Islanova, ibu petenis putra nomor satu Rusia, Marat Safin. Adapun petenis lainnya, Krasnoroutskaya, berlatih di sebuah klub kecil di luar Moskow. Klub itu sekarang diberi nama klub Krasnoroutskaya.
Keberhasilan para petenis Rusia tak lepas dari latihan yang serius dan usaha yang keras saat bertanding. "Para petenis Rusia tak kenal takut dan mereka selalu bekerja keras," kata Yuri sambil mencontohkan anaknya sendiri, Sharapova. "Kami terbiasa menghadapi hidup berat," Krasnoroutskaya menambahkan.
Setelah prestasi mereka melambung tinggi, kerja keras itu terbayar. Kepopulerannya menjadi tambang emas. Kournikova sudah menikmatinya, dan kini Sharapova dan Myskina menguntitnya. Myskina pernah menjadi gadis sampul dengan pose aduhai di majalah GQ. Sejak 2003, Sharapova mengikat kontrak dengan agen pemasaran IMG, perusahaan yang juga menangani model-model dunia. Pamornya mulai menandingi Kournikova. Jangan heran jika gadis-gadis di Rusia dan juga di belahan lain di dunia sekarang mulai berteriak, "Saya ingin jadi Sharapova?!"
Andy Marhaendra (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo